[03] Gawat, Jatuh Cinta!

2.6K 252 13
                                    

Apa kabar, Ukhti?  Eyaaak. Nulis kisah ini rasa balek kampus lagi diri ini. Kangen jadi mahasiswa. 🤣🤣

Yang satu almamater dengan Kasev ngacung doooong!  🙏🙏

🔆🔆🔆

Tidak terasa UAS telah berlalu. Waktunya liburan ke rumah Nenek. Aku masih menjadi penguntit kendati kini telah mengetahui namanya. Bulan-bulan telah berlalu, tapi aku tidak melakukan progres apa-apa. Siapa juga yang berharap aku menjadi seorang agresif yang mengejar-ngejar Zahfiyyan? Aku lebih condong ke penganut cinta dalam diam.

Ya, cinta. Kurasa aku tidak lagi hanya naksir saja. Perasaanku semakin lama terus meningkat. Ibarat kaktus yang tetap hidup meskipun tidak ada hujan yang memberinya makan. Setiap hari akan tumbuh, bukannya mati. Perasaanku tak ubahnya seperti tumbuhan itu. Jangan kira ia akan hilang karena tidak dipupuk dan diberi minum. Yang ada dia semakin berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam.

Beberapa hari yang lalu saat ujian terakhir di gedung Mata Kuliah Umum, di sanalah aku memahami segalanya. Tanpa sengaja aku berpapasan dengannya. Zahfiyyan berjalan terburu-buru menaiki anak tangga. Dia tidak melihatku. Tentu saja. Dari dulu, akulah yang selalu memperhatikannya. Selalu menyadari keberadaannya.

Malam sebelum pertemuan itu, aku memikirkan dia. Sebenarnya hampir setiap malam aku mengingat dirinya. Ya Allah, aku tahu itu dosa saat aku terlalu banyak memikirkan lelaki yang bukan halalku.

”Aku pasti akan merindukan dia pada libur semester ini.” Begitulah yang ada di dalam kepalaku.

Liburan kuliah selama tiga bulan yang biasanya kusambut dengan senang, kali ini berbeda. Aku merasa takut tidak dapat melihat dia. Aku ingin tidak ada hari libur sehingga dia tetap bisa kulihat setiap hari. Saat membayangkan aku tidak bisa melihat wujudnya selama liburan mendatang, aku merasa sedih.

Aku sudah kronis memang. Kenapa bisa sih naksir orang sampai seperti ini? Aku tahu tidak baik memikirkan lawan jenis yang bukan mahram. Perbuatan itu banyak menimbulkan mudarat.

Setelah insiden papasan yang nyaris tabrakan itu, aku berjalan gontai ke ruangan ujian Profesi Kependidikan. Soal-soal yang kubaca berputar-putar, membentuk suatu lingkaran yang akhirnya berubah menjadi wajah Zahfiyyan Sharnaaz.

Gawat!

Aku tidak konsentrasi sama sekali mengerjakan ujian. Semua karena lelaki itu. Apa yang harus kulakukan kalau dia membuatku terus-terusan seperti ini? Apa sih obatnya agar aku kembali menjadi Zura yang biasa? Apa yang harus kuperbuat agar dia pergi dari kepalaku? Aku hampir gila memikirkan semua itu. Hingga aku sampai pada suatu kesimpulan. Aku telah jatuh cinta.

”Mukanya cemberut banget sih, Ra? Bukannya mau liburan? Biasa juga senang,” sapa Kak Naila yang baru kembali dari kamar mandi dan mampir ke kamarku. Aku sedang beres-beres pakaian yang akan kubawa pulang kampung.

”Lagi pusing aja, Kak.”

”Kakak liburnya dua minggu lagi. Kamu pasti belum balik saat Kakak pulang, ‘kan? Jadi kamu mau dibawain oleh-oleh apa nanti dari Bengkulu?”

”Pempek lenjer aja yang banyak. Nanti bikinkan aku lenggang yang enak.”

Kak Naila mengacungkan dua ibu jarinya. ”Beres itu mah. Mau dibantu nggak?” tawarnya melihat tumpukan baju yang akan kukemas ke dalam tas.

”Cuciin baju aku dong, Kak.”

”Males!” Dia masuk ke kamarnya sambil mengomeliku. Aku tertawa sedikit menghilangkan suntuk yang mendera pikiran sejak tadi.

Zahfiyyan. Apa yang harus kulakukan? Kenapa akhirnya jadi separah ini merindukan dia? Padahal, awalnya aku hanya suka biasa saja. Sekarang rasanya ingin selalu melihat dia. Ah, aku tidak bisa seperti ini terus. Kalau perasaan ini hanya membuatku resah, lebih baik aku tidak pernah mengetahui siapa dia. Tidak usah mengagumi lakonannya dalam pentas drama.

Zura Salah Gaul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang