Erstwhile : 09

345 64 79
                                    

🍁🍁🍁

"Di rumah sebesar ini, kau tinggal sendiri?" tanya Minha saat sudah duduk bersila di ranjang.

Daniel berdiri sembari mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. "Dulu sendiri, sekarang kan sudah bersamamu. Kau akan tinggal di sini, selamanya." Pria itu tersenyum, seketika pipi Minha memerah.

Ya, Daniel sudah membawa Minha untuk tinggal bersama, di rumahnya. Minha adalah istrinya sekarang.

Keduanya sama-sama memakai piyama polos, lengan panjang dan juga celana panjang. Mungkin yang membedakan hanya warna, piyama Minha berwarna merah sedangkan piyama yang Daniel pakai berwarna hitam.

Minha tidak mandi, kalian pasti sudah tahu mengapa. Namun wanita itu sedikit menyemprotkan parfum di piyamanya. Awalnya Minha berniat ingin mandi, tapi Daniel melarangnya. Daniel tak mau mengambil risiko, jika alergi Minha kambuh, pasti Jaehan menyalahkan Daniel karena tidak bisa menjaga putrinya dengan baik sesuai janji Daniel sebelum membawa Minha pergi dari rumahnya.

Ketika Daniel duduk bersila di ranjang, tepatnya di hadapan Minha. Mendadak jantung Minha berdetak lebih kencang, ia meremas-remas jarinya, kepalanya menunduk tak berani menatap mata Daniel.

Satu tangan Daniel terulur untuk menyentuh dagu Minha, lalu mengangkatnya perlahan agar wanita yang sekarang berstatus istrinya tersebut mau memandang wajahnya.

"Kenapa menunduk, hm?" suara Daniel saat bertanya terdengar sangat lembut di telinga Minha.

Minha memberanikan diri untuk menatap mata Daniel. "Ak—aku... Aku gugup."

Daniel mengerutkan dahinya. "Gugup?" Di detik kemudian ia terkekeh, "Dengar, Ha. Kau bukan mau mengaku telah membunuh seseorang. Saat ini kau sedang berhadapan dengan suamimu, begini saja kau sudah gugup. Bagaimana ke tahap berikutnya?"

"Tahap berikutnya?"

Tubuh Minha langsung membeku saat tangan kanan Daniel menyentuh perutnya. Pria itu menyeringai dan itu mampu membuat Minha merinding.

"Aku ingin segera memiliki anak darimu."

Susah payah Minha menelan ludahnya begitu mendengar hal itu. Apalagi, tiba-tiba Daniel memajukan wajahnya hingga napasnya menerpa wajah Minha, bibir Daniel hanya beberapa sentimeter dari bibir Minha.

"Mau memulainya sekarang?" Daniel mengatakan dengan pelan, menyusupkan jari-jarinya ke rambut Minha lalu menarik wajah wanita itu agar lebih dekat ke wajahnya. "Atau mau makan dulu?"

"Aku mau makan!" jawab Minha cepat, lantas Daniel jadi tertawa melihat kegugupan di raut wajah Minha.

"Mau makan apa?" tanya Daniel saat sudah menjauhkan wajahnya.

"Terserah." Sejujurnya Minha masih mengontrol debaran jantungnya, Minha merasa tubuhnya seperti disengat listrik beberapa detik yang lalu.

"Bagaimana kalau bibimbap?"

Minha mengangguk setuju, Daniel turun dari ranjang. "Kau tunggulah di sini, biar aku yang masak."

Sontak Minha menggeleng, "Kita masak bersama." Ia ikutan turun dari ranjang.

"Baiklah, ayo." Daniel menarik tangan Minha.

Sesampainya di dapur, keduanya sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk membuat Bibimbap. Dan bagian mencuci sayur-sayuran serta daging sapi diambil alih oleh Daniel karena Minha tak mungkin melakukannya.

ErstwhileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang