📒 07 ✏ Putra Sahabat Bunda✏

8.6K 991 232
                                    

Perihal cemburu bukanlah sebuah warna abu-abu, atau sebuah rasa yang pernah kita kenal dulu________________

🍄🍄

DENGAN langkah sedikit tergesa, Fatia mengalungkan tasnya dan segera berangkat menuju ke butik pagi ini. Bunda Qiyya sengaja meminta dia datang lebih pagi karena Hafizh tidak bisa bekerja untuk sepuluh hari ke depan. Dia sedang mengikuti training yang diadakan oleh kementrian perdagangan dan perindustrian di Jakarta tentang Wirausaha Muda Mandiri Indonesia.

Selalu setiap paginya Fatia melaporkan baik kepada Qiyya maupun kepada Hafizh tentang perolehan penjualan hari kemarin baik dari butik offline dan juga butik onlinenya. Termasuk dengan progres pekerjaan yang dikerjakan di konveksi.

"Semua sudah beres Bunda, kemarin Bang Hafizh sudah menitipkan point-point penting yang harus Fatia kerjakan termasuk mentoring adik-adik yang sedang melaksanakan PKL di konveksi." Qiyya tersenyum puas dengan kerja putranya.

"Kalian sudah tidak saling bermusuhan kan sekarang?" tanya Qiyya.

"Bermusuhan seperti apa maksud Bunda? Karena selama ini Fatia tidak merasa memusuhi atau dimusuhi oleh Bang Hafizh." Kembali Fatia mengemukakan pendapatnya tentang seorang Hafizh.

"Sejatinya Hafizh itu cemburu denganmu Fatia, dan itu berlangsung sangat lama. Bahkan sedari dia pertama kali bertemu denganmu." Qiyya akhirnya memilih jujur mengapa selama ini dia begitu getol ingin mendekatkan Fatia dengan Hafizh karena memang ingin mendamaikan kesalahpahaman rasa yang terjadi sedari kecil di hati Hafizh.

"Sebentar Bunda. Bang Hafizh cemburu dengan Fatia? Memangnya apa yang dicemburui bang Hafizh dari Fatia?"

"Hafizh tidak mau jika bunda kamu miliki sepenuhnya, saat bertemu denganmu kala itu. Kamu memanggil bunda dengan panggilan 'Bunda' sedangkan kala itu Hafizh masih memanggil bunda dengan panggilan 'Aunty'. Sebenarnya sudah bunda jelaskan sedari dulu tapi entahlah setiap bertemu denganmu, mukanya langsung berubah menjadi tidak suka." Cerita Qiyya yang membuat Fatia terkekeh pelan.

"Jadi selama ini bang Hafizh itu kalau bicara suka ngegas kepada Fatia karena masih merasa cemburu seperti itu? Padahal kan semua orang juga memanggil Bunda Qiyya dengan panggilan Bunda, mengapa hanya kepada Fatia dia merasa cemburu?" kali ini Qiyya yang tersenyum lebar mendengar perkataan yang tersampai lewat bibir mungil Fatia.

"Karena mungkin Hafizh tahu bahwa orang lain memanggil bunda itu lewat kamu. Makanya terkadang masih suka kesel. Tapi sekarang sudah nggak ngegas lagi kan ngomongnya? Terus mengapa dia memanggil kamu Boo. Coba jelaskan kepada Bunda?" kata Qiyya.

"Alhamdulillah Bunda, Bang Hafizh sudah nggak ngegas seperti dulu. Bahkan sekarang Fatia banyak memperoleh ilmu baru. Ternyata memang putra Bunda itu patut diacungi dua jempol itung-itungan matematikanya. Eh empat jempol sama jempol kaki juga." Jawab Fatia dengan kekehan khasnya. Dia memang sudah tidak sungkan lagi karena memang Qiyya tidak pernah memberikan jarak kepada Fatia sedari dulu. Sehingga Fatia menganggap Qiyya seperti layaknya anak kepada ibunya.

"Lantas Boo apa kabarnya?" Qiyya seolah mengingatkan pertanyaannya kepada Fatia yang belum dijawab olehnya.

"Oougghh Boo, pertamanya bang Hafizh memanggil Fatia dengan panggilan Fat, Fat, Fat. Lah kan Fatia protes, rasanya Fatia nggak gendut-gendut amat mengapa dipanggil fat? Fatia juga nggak tahu mengapa bang Hafizh memilih panggilan itu. Awalnya menawari Fatia, ingin dipanggil Bee atau Boo? ya Fatia bilang kalau Bee nanti jadi bibi kalau diulang. Jadilah akhirnya dipanggil Boo oleh Bang Hafizh." Jelas Fatia panjang kali lebar.

"Dan kamu juga tidak mengerti apa artinya Boo itu?" tanya Qiyya lagi yang dijawab gelengan kepala Fatia.

Qiyya terkekeh kembali, melihat betapa polosnya Fatia. Dia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika Fatia mengetahui bahwa Boo itu berarti sayang. Panggilan yang biasanya dipakai untuk dua orang yang sedang memadu kasih. Mungkin memang Hafizh tidak akan memberitahukannya kepada Fatia. Tetapi Qiyya cukup mengerti, sejauh ini sikap mereka berdua masih dalam taraf yang wajar belum sampai mengarah kepada kebaperan hati. Bisa jadi Hafizh kini telah menganggap Fatia seperti halnya Almira dan Ayyana. Seperti yang dulu dilakukan Hanif kepada Yasna.

KAULAH KAMUKU [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang