"Sudah cukup aku mengulur waktu dengan Amara. Semuanya sudah selesai. Kasihan, kalau Amara terus menunggu. Aku yakin, keputusan aku tadi sudah benar!". Ucap Randi meyakinkan dirinya sendiri.
Sedikit lega, itu yang dirasakan Randi saat ini. Jika saja dia berani bicara lebih awal, pasti belum memberikan harapan besar pada Amara. Dan tidak seberat tadi ketika berbicara. Tapi, tetap saja, pikiran tentang Amara belum sepenuhnya hilang. Hatinya pun masih dirundung rasa bersalah. Ketika berdialog dengan dirinya sendiri kinilah, dia bisa terbuka. Randi tidak bisa membohongi, ada secuil hati untuk Amara.
**
Rasanya melelahkan malam ini, Randi seperti baru saja selesai bertarung dengan konflik yang selama ini berkecambuk dalam hati dan pikirannya. Sama seperti Amara, dia pun butuh menenangkan diri. Menghapus rasa bersalah dan menyadarkan diri bahwa setelah ini, semuanya akan sangat berbeda.
"Huh... Fokus! Udah cukup aku mikirin Amara. Aku harus fokus dengan rencana yang udah ada di depan mata. Masa depan aku sudah menunggu!".
Helaan napas Randi menggambarkan sebagian masalah telah terlepas darinya. Randi sejenak merebahkan badannya di atas di kasur busa dengan sprei berwarna abu-abu, warna favoritnya. Dia lepas kacamata half frame-nya, diletakan di samping kanan. Makin lama, matanya mulai terpejam. Hening kini di kamar apartment Randi yang berada di kawasan bagian timur Jakarta. Di kota ini, dia hidup sendiri. Orangtuanya menetap di luar pulau Jawa, ayahnya seorang pegawai BUMN yang memiliki jabatan tinggi. Sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Bisa dibilang, Randi berasal dari keluarga yang berkecukupan, tidak kurang secara materi, tapi tidak membuatnya tumbuh menjadi lelaki yang ketergantungan dengan keluarga.
Sejak lulus SMA, Randi memutuskan untuk kuliah di luar kota, menyelesaikan S1 di salah satu kampus terbaik di kota Bandung dan melanjutkan S2 di negeri sakura. Randi memiliki jiwa yang bebas, pemikiran yang luas dan selalu memandang segala hal dengan logika. Lelaki pekerja keras yang cerdas. Kegigihannya dalam bekerja sudah dibuktikan dengan memiliki jabatan menjanjikan, Assistant Manager muda. Rasanya, tidak ada wanita yang menolak jika diajak untuk berkencan dengan lelaki seperti Randi. Muda, memiliki karir yang bagus. Tapi, lelaki ini memiliki hati yang dingin. Ditambah dengan idealisme yang tinggi. Tidak mudah untuk meruntuhkan pemikirannya yang keras, kecuali lawan bicaranya sudah tahu celah untuk bisa meluluhkan hati si lelaki introvert ini.
Handphone Randi berdering. Mata Randi yang baru saja mulai terpejam pun kembali terbuka. Dia terbangun, meraih handphone yang ada di meja dekat kasur. Dia kenakan lagi kacamata. Sebuah pesan singkat masuk.
Randi menutup jendela pesan singkat dengan ibunya, masih menatap layar handphone. Dia sengaja membuka pesan singkatnya dengan Amara. Terakhir, lima jam yang lalu Randi dan Amara saling berkirim pesan singkat, benar-benar pesan singkat sesungguhnya.
"Maafkan aku Amara. Aku enggak berani untuk mengatakan hal sebenarnya". Gumamnya.
Randi menutup jendela pesan singkat dengan Amara. Mengabaikan rasa untuk Amara. Baginya Amara kini adalah masalalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REWIND [ON GOING]
RomanceAmara bertarung dengan rasa cinta dan sakit hati setelah penghianatan besar yang dilakukan Randi. Tapi, lelaki itu kembali! Haruskah Amara membalaskan dendam sakit hatinya atau meluluhkan semuanya demi cinta? "Aku nggak pernah memaksa kamu untuk mem...