Pindah

1.5K 34 0
                                    

Caca merengut tak mau sedikitpun menoleh pada Risa. Ia masih merajuk. Tak setuju Risa pindah. Tapi ia paham pertimbangan yang diberikan Risa.
"Kuliah nanti aku akan punya teman. Biasanya nanti saling berkunjung ke rumah masing masing. Aku tak mau membawa mereka ke Lotus (Tower tempat tinggal Risa)."
Risa berniat pindah ke apartemen lamanya. Lebih kecil tapi lebih dekat dengan kampus. Kiki telah menolak ajakannya tinggal bersama. Mungkin tunangannya tak setuju, batinnya. Tapi Risa tetap pindah. Tak mau jika nanti tamu tamunya selama ini bercampur dengan teman teman kuliahny.

Caca membuang nafas kasar lalu bangkit dari kursi kerjanya.
"Aku masih marah. Tapi aku ngerti maksud kamu. Aku cuma kesepian belakangan kamu tinggal," keluhnya. Caca membelakangi Risa. Memandang ke bawah dari kaca jendela ruang kerjanya. Ke arah restoran outdoor di lantai tujuh tower Rose.
Dirasakannya sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Pundaknya dicium lalu sebuah kepala menyandar disana. "Pacar pacarmu kemana," tanya Risa.
"Ada. " jawab Caca. "Aku kan hanya pulang ke apartemen lamaku," bela Risa. "Kita masih akan sering ketemu," tambahnya.

*******

Risa membelokkan arah mobilnya ke kiri masuk ke kompleks apartemen lamanya. Kali ini ia hanya menggunakan Honda Citynya. Dan akan tetap menggunakannya sebisa mungkin saat kuliah.
Membuka seatbeltnya ia mengajak gadis manis keluar dari mobil.
Menekan remote mengunci lalu menuju tower unitnya diikuti Kiki.
Apa dia kecewa, tanya Kiki dalam hati. Ia heran Risa tak menggandeng tangannya seperti biasa.
"Kak kapan pindahannya?" tanya Kiki mencoba memecah kebisuan.
"Udah." Jawab Risa singkat.
Ia tak sepenuhnya berbohong.
Apartemennya memang masih memiliki perabot lengkap. Juga baju bajunya. Hanya skin care dan printilan lainnya yang perlu dibawa. Bahkan brankas kecilnya masih berisi uang tunai disana. Ia memang kadang berkunjung untuk membersihkan. Juga Rere dan Caca.

Soal Rere dipercayakannya pada Caca. Mungkin ini bisa menjadi alasan mereka menata diri masing masing kata Caca. Risa manut. Caca berjanji kan selalu melaporkan jika Rere tak baik. Toh ini hanya pindah apartemen. Bukan pindah negara.
Risa memasukkan anak kunci ke lubangnya lalu memutarnya. Membuka pintu dan menekan saklar lampu di kanan pintu sebelum melangkah masuk. Jauh lebih kecil dibanding apartemennya selama ini, batin Kiki. "Itu kamarku. Itu kamar tamu." tunjuknya pada pintu di seberang kamarnya. Risa menuju kamar dimaksud dan membukanya.

"Kamu bisa pakai kalo perlu istirahat jeda antar jam kelas. Dekat dengan gerbang timur kampus, kamu keluar lewat situ. Pakai ojek online ada jalan tikus. Dari sini ke gerbang timur cuman perlu 4 menit." Risa lalu mengeluarkan sebuah kunci, meraih tangan kiri Kiki, dan meletakkannya disana. Risa tersenyum lalu maju selangkah. Senyum Risa membuat Kiki lega. "Jangan kecapekan. Kamu sudah capek mondar mandir rumah ke kampus." katanya sambil menyingkirkan helai rambut yang jatuh menutupi sebagian mata kanan Kiki. "Aku mungkin ga selalu nganter kamu pulang." Kini Risa menatap lembut mata Kiki. "Hati hati kalo kamu pulang sendirian."

Kiki mengangguk. Sebenarnya ia ingin menjawab dia sudah biasa pulang sendiri dengan angkot. Tapi ia tak mau membantah. Ia senang Risa memperhatikannya. Kiki tersenyum lalu memeluk Risa. " Makasih ya kak. Kak selalu baik ke aku," Risa kaget dengan pelukan Kiki. Tapi lalu balas dipeluknya erat tubuh Kiki. Diciumnya puncak kepala Kiki yang menempel di dadanya.
"Ayo cari makan." putusnya. Ia harus sabar menahan diri agar tak berbuat macam macam dengan Kiki saai ini. "Kita jalan aja ya ke mall depan. Sekalian belanja isi kulkas." Ada mall kecil di dekat apartemen. Hanya 2 lantai tapi cukup untuk berbelanja kebutuhan dapur.

Kiki mengangguk tersenyum. Mereka kini beriringan berjalan kaki menuju mall dimaksud. Risa masih tak menggandeng tangan Kiki membuatnya bertanya tanya dalam hati. Padahal ia sudah sengaja menyentuh jemari Risa tapi Risa tampak mengelak. Akhirnya Kiki menyerah. "Kak ternyata angkatanku bikin acara makrab khusus fakultas sastra," Kiki bercerita sambil berjalan. Mallnya dekat. Tapi terik matahari membuat pejalan kaki memang lebih cepat lelah. "Kapan?" tanya Risa terua melangkah tanpa menoleh ke arah Kiki. "Weekend depan." Kiki menjawab. "Dimana? Acaranya ngapain aja? Kamu ikut?" Risa kini menoleh padanya. Kiki tersenyum.Sudah tidak dingin lagi Risa sekarang. "Pengen ikut." Kiki melirik Risa ragu. "Kak mau temani?" keluarlah kalimat yang membuat Risa senang.

First girlfriend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang