[21] Saya Terima Nikahnya

3.8K 269 29
                                    

Ciyeeee judulnya...


[21] Saya Terima Nikahnya

"Ra, umi Zahfiyyan menunggu di depan."

Mama mengguncang-guncang tubuhku yang masih terbalut selimut pink kesayangan. Perlahan kubuka mata yang sangat mengantuk. Sejak keputusan menerima lamaran—paksa—Zahfiyyan, aku dibuat sibuk oleh berbagai hal. Mulai dari mami Tayara yang mengajakku memilih undangan, makanan, pelaminan—konsep adat Minangkabau tetap digunakan—hingga pakaian.

Untuk konsep adat Minang, Umi Runa dan Mami Rana telah sepakat memakai pelaminan dan baju pengantin milik Uni Habibah. Keputusan itu diangguki oleh Mama dan Nenek yang juga mengenal keterampilan tangan wanita itu dalam merias pengantin Minang.

Hari ini, kedua ibu Zahfiyyan akan membawaku ke butik untuk mencari gaun pengantin yang akan kugunakan pada malam resepsi. Mengingat bahwa aku akan melakukan pesta yang sangat panjang telah membuatku lelah sebelum dimulai.

Akad nikah akan dilangsungkan pagi sebelum walimatul ursy. Aku ingin semuanya dilaksanakan seringkas mungin. Namun, faktor keluargaku dan Zahfiyyan yang berdarah Minang murni, mengharuskan kami mengikuti prosesi adat malam bainai hingga malam baetong yang menghabiskan waktu satu hari satu malam.

"Zura!"

Suara maminya Tayara mengejutkanku sehingga dengan cepat melompat dari tempat tidur. Aku melesat ke kamar mandi begitu Mami Rana tiba di pintu kamar.

Setelah pakaian yang cukup rapi terpasang di tubuh berisi ini, aku menemui mami dan umi Zahfiyyan di ruang tamu. Keduanya sedang mengobrol santai bersama Mama dan Nenek.

Kenapa Mama dan mami Tayara bisa seakrab itu seolah tidak ada hubungan antara mantan istri dan istri? Aku berdecak kagum lalu ikut bergabung dengan mereka.

"Nah kita berangkat sekarang? Fara ikut kita?" tanya Umi Runa kepada Mama.

"Kalian saja yang pergi."

"Ayolah ikut, Kak, kita cari bersama-sama."

Betul. Sebaiknya Mama ikut karena aku ingin ditemani oleh Mama juga. Akan canggung nantinya jika aku bersama keluarga Zahfiyyan saja. Meskipun mereka baik, sih.

"Kalian saja, aku menunggu di rumah. Iya 'kan, Bu?"

"Kalau gitu, kami bawa Zura sebentar ya, Fara," kata Umi Runa lagi.

"Bawa saja dan ... hati-hati! Nanti dia tidur lagi," sindir Mama.

Kami tiba di jajaran ruko yang menjual pakaian pengantin. Mataku seketika segar saat mobil berhenti di depan sebuah toko dengan dinding kaca, menampilkan gaun pengantin dengan warna kesukaanku. Saat tengah terpana itulah, aku ditinggal oleh Mami dan Uminya Zahfiyyan yang lebih dahulu masuk ke toko.

Kakiku secara otomatis melangkah ke dalam butik yang memajang gaun tadi.

"Selamat siang, Kak. Saya Isya, ada yang bisa kami bantu? Kakak menginginkan pakaian pengantin yang model apa?" tanya seorang wanita cantik dengan dress gold. Telunjukku spontan mengarah kepada gaun yang sejak tadi seolah memanggil-manggil untuk dipakai.

Isya menarik tanganku kepada pakaian yang kutunjuk. "Yang ini, Kak? Ini cocok sekali untuk Kakak. Kita coba sekarang?"

"Lho, Zura ditungguin di dalam sana, eh, ternyata nyasar ke mari."

Aku melihat Mami Rana tergopoh datang bersama Umi Runa.

"Zura suka gaun yang mana?" Umi Runa memperhatikan gaun di toko ini.

Zura Salah Gaul (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang