Pertemuan mereka di atap tadi malam berakhir dengan kecanggungan yang luar biasa. Fika pusing! Stevano membuat jantungnya hampir lepas dan ketika ia sibuk memikirkan jawaban apa yang seharusnya ia berikan, pemuda itu mengatakan untuk tidak terlalu menghiraukan ucapannya. Lalu, apa? Stevano bersikap biasa saja setelahnya, seperti tidak pernah mengatakan hal-hal yang membuat syok Fika.
Kalian tanya bagaimana perasaan Fika? Gadis itu belum bisa menjawab pasti. Apakah jatuh cinta bisa diukur hanya dengan jantung yang berdebar keras? Apakah jatuh cinta bisa diukur hanya dengan rasa geli di perutnya ketika Stevano tidak sengaja mengecup bibirnya? Perasaannya masih terlalu abu-abu. Jika Stevano mengatakan perasaannya ketika mereka SD, mungkin Fika tidak akan ragu-ragu lagi. Tetapi, setelah bertahun-tahun, apakah rasa itu masih ada? Setelah sebelumnya dimiliki Galang seorang? Lagipula, Fika masih ingin bertanya perihal perasaan Stevano. Kalau dari dulu pemuda itu memendam rasa padanya, lalu kenapa Stevano mempermalukannya dengan menolak Fika yang padahal sudah membalas kata-kata I love you di balik bungkus permen saat itu?
Semuanya menjadi sangat membingungkan. Fika kian merasa gugup mengingat setengah jam lagi Stevano akan menjemputnya, entah pemuda itu akan mengajaknya ke mana. Fika hanya menuruti permintaan Stevano: dandan yang cantik.
Dengan baju terusan tanpa lengan berwarna pink, Fika mematut dirinya di kaca sekali lagi. Ia memastikan make upnya tidak terlalu berlebihan, namun cukup membuat wajahnya cerah di malam hari. Fika mengulum bibirnya ketika ponselnya berbunyi, begitu dilihat, ternyata Stevano mengabari akan tiba di kamar apartemennya sebentar lagi.
Fika tidak bisa diam ketika menunggu di ruang tamunya. Sesekali ia akan meneguk air mineral, lalu mengintip melalui kaca kecil pintu apartemen. Sofa ruang tamunya sama sekali tidak menarik minatnya untuk duduk. Gadis itu tetap berjalan mondar-mandir, tidak peduli tumitnya sedikit sakit, meskipun ia menggunakan wedges yang tidak terlalu tinggi.
Fika kembali mendekatkan dirinya ke pintu setelah meneguk airnya yang kelima ketika ada seseorang yang menekan bel pintunya.
"Stev—Oh, Nada! Gue kira Stevano," kata Fika, entah mengapa ia malah bernapas lega melihat wajah Nada dan bukan Stevano.
Nada masih berdiri di luar pintu, ia tersenyum kikuk pada Fika. "Fik, Stevano sudah di sini," ucapnya sembari menunjuk ke arah kanan.
Fika melongokkan kepalanya lebih jauh. Tanpa sadar ia meneguk ludah ketika presensi Stevano yang sedang mengangkat telepon berada tidak terlalu jauh dari samping Nada terlihat. Dari penampilannya, pemuda itu sepertinya tidak mampir ke kamarnya karena baju kantor berwarna maroon masih melekat di tubuhnya.
"Lo hutang cerita sama gue, Fik," bisik Nada. "Nanti hati-hati. Stev, jagain Fika! Gue masuk dulu," lanjut Nada, tidak lupa mengerling genit pada Fika untuk menggodanya.
Fika memang belum cerita perihal semalam kepada Nada. Padahal, setelah dari atap, Fika uring-uringan di kamarnya. Kalau sudah begitu, biasanya ia akan menghampiri Nada ke kamarnya untuk bercerita panjang lebar, mengeluarkan segala gundah yang sedang beranak-pinak di hatinya. Tetapi, untuk yang satu ini biarkan Fika yang menanganinya sendiri, setidaknya untuk sementara waktu.
"Hai, Fik," sapa Stevano setelah memasukkan ponselnya pada saku baju. Ia tertawa sambil menatap takjub pada Fika. "Lo benaran dandan cantik, ya. Untung gue bawa mobil hari ini, jadi lo nggak usah khawatir, dress lo nggak akan diterbangin angin," katanya sembari tersenyum lebar.
Fika berdecak, rasa gugupnya tiba-tiba luntur begitu mendengar perkataan Stevano. "Benarlah. 'Kan ini effort gue buat ngelunasin hutang gue ke lo. Jadi, ya, gue turutin."
Mereka mulai menyusuri lorong apartemen yang sedikit ramai. Sepertinya sedang ada perayaan ulang tahun di aula apartemen karena sejak tadi Fika melihat orang-orang mengenakan gaun yang begitu cantik. Fika memandang punggung Stevano yang berjalan mendahuluinya. Entah bagaimana, matanya turun menatap tangan pemuda itu yang terayun pelan di samping tubuhnya. Hangat. Genggaman Stevano malam kemarin itu hangat. Atau memang Fika merasakan dinginnya udara sehingga genggaman Stevano terasa sehangat itu? Fika tidak mengatakan bahwa dirinya ingin digenggam lagi. Namun, biarkan malam ini gadis itu mencari jawaban atas perasaannya terhadap Stevano.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSE [10/10 END]
Fiksi PenggemarKetika Fika kehilangan inspirasinya, Stevano datang menawarkan kisah untuk ia ceritakan. Copyright 2019 by Aksara- [RiFy Area]