"Mau nonton apa?" tanya Sejeong sedikit berteriak.
Tangan kirinya bergerak mengutak-atik remote smart tv di hadapannya, memilih film yang akan ditontonnya. Kedua sikunya sudah bertumpu pada bantal sofa di pangkuannya. Tak lupa tangan kanannya menyomot keripik singkong yang ada di toples.
"Terserah," jawab Daniel dari arah dapur. Tidak mengalihkan atensinya pada popcorn yang tengah dimasaknya. "Asal jangan nonton horor."
Bisa Daniel dengar tawa Sejeong menanggapi jawabannya. "Kamu ga suka film horor?"
Pertanyaan itu, Daniel memilih untuk tidak menjawab.
"Baiklah. Kalau begitu kita pilih film horor terbaru!" seru Sejeong. Tangannya semakin aktif menekan tombol remote. "Film horor biasanya membuat suasana lebih romantis. Sepakat?"
Lagi. Tak ada jawaban dari arah dapur.
Tak lama, Daniel kembali dengan mangkuk besar di tangannya berisi popcorn yang menggunung.
Tepat setelah laki-laki itu mendudukkan dirinya di samping Sejeong, perempuan itu sudah meletakkan remote di meja. Televisi pun mulai menampilkan tayang awal dari film yang Sejeong pilih.
"Film apa ini? Jadi nonton horor?"
Sejeong hanya mengendikkan bahunya menjawab pertanyaan Daniel seraya mencomot popcorn yang baru saja Daniel letakkan di meja menemani toples keripik singkong yang tadi dimakan Sejeong.
"Tonton saja."
Layar televisinya mulai memunculkan tayangan awal dari film. Keduanya mulai hening. Daniel sudah tidak peduli dengan jenis film yang dipilih Sejeong, hanya saja ia tetap was-was. Khawatir jika Sejeong benar-benar memilih film horor.
Lima belas menit berlalu, Daniel cukup lega karena tidak ada satu pun tayangan yang mengarah pada hal-hal yang menyeramkan. Justru ia menangkap jenis drama yang lebih banyak ditayangkan.
Tubuhnya cukup rileks, menyandarkan punggungnya, dengan tangan kanannya yang terbentang di atas sandaran sofa.
Tubuh Sejeong yang sedari tadi condong ke depan pun akhirnya ikut bersandar bersama Daniel.
Tanpa ragu, tangan Daniel merangkul bahu kecil milik Sejeong membuat perempuan itu menyamankan posisi duduknya agar semakin mendekat dan bersandar di dada bidang milik Daniel.
Tidak ada satu pun dari keduanya yang merasa tidak nyaman dengan posisinya. Keduanya justru semakin fokus pada film.
Sejeong merasakan jari-jari Daniel mengusap lembut bahunya. Degup jantung yang ia dengar pun terasa seirama dengan miliknya.
Nyaman. Itu yang Sejeong rasakan saat ini, tanpa sedikit pun rasa canggung, mengingat keanehan yang ia rasakan sebelumnya atas kehadiran Daniel yang tiba-tiba.
Benar firasat Daniel, perempuan yang tengah dirangkulnya itu tidak benar-benar memilih film horor, justru Sejeong memilih film drama romantis yang sekarang berhasil membuat tubuhnya meremang akibat tayangan romantis dari film tersebut.
Bukan. Tayangannya masih dikatakan wajar, tidak menjurus pada konten terlarang. Hanya saja, kecanggungan yang terjadi beberapa hari lalu membuat intensitas sentuhan dengan Sejeong pun berkurang. Rasanya sudah cukup lama Daniel tidak menyentuh perempuan berstatus istrinya itu akhir-akhir ini.
Adegan romantis yang diperankan oleh pelaku film itu juga membuat Sejeong tidak nyaman. Perempuan itu terus menerus membetulkan posisi duduknya, kepalanya yang bersandar di dada Daniel terus bergerak, cukup menggelikan bagi Daniel.
Tanpa mengalihkan fokusnya pada layar televisi, alih-alih membantu Sejeong menyamankan kembali posisinya, tangan kiri Daniel meraih tangan kanan Sejeong supaya melingkar di pinggangnya. Tanpa ragu, tangan Sejeong yang lainnya masuk ke bagian belakang Daniel, berakhir dengan dirinya memeluk laki-laki itu dari samping.
Fokus Sejeong sedikit memudar saat berulang kali merasakan kecupan-kecupan ringan di puncak kepalanya. Rambutnya pun dielus dengan lembut.
Manik matanya pun berpindah pada Daniel dengan mengadahkan kepalanya. Laki-laki itu pun berhenti mengecup puncak kepalanya.
Kedua pasang mata itu kini sudah tak lagi pada layar televisi. Bayangan dirinya di mata lawannya itu lebih menarik dibandingkan adegan di layar televisi. Terlebih keduanya berhasil membuat debaran aneh tak terkontrol nan menyenangkan.
Entah siapa yang mendahului, kini bibir keduanya sudah saling bertaut, bahkan mengecap satu sama lain. Mereka sudah tidak peduli dengan tayangan di televisi.
Bagi Daniel, ciuman itu terasa baru meski ia masih mengingat saat mencium Sejeong di altar. Daniel juga masih ingat terakhir kali perempuan itu menciumnya selepas bangun tidur sebelum kejadian aneh menyerang Sejeong.
Tetapi bagi Sejeong yang masih belum mengingat apapun, rasanya benar-benar menakjubkan. Meski ia hampir saja kehabisan napasnya, ia tak ingin melepas pagutannya. Sejeong tak ingin cepat berakhir. Ia ingin menyimpan perasaannya saat ini untuk ia ingat selamanya.
Daniel lebih dulu melepas pagutannya. Ia butuh udara sebanyak-banyaknya.
Dengan napasnya yang terengah dan matanya yang terpejam, laki-laki itu menyatukan keningnya dengan kening Sejeong. Ibu jarinya mengusap lembut sudut bibir perempuannya.
"Ingat aku secepatnya. Ku mohon."
Kalimat itu terdengar pelan, bahkan suara televisi lebih unggul terdengar. Namun Sejeong masih bisa fokus pada permohonan laki-laki di hadapannya.
Mata sayunya menatap Daniel. Kedua tangannya menangkup rahang tegas milik Daniel, mengusapnya lembut hingga kedua tangannya itu berakhir mengalung di belakang kepala Daniel.
"Maaf." Sejeong meremas lembut rambut bagian belakang Daniel. "Tapi kau boleh memperlakukanku selayaknya istrimu."
Kedua mata Daniel pun terbuka tepat saat Sejeong mengecup bibirnya pelan. "Aku mengijinkanmu."
Tanpa pikir panjang, Daniel kembali menautkan bibirnya dengan bibir Sejeong seraya mengangkat tubuh perempuannya dalam pangkuan.
Keduanya benar-benar mengabaikan tayangan televisi. Sudah tidak peduli dengan adegan sang pemeran utama yang tengah menangis histeris, entah karena apa.
Yang jelas, Sejeong yang menurut Daniel tidak pernah menunjukkan bahkan menolak untuk diperlakukan romantis, malam itu bisa jadi hal yang teromantis yang Daniel dapatkan.
Oh, tentu saja Sejeong pun merasa malam itu sangat romantis bersama Daniel. Sejeong benar-benar tak ingin melupakannya.
AUTHOR
heavenable | 2019

KAMU SEDANG MEMBACA
AUTHOR ; ksj-kdn
Fiksyen PeminatBagi seorang penulis, berhalusinasi itu hal yang biasa 'kan?