12

150 17 0
                                    

Rasa khawatir Oca bisa teredakan saat melihat Deka berjalan bersama dengan Icha ke arah lapangan. Ia bersyukur cowok itu bisa menemukan sahabatnya, setidaknya pikirannya bisa fokus pada pertandingan yang tinggal sedikit lagi.

Time out diminta oleh lawan, Oca bergegas ke arah Icha yang sudah duduk di kursi pemain cadangan. Oca sadar ada yang berbeda dari sahabatnya, entah apa karena otaknya tidak bisa berpikir lebih jauh.

"Lo dari mana aja sih?" tanya Oca, ia langsung memeluk tubuh Icha begitu saja

"Gak kemana-mana kok, nyasar aja hehe" Oca melepaskan pelukannya, lalu mendorong pelan dahi sahabatnya itu.

"Otak pinter tapi nyasar, gimana sih ah" Oca tidak percaya, nanti ia akan menanyakan lebih jelasnya pada Icha. Sekarang ia harus kembali ke pertandingan, yang sebentar lagi akan selesai.

Dimenit terakhir Oca menembakkan three point, menambah score semakin menjauh dari lawan. Dan pertandingan dimenangkan oleh Ipa 1 yang dipimpin oleh Oca.

Sayangnya kebahagian mereka harus tereda saat Icha pingsan dipinggir lapangan, Arslan yang ternyata berdiri tak jauh dari Icha sudah menggendong tubuhnya menuju ke arah UKS diikuti oleh seluruh anak Ipa 1 dan juga Deka yang memang menonton pertandingan Oca setelah menemukan Icha.

Arslan dan yang lain diminta keluar oleh petugas UKS, karena sepertinya ada beberapa luka di tubuh Icha yang tidak bisa mereka lihat. "Icha kenapa?" tanya Oca pada Deka yang berdiri disampingnya.

"Gue gak tau, tadi gue, Arslan, Vero dan Denis nemuin dia lagi jalan ke arah kelas lo" jawab Deka.

"Terus kenapa dia pingsan begitu?" tanya Oca yang semakin khawatir, Deka menggeleng karena ia memang benar-benar tidak tau apa yang terjadi.

Pintu ruang UKS terbuka, wajah Mbak Ira sebagai salah satu penjaga UKS terlihat khawatir. "Mbak udah hubungi rumah sakit, sebentar lagi ambulance datang" kata Mbak Indah

Oca mendekat "Apa yang terjadi mbak?" tanya Oca yang mulai menangis

"Mbak gak tau, tapi tubuh teman kamu penuh lebam. Paling parah di sekitar perutnya. Teman kamu memangnya habis dari mana?" Oca menggeleng, ia juga tidak tau sahabatnya itu dari mana. Yang ia tau kalau sahabatnya itu tadi pamit ke kamar mandi.

"Mbak bukannya mau menuduh, tapi perkiraan mbak ini seperti tindak kekerasan" mata Oca membulat, bagaimana mungkin Icha terkena tindakan kekerasan. Tidak mungkin dari papanya yang saat ini tidak berada di Indonesia, yang paling memungkinkan tentu saja di sekolah.

"Lukanya parah mbak?" tanya Arslan

"Mbak tidak tau, karena peralatan disini tidak lengkap. Tapi yang jelas lukanya cukup parah" kata mbak Ira

"Anjriiit ini apa-apaan sih, siapa yang berani kayak gini!!" Romeo ikut kesal, pasalnya terakhir bertemu dengan Icha cewek itu dalam keadaan baik-baik saja dan masih ceria.

"Ada yang gak beres!" ucapan Arslan disetujui oleh seluruh anak Ipa 1, ini memang bukan hal yang wajar dan mereka tentu tidak mau tinggal diam.

"Gue juga gak tau pasti, tapi waktu Icha ketemu muka dia udah pucat. Tapi dia maksa ke lapangan buat lihat pertandingan kalian" kata Deka

"Gue gak terima ya sahabat gue diginiin, pokoknya kita harus cari tau tentang masalah ini" kata Oca yang langsung disetujui oleh semua temannya.

"Gue bakal lapor ke wali kelas, selebihnya kita akan mulai selidiki ini" ucap Arslan, ia bergegas menuju ruang guru dimana wali kelasnya berada.

"Mbak saya boleh masuk?" tanya Oca

"Iya mbak, kita mau lihat keadaan Icha" tambah Radit

Mbak Ira menghela napas, lalu membuka kedua pintu UKS agar mereka bisa masuk. Mereka semua sedih saat melihat bagaimana pucat dan lemahnya Icha sekarang, dia yang biasanya riang dan banyak berbicara kini terbujur lemah di ranjang UKS.

"Lo kenapa sih? Jangan buat gue sedih. Gue gak mau lihat lo kayak gini lagi" Oca menangis, ia menggenggam tangan Icha. Tidak menyangka jika kejadian seperti ini kembali terulang pada sahabatnya.

Dulu Icha juga pernah seperti ini, karena papa dan juga teman-teman sekolah yang membully. Saat itu Oca, Denis, dan Vero tidak tau karena memang ketiganya sedang ada perlombaan. Tapi setelah perlombaan usai mereka terkejut saat tau Icha berada di rumah sakit dengan luka yang jauh lebih parah dari lukanya saat ini.

Karena hal itu Oca, Denis dan Vero menjaga Icha cukup ketat. Bahkan orang tua ketiganya pun ikut turun tangan saat itu, karena hal ini bukanlah hal kecil yang bisa dilupakan begitu saja. Sungguh Oca akan membalas lebih kejam siapa pun orang yang melakukan ini.

Suara langkah kaki yang masuk ke UKS membuat semuanya terkejut, disana Denis dan Vero seperti baru saja lari kesetanan. Bagaimana mereka bisa santai ketika tau sahabatnya seperti ini. Denis dan Vero mendekat ke ranjang Icha, mereka berdua menenangkan Oca yang menangis histeris.

"Udah udah ya, berdoa semoga Icha gak kenapa-kenapa" ucap Denis yang memeluk Oca, Vero ikut menenangkan Oca dengan menepuk kepala Oca. Tanpa Oca sadari kedua tangan Denis dan Vero mengepal, mereka marah karena tidak mampu menjaga sahabatnya.

Suara mobil ambulance mulai terdengar, Mbak Ira menyuruh anak Ipa 1 untuk keluar dari UKS agar petugas bisa membawa tubuh Icha. Mbak Ira sebagai petugas UKS akan mendampingi ke rumah sakit bersama dengan Oca.

Sebelum ke rumah sakit Oca menyuruh Denis untuk menghubungi mamanya, agar cepat kerumah sakit sebagai wali Icha. Denis pun yang diamanati Oca segera menghubungi mama Oca untuk lekas ke rumah sakit.

***

Kelas Ipa 1 yang biasanya ramai kini terlihat sedih, mereka semua masih di selimuti kesedihan karena salah satu teman mereka terluka. Wali kelas mereka bahkan ikut turun tangan untuk membantu permasalahan ini.

Sayangnya masalah ini masih abu-abu, Icha juga belum sadar dan tidak bisa dimintai keterangan apa pun. Seluruh anak IPA 1 bahkan mencari seseorang yang mungkin melihat Icha sebelum kejadian, atau bahkan saat kejadian. Tapi mereka belum menemukan, bahkan sekolah gempar karena kejadian ini. Kepala sekolah pun berucap akan menindak langsung siapa pun yang telah melakukan tindak kekerasan di sekolah ini.

Akibat kejadian ini, classmeeting ditunda selama tiga hari. Untuk menenangkan seluruh siswa terlebih dahulu, kalaupun dilanjut tentu IPA 1 tidak akan ikut bermain.

"Kita gak bisa kayak gini guys, kita harus cari tau masalah ini" ucap Runa

"Bener banget, gue gak terima temen gue digituin. Ini sekolah, bukan tempat buat bully kayak gitu" kata Chika mempertegas

"Gue setuju, kalo kita diem aja masalah ini gak akan selesai" Wisnu pun ikut mendukung

Arslan menghela napas, ia bersyukur walaupun kelasnya kelas gila tapi rasa kekeluargaan masih sangat kental satu sama lain. "Gue dan Deka kemaren udah mulai tanya ke beberapa anak kelas 10. Ada beberapa yang bilang kalau setelah dari toilet Icha langsung ke atas. Terus mereka gak tau apa-apa lagi" kata Arslan

"Itu aneh banget Lan, kalau pun emang Icha langsung naik bukannya kita langsung lihat dia ya?" tanya Vania

"Gue juga mikir kayak gitu, setelah gue cek CCTV gue emang lihat dia naik ke lantai atas tapi setelah itu gue gak lihat dia di lantai atas ini" kata Arslan

"Lah terus? Emang Icha bisa ilang gitu aja?" tanya Barry bingung

"Tapi ada yang aneh, waktu gue lihat CCTV anak kelas 12 bergerombol naik beberapa menit kemudian. Lo semua ngerasa aneh gak sih?" tanya Arslan yang diangguki oleh seluruh anak IPA 1.

"Lo udah lihat CCTV di lantai tiga?" tanya Romeo

Arslan mengangguk "Tapi tetep gue gak lihat Icha disana" kata Arslan

"Lo punya videonya Lan?"

"Ada di Deka, bentar gue coba hubungi dia dulu" ucap Arslan

Beberapa saat setelah Arslan menghubungi Deka, cowok itu datang bersama Vero dan Denis. Deka memberikan flashdisk pada Arslan, dan izin bergabung bersama dengan yang lain untuk ikut menonton. Kalau mereka bersama-sama, teka-teki permasalahan ini kemungkinan besar bisa diketahui. Karena jika hanya satu orang yang berpikir belum tentu masalah ini akan selesai.

My Boy (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang