7

222 35 6
                                    









Tubuhnya terlonjak kaget bersamaan dengan kedua matanya yang sontak terbelalak.

Sebisa mungkin ia meraup udara sebanyak-banyaknya, napasnya memburu luar biasa.

Tubuhnya pun menegang, gelenyar panas menghinggapi seluruh organ tubuhnya. Rasanya seperti demam, tetapi bukan itu. Terlalu sulit untuk Sejeong jelaskan.

Di tempat duduknya, kursi kerjanya saat ini, Sejeong menaikkan kedua kakinya, kemudian menekuknya dengan kedua tangan yang memeluk tubuhnya yang kini meringkuk.

Ia tidak mengerti alasan apa yang membuat tubuhnya terasa aneh seperti saat ini.

Seingatnya, semalam ia tengah kebingungan memikirkan plot untuk projek novel terbarunya. Kemudian ia tertidur di meja kerjanya.

Tetapi apa yang terjadi sekarang? Bangun dari tidurnya itu tiba-tiba tubuhnya berdesir hebat.

Suhu di dalam rumah kecilnya itu seolah naik.

Apa sekarang sudah masuk musim panas?

Dengan tubuhnya yang meringkuk itu, kedua bola matanya tidak berhenti bergerak menyusuri ruang rumahnya, sebanyak yang bisa ia jangkau.

Sekarang rasanya Sejeong ketakutan setengah mati akibat dari kondisi tubuhnya yang seketika tak biasa.

"Apa yang aku lakukan semalam?" gumamnya dengan mulut yang tertutupi oleh kedua lututnya. "Kenapa tiba-tiba jadi begini?"

Sejeong bahkan tidak ingat bunga tidur seperti apa yang hinggap semalam.

Pikirannya benar-benar tidak memberi sinyal apapun tentang yang terjadi saat ini. Tak terbayang apapun. Sedikit pun.

Ini pertama kalinya Sejeong rasakan selama bertahun-tahun ia berkutat dengan projek-projek novelnya. Dari keempat novel yang sudah rilis lebih dulu, baru kali ini Sejeong merasa banyak kejadian aneh yang menghampirinya di tengah-tengah kebuntuan idenya.

Masih dengan napasnya yang memburu disertai debaran dadanya yang bergemuruh hebat, Sejeong kembali memejamkan mata. Mencoba untuk menghilangkan keheranannya, berharap tubuhnya kembali tenang.

Perempuan itu mencoba mengatur napasnya dengan teratur. Namun rasa penasaran kembali hinggap, membuatnya kesulitan untuk bersikap tenang dan berteman dengan situasi.

Selama beberapa tahun Sejeong tinggal sendiri, tidak pernah ia merasa gelisah seperti ini.

"Apa ada orang yang menerobos masuk?" Sejeong kembali menggumam seraya membelalakkan matanya. Sekarang pikirannya semakin dipenuhi dengan pikiran negatif.

Kakinya pun kemudian turun dari kursi. Tubuhnya tak lagi meringkuk.

Perlahan Sejeong mulai beranjak dari tempat duduknya.

Tungkai kakinya bergerak dengan langkah ketakutan. Khawatir kalau-kalau memang benar ada penyusup di dalam rumahnya.

Sepanjang perjalanannya menuju kamar, ia tidak menemui kejanggalan apapun. Dapurnya aman, tidak berantakan sedikit pun, hanya ada satu piring bekas miliknya di tempat pencucian piring yang belum sempat ia cuci. Sejeong juga tidak merasa kehilangan apapun di ruang tengahnya.

Lagi pula dia tidak memiliki barang berharga yang terlampau mahal nilainya.

Tetapi tetap saja, Sejeong masih takut.

Tangannya perlahan membuka pegangan pintu kamarnya. Khawatir ada sesuatu yang tiba-tiba mengejutkan dari dalam kamar.

Dahinya mengernyit.

Tubuhnya kembali menegak.

Sejeong tidak menemukan hal-hal yang membuatnya khawatir.

Fakta yang ia dapatkan sendiri itu cukup berhasil membuatnya sedikit tenang.

Tetapi tetap saja, ia masih penasaran atas penyebab kondisi tubuhnya yang mendadak aneh.

Apa gara-gara mimpi? Memangnya semalam aku mimpi apa sampai sebegininya?

Dengan bingung ia pun kembali berbalik menuju tempat kerjanya. Barangkali ia menemukan sesuatu di meja kerjanya yang mungkin terlewat oleh atensinya.

Benar saja. Sejeong melewatkan sesuatu.

Ada buku-buku berserakan di lantai, di belakang kursi kerja lebih tepatnya.

Sejeong jelas tahu, buku-buku itu miliknya. Catatan harian tentang curahan hatinya di masa lampau.

Tapi kenapa bisa berserakan di sana? Apa yang sudah ia lakukan dengan buku-buku itu?

Yang ia ingat catatan itu ia simpan dengan rapi di bagian paling bawah lemari yang ada di belakang kursi kerjanya.

Meski penasaran, tetapi Sejeong tak ambil pusing. Ia segera merapikan buku-buku tersebut.

Mungkin semalam ia berharap catatan itu bisa membangkitkan imajinasinya kembali. Begitu pikir Sejeong kira-kira.

Selesai memasukkan kembali bukunya ke tempat asalnya, Sejeong kembali mendaratkan bokongnya di kursi kerja. Ia mengusap kasar wajahnya sebelum akhirnya menghembuskan napasnya dan menarik kursinya mendekat pada meja.

Sambil berusaha mengenyahkan rasa penasarannya, Sejeong menyalakan komputernya.

Untuk kesekian kalinya ia terkejut dengan membelalakkan matanya. Kali ini ia mendapati layar komputernya menampilkan berkas yang yang sudah penuh dengan hasil ketikannya.

"Lho? Kapan aku nulis ini?"

Sejeong benar-benar tidak mendapat sedikit pun petunjuk tentang tulisannya itu.

Dahinya semakin mengernyit saat membaca setiap kalimat yang tertulis membentuk sebuah cerita bersambung.

Sungguh, Sejeong tidak pernah merasa dirinya mengetik tulisan tersebut dalam halaman yang berjudul "Projek Lima".

Terlebih isi tulisan itu terasa aneh. Namun ia mengenali gaya bahasa di sana. Gaya bahasanya sendiri.

Sepanjang menulis karya fiksinya, tidak pernah sekali pun Sejeong menggunakan namanya sendiri sebagai tokoh atau karakter dalam ceritanya.

Sejeong juga menemukan beberapa nama yang dekat dengannya tertulis di sana. Lengkap dengan pekerjaan dan ciri-ciri yang Sejeong kenali.

Hanya satu nama yang asing baginya.

"Daniel siapa? Ini aku halu banget, parah," monolognya di tengah-tengah membacanya.

Jujur saja, ini pertama kalinya Sejeong menyebut dirinya berhalusinasi. Padahal keempat novel yang sudah terbit sebelumnya pun hasil dari halusinasinya.

Sejeong kemudian memijat pelan tulang hidungnya saat membaca bagian akhir dari cerita tersebut.

Tubuhnya yang sempat tenang kini kembali berdesir. Kedua pipinya kembali menghangat. Matanya bahkan sedikit berkunang. Sejeong pusing dengan adegan dewasa yang tercantum di akhir cerita.

Kalau benar Sejeong menulisnya sendiri, bagaimana dia akan melanjutkannya? Yang ada tangannya bergetar terus karena adegan dewasa itu tidak hilang dari pikirannya. Apalagi karakter yang berperan di sana adalah namanya sendiri.

"Tapi tunggu, ini Daniel siapa sih?"

"Kenapa tiba-tiba kepikiran nama itu coba?"

"Mana fisiknya sempurna banget pula."

"Kok dia mau-maunya ngaku jadi suami Sejeong?"

"Sampe making out pula."

"Duh, kenapa halunya keterlaluan gini sih, Sejeong?!"

"Serem amat."

"Muak lama-lama jadi author kalau creepy begini."

"Mau resign aja lah!"




























AUTHOR
heavenable | 2019

AUTHOR ; ksj-kdnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang