Bab 16. Sepotong Harapan

3.2K 596 29
                                    

Dilarang menyalin, menjiplak sebagian atau pun keseluruhan isi cerita dan mempublikasikannya tanpa seizin saya.

.

.

.

Hai ... ternyata cerita ini ada yang tunggu juga yak. Xixixi....

Dan akhirnya bisa double update walau sebenernya ini mata sudah lelah banget. Jadi mohon untuk dimaklum kalau typos-nya parah dan teramat pendek babnya. Hahaha!

Thx untuk Naif yang lagunya menemani saya menulis bab ini. Wkwkwkwkwk ....

Happy reading!

.

.

.

Bab 16. Sepotong Harapan

.

.

.

Jung Woo berusaha untuk tetap tenang walau jauh dalam dirinya dia merasa panik. Ia mengendarai mobil Bentley hitamnya dengan kecepatan tinggi. Beruntung kamera cctv yang terpasang di sisi taman Kediaman Keluarga Hong merekam saat Tiffany dan empat orang pria bertubuh besar memasukkan Eve yang tidak sadarkan diri ke dalam sebuah mobil SUV. Berbekal nomor polisi mobil tersebut, Jung Woo memerintahkan salah satu anak buahnya untuk melacak kemana mobil SUV itu pergi.

Lewat telepon genggam, pria itu memberi perintah-perintah baru kepada anak buahnya yang lain. Jung Woo melempar telepon genggam setelah selesai memberi intruksi. Umpatan kasar meluncur mulus dari mulutnya. Sial. Andai saja dia bisa menemukan Eve lebih cepat, wanita itu pasti sudah aman saat ini.

Mobil Bentley melesat, membelah jalanan ibu kota yang cukup lenggang, malam ini. Salju yang turun membuat jalanan sedikit licin. Sebuah laporan masuk lewat telepon genggam Jung Woo. Dengan intruksi efisien dia memberi perintah baru untuk segera dilaksanakan anak buahnya.

Perlu waktu hampir setengah jam hingga akhirnya mobil yang dikendarai Jung Woo berhenti di basement sebuah hotel ternama di Seoul. Pria itu menggertakkan gigi. Dia tidak akan melepaskan orang yang menjadi otak dibalik rencana jahat terhadap Eve.

Jung Woo segera keluar dari kendaraannya, melesat turun menuju lift. Ia menunggu dengan tidak sabar, hingga akhirnya pintu lift terbuka. Jung Woo naik ke lantai satu, menuju lobby, lalu melenggang naik menuju lantai yang dituju setelah menunjukkan kartu VIP yang ia miliki.

Lift lain membawanya naik ke lantai tiga puluh. Ekspresinya tidak terbaca saat dia masuk ke dalam kamar dimana sepuluh orang anak buahnya telah menunggu. Empat orang pria bertubuh besar tadi sudah dilumpuhkan, tergeletak dengan menyedihkan di atas lantai.

Tatapan Jung Woo tertuju kepada seorang pria yang berbaring, terikat di atas ranjang. Pria itu terus mengerang, terlihat kesakitan. Sebuah kamera dipasang di depan ranjang, siap untuk merekam apa yang akan terjadi di atas ranjang.

"Dia salah satu gigolo terkemuka dari Rumah Pelacuran Star," lapor seorang anak buah Jung Woo. Pria itu berperawakan kecil, tapi terlihat gesit dan cakap. "Dia meminum obat perangsang dengan dosis tinggi. Siapapun yang menjadi partner seksnya pasti akan sangat menderita."

Jung Woo menggertakkan gigi. Darahnya memanas hingga rasanya dia ingin membunuh seseorang. "Apa kalian berhasil membawa dia?"

"Hyul berhasil membawa wanita itu," terang Bin. "Wanita itu dalam kondisi mabuk dan nyaris tidak sadarkan diri."

"Pastikan dia berada di tempat ini!" kata Jung Woo, tenang. "Lepas pria itu setelah wanita itu tiba. Dia harus dihukum untuk kejahatannya."

"Kami mengerti," jawab Bin. "Apa kami perlu merekamnya?"

Jung Woo menggelengkan kepala. "Ambil beberapa foto dan pastikan saja wanita itu menuai apa yang sudah ditaburnya!"

"Kami mengerti!" jawab Bin penuh hormat sementara Jung Woo berbalik pergi meninggalkan kamar itu menuju kamar suite tempat Eve diamankan oleh anak buahnya.

.

.

.

Erik, Daniel, Sam dan Jae Yong akhirnya bisa bernapas lega setelah Jung Woo menghubungi Daniel dan memberitahunya jika Eve sudah ditemukan dan berada dalam lindungan pria itu saat ini. Kengerian hebat yang merambati mereka perlahan mengurai.

"Dimana Eve sekarang?" Erik bertanya, terdengar gusar. Sesekali ia melirik ke arah tiga orang pria lain yang menunggu sama tidak sabarnya. "Kami akan menjemputnya pulang."

Ia terdiam, menunggu Jung Woo selesai bicara di ujung sambungan telepon.

"Apa maksudmu tidak perlu menjemput Eve?" Erik bertanya heran. "Bukannya aku tidak percaya kepadamu, tapi lebih baik Eve berada bersama kami." Ia berdecak, menyusurkan jemari ke sela-sela rambut hitamnya. "Hyung, sebenarnya apa yang kau sembunyikan?"

Eric kembali terdiam. "Baiklah, aku percayakan kakakku kepadamu, tapi tolong segera hubungi aku jika keadaan tidak terkendali."

Hening. Ketiga pria lainnya mendekat ke arah Eric, berusaha mencuri dengar pembicaraan antara dirinya dan Jung Woo.

"Jadi?" Sam bertanya setelah Eric menutup sambungan telepon. "Dimana nuna?"

"Bersama hyung," jawab Eric. "Hyung mengatakan jika untuk saat ini lebih baik nuna bersamanya. Seseorang ingin menjebak nuna."

"Apa hyung mengatakan pelakunya?" tanya Daniel. Ia melepas napas berat setelah Eric menggelengkan kepala. "Siapapun wanita itu, nasibnya sangat sial. Kakakku pasti memastikan dia menuai apa yang sudah ditanamnya."

Daniel menjeda untuk menarik napas panjang. "Kakak kalian akan aman bersama kakakku. Jadi sebaiknya kita pulang dan menunggu hingga besok. Hyung pasti akan menceritakan semuanya setelah situasi terkendali. Jangan khawatir, kakak kalian berada di tangan yang tepat."

.

.

.

Jung Woo berjalan menuju ranjang dimana Eve tidur, bergerak dengan gelisah di atas ranjang. Tiffany memasukkan obat tidur dan obat perangsang ke dalam minuman Eve hingga wanita itu tidak sadarkan diri.

Cahaya bulan menembus kaca kamar suite yang ditempati keduanya. Erangan Eve membuat Jung Woo yang tengah berdiri di depan jendela kaca besar menoleh, melirik lewat bahunya. Ia merasa serba salah saat melihat Eve mulai melucuti pakaiannya sendiri dan terus meracau, mengatakan tubuhnya sangat panas.

Dengan cepat Jung Woo berjalan menuju ranjang, menghentikan Eve untuk melucuti semua pakaiannya. Wanita itu hanya mengenakan pakaian dalam saat Jung Woo membopongnya ke dalam kamar mandi. Pria itu memasukkan Eve ke dalam bak mandi lalu memutar keran. Ia merendam tubuh Eve yang terus bergerak gelisah di dalam air dingin.

Kepala Jung Woo tertunduk dalam. "Aku akan melindungimu." Kalimat itu diucapkan dengan tenang. Ia bahkan tidak menyadari saat air mata jatuh dari kelopak matanya yang tertutup. Jauh dalam dirinya ia masih memiliki harapan jika Eve akan terus hidup, berumur panjang. Jung Woo masih memiliki harapan mereka menua bersama, saling menjaga. Ia mengingkan Eve menjadi ibu dari anak-anaknya. Keinginan itu masih ada di dalam hatinya. Jung Woo bahkan mulai rajin beribadah Hari Minggu dan berdoa dengan sungguh-sungguh demi kesembuhan wanita yang dicintainya.

Ia tahu, dia bukan umat yang taat, tapi Tuhan Maha Pemurah, bukan. Jung Woo yakin doanya akan didengar dan dikabulkan.

Erangan Eve masih terdengar walau kedua matanya terpejam erat. Reaksi obat perangsang itu mempengaruhinya dengan dahsyat.

Jung Woo duduk di atas lantai dingin. Tangannya menggenggam erat tangan Eve. "Aku akan melindungimu hingga maut memisahkan kita," bisiknya penuh janji.

.

.

.

TBC

TAMAT - Lavender DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang