Oca menatap penuh bahagia melihat kucing yang ia titipkan pada Deka sudah sedikit membesar. Warna bulu abu-abunya membuat Oca jatuh cinta pada kucing itu. Untuk pertama kalinya Oca punya peliharaan, walaupun tidak sepenuhnya ia rawat sendiri.
Kucing bernama Koko itu sedang bergelung dikaki Oca yang duduk lesehan dilantai, Oca sendiri mengelus bulu-bulu halus Koko untuk memberikan kenyamanan pada kucing tersebut.
"Tidur?" tanya Deka, ia tadi pamit kedalam membuatkan minum untuk Oca
"Gak tau, tapi gemes banget. Dia gulung-gulung kayak gini huhu" Oca semakin mengelus Koko untuk memberikan kenyamanan
Deka meletakkan minuman yang ia buat di meja, lalu ikut duduk lesehan bersama Oca. Matanya menatap Koko dan Oca tajam, geli sendiri melihat cewek yang beberapa hari lalu ganas sekali sekarang malah bertekuk lutut dihadapan kucing abu-abu ini.
"Gue lebih gemes ke lo sih" kata Deka, Oca yang mendengarnya langsung terdiam tak lagi mengelus Koko.
Koko yang masih ingin di elus akhirnya berpindah ke pangkuan Deka, hingga kucing tersebut kembali mendapatkan elusan yang membuatnya nyaman. Disisi lain Oca sedang mengatur jantungnya yang makin menggila tak karuan.
Ia heran sendiri cowok berwajah datar ini bisa-bisanya membuat Oca sampai seperti ini. Padahal ia dulu tidak terlalu suka pada Deka, tapi sekarang malah sebaliknya. Berdekatan dengan Deka membuat Oca selalu salah tingkah.
"Kok diem?" tanya Deka, senyuman tipis ia berikan pada Oca yang menatapnya
"Lo kenapa sih?" Deka mengerutkan alisnya, tidak mengerti maksud pertanyaan Oca
"Lo kenapa kok beda gitu sama gue"
Deka menghela nafas, Vero memang berulang kali memberitahukannya jika Oca ini tipe cewek kurang peka. Jadi harus extra sabar untuk berhadapan dengan Oca. "Kenapa bisa mikir gitu?"
"Ya kita kan awalnya gak saling kenal, malah gak pernah deket juga. Terus lo dulu kalo ketemu gue mukanya tuh macem es, gak ada cerah-cerahnya. Gue kan jadi bingung, gak salah apa-apa juga sama lo. Eh sekarang tiba-tiba lo berubah gini" kata Oca panjang
Deka akhirnya berhenti mengelus Koko, ia menatap tajam ke arah Oca lalu mengelus kepala Oca. "Jangan bikin gue baper" cicit Oca pelan, enggan menatap Deka.
Senyuman terbit diwajah Deka, ia gemas sendiri melihat cewek dihadapannya ini sedang malu-malu kucing. Padahal kalau dipikir-pikir kucing juga gak mau disamain dengan Oca.
"Gak papa karena gue gak mau baper sendirian" Oca langsung menatap Deka, cowok itu benar-benar tersenyum manis kearahnya. Semakin menambah panas dipipi Oca.
"Yuk gue anter pulang, udah sore" ajak Deka akhirnya, Oca hanya menurut saja. Ia seakan kehilangan arah, hanya mengikuti langkah Deka saja.
"Lo baper?" tanya Oca tiba-tiba saat hendak naik ke motor Deka, Deka menoleh ke arah Oca masih tetap dengan senyuman memikatnya.
"Menurut lo gimana? Gue gak akan berusah deket sama lo kalau gue gak baper" bluush Oca sudah tidak tau bagaimana bentuk wajahnya sekarang, ia sudah bisa menebak semerah apa wajahnya dihadapan Deka yang sekarang terkekeh geli melihatnya.
"Yuk naik, keburu malem. Gue gak mau dicap cowok jelek sama orang tua lo" Oca buru-buru naik untuk menyembunyikan wajahnya dari Deka, jantung Oca rasanya sudah tidak karuan berdebarnya.
Oca ingin berteriak, tapi ia tahan agar tidak semakin menambah malu dirinya dihadapab Deka. Ia tidak pernah menyangka, kalau cowok berwajah datar ini bisa membuat Oca jadi salah tingkah macem kucing begini. Kalau ini cuma mimpi, Oca gak mau bangun. Karena mimpinya terlalu asik untuk Oca lepas begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boy (TAMAT)
Teen FictionOca gak begitu suka sama ketua ekskulnya, tapi dia mau gimana kalau ditunjuk jadi sekertaris ekskul. Gara-gara sahabatnya yang jahil, membuat Oca mau tak mau dekat dengan Deka. Kalau kata orang benci bisa jadi cinta, jadi gimana kalau misalnya Oca y...