9

155 31 1
                                    








Berulang kali keningnya mengerut saat membaca setiap bagian cerita yang ditulis oleh Sejeong. Di beberapa bagian, Jaehwan seolah merasa kisah tertulis itu nyata.

"Jeong, kamu serius nulis ini?"

Yang ditanya hanya mengendikkan bahunya meski sebenarnya gerakan itu tak terlihat karena tubuh Sejeong yang sedang berbaring itu tertutup oleh sandaran sofa.

"Engga tau. Ngga ingat aku."

"Ini seperti nyata, Jeong."

Sejeong pun mengernyit heran.

Bagaimana bisa Jaehwan menyimpulkan seperti itu? Ia sendiri tidak merasa pernah menulis cerita itu, apalagi mengalami kejadian seperti itu.

"Hanya dibagian kamu menikah dengan Danielnya saja yang termasuk imajinasi."

Pernyataan Jaehwan sontak membuat Sejeong terlonjak. Ia segera bangun dari baringnya di sofa.

"Maksudmu, selain itu ceritanya nyata?"

Bisa Sejeong lihat Jaehwan mengangguk seraya berjalan kembali menuju sofa.

"Gimana bisa?"

Kali ini giliran Jaehwan yang mengendikkan bahunya. "Entahlah. Aku sendiri ngga paham."

Laki-laki itu kembali mendudukkan tubuhnya di samping Sejeong, kemudian menegak minumannya yang beberapa menit lalu sempat ia abaikan di meja.

"Tapi dari apa yang aku baca, semuanya nyata. Asli."

"Nyata gimana? Jangan bercanda kamu!"

"Serius, Jeong." Jaehwan kembali menegak minuman beralkoholnya sebelum bersiap bercerita panjang tentang cerita Sejeong.

"Kamu ingat, aku pernah cerita ada teman SMA-ku yang suka sama buku-bukumu?"

Lagi, Sejeong mengernyitkan dahinya mencoba mengingat cerita Jaehwan tentang teman SMA-nya itu.

"Nah, teman SMA-ku yang ngefans sama kamu itu namanya Daniel. Kang Daniel."

Seketika hati Sejeong bergemuruh tanpa sebab hanya dengan mendengar nama itu keluar dari mulut Jaehwan.

"Dia sangat antusias saat tau kalau aku editor dari semua novel-novelmu. Berkali-kali dia minta untuk mempertemukannya denganmu, tapi aku sendiri tidak bisa mengatur jadwal kalian sekaligus."

Sejeong semakin tidak sabar menunggu kelanjutan dari cerita Jaehwan.

"Dan fisik Daniel itu persis seperti yang kamu deskripsikan."

Imajinasi Sejeong kembali bekerja mencoba untuk mem-visualisasikan fisik Daniel dari apa yang sempat ia baca dari hasil tulisan yang tanpa ia tahu itu.

"Sangat tepat karena dia juga seorang chef di restorannya sendiri. Termasuk tentang Daniel penyuka kucing. Itu sangat tepat. Kalau tidak salah ia punya empat kucing yang tinggal dengan ibunya. Sedangkan dia tinggal di lantai dua restorannya. Beberapa waktu lalu dia bilang sudah membeli apartemen di dekat restorannya."

Benar kata Jaehwan. Deskripsi tentang laki-laki bernama Kang Daniel yang tertulis di komputernya itu terasa nyata. Bahkan Sejeong sendiri bisa merasakannya dengan pasti tanpa harus mengenal siapa laki-laki itu.

"Jaehwan."

Laki-laki di sampingnya itu menatap Sejeong dengan serius.

"Pertemukan aku dengan dia."

Kedua alis Jaehwan naik. Bukan ia tidak mengerti atas permintaan Sejeong, hanya saja ia tidak mengira dengan permintaan Sejeong.

"Serius. Aku ingin bertemu dengannya. Aku penasaran, apa hubungannya denganku. Bagaimana bisa dia tiba-tiba hadir dalam imajinasiku." Sejeong menggeleng cepat, mengoreksi ucapannya. "Imajinasi aneh tak terduga."

Permintaan Sejeong itu tak lantas Jaehwan kabulkan. Karena ia tahu bagaimana kesibukan Daniel di restoran. Temannya itu bahkan tidak pernah keluar dari pantry di jam kerjanya. Ia sendiri pun sulit untuk memaksa Daniel keluar sebentar sekedar bertukar sapa dengannya.

"Please, Jae. Mau ya?"

Jaehwan menghela napasnya pelan. "Jeong, aku ngga yakin bisa penuhi permintaanmu."

"Kenapa? Kamu bilang dia fans-ku. Apa masih ngga mungkin dia berhenti sebentar buat ketemu sama idolanya?"

"Bukan itu."

"Lalu apa?"

"Bagaimana kalau setelah pertemuan kalian nanti, justru kisah aneh yang tertulis itu justru jadi kenyataan?"

Sejeong terlihat memikirkan kata-kata Jaehwan.

Ada raut khawatir dari wajahnya saat ia membayangkan bagaimana laki-laki itu benar melamarnya dan menjadi suaminya.

Detik selanjutnya Sejeong menggeleng kuat. "Cukup, Jae!! Ngga usah nambah-nambah halusinasiku. Aku cuma mau ketemu. Mau bukti aja, apa yang ada dibayangan aku itu sama atau engga dengan yang aslinya. Itu aja!"

"Tapi serius, Jeong. Bagaimana kalau benar terjadi? Kamu siap?"

Butuh beberapa detik untuk Sejeong menjawab pertanyaan Jaehwan yang akhirnya terlontar dengan sedikit ragu.

"Ya... ya, memangnya kenapa kalau jadi nyata? Bukannya itu bagus? Artinya aku akan bahagia dengannya bukan?"

"Yakin?" Jaehwan mencoba menyakinkan Sejeong agar tidak terbawa suasana oleh cerita aneh itu.

"Dengarkan aku, Kim Sejeong." Laki-laki itu sedikit menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Sejeong kemudian meraih kedua tangannya.

"Cerita yang kamu bilang aneh itu masih menggantung. Belum pasti akan berakhir seperti apa. Kalau kamu yang menulis, itu terserah padamu akan dibawa kemana ceritamu itu. Tapi ini? Kamu sendiri ngga tau siapa yang nulisnya, dan kamu justru mau ikuti apa yang tertulis di sana?"

Bisa Jaehwan rasakan tangannya diremat kuat oleh Sejeong. Perasaan khawatir itu tersalur dalam genggaman itu.

"Bagaimana kalau aku anggap semua yang tertulis di cerita aneh itu hanya mimpi?"

Jaehwan tidak menjawab.

"Apapun yang akan terjadi di akhirnya nanti, akan aku anggap mimpi. Kalau pun aku jatuh, mungkin sakitnya hanya sesaat itu saja."

"Sejeong...."

"Kamu bilang, semua akan berakhir tergantung pada penulisnya bukan?"

Tidak ada lagi respon dari Jaehwan.

"Biar aku yang menentukan bagaimana akhir dari cerita ini."

Sejeong menunggu keputusan dari Jaehwan.

Sebenarnya bisa saja Sejeong nekat pergi sendiri. Toh, seperti kata Jaehwan deskripsi tentang Daniel dari cerita aneh itu sangat nyata. Bukankah itu memudahkannya mencari sosok Kang Daniel meski tanpa bantuan Jaehwan?

Tetapi entah apa yang Sejeong harapkan. Ia hanya ingin laki-laki yang sudah menemani suka dukanya selama menjadi penulis itu ikut mencari tahu akhir dari cerita aneh itu.

"Mungkin kamu benar, permintaan aku ini berarti aku akan menuruti alur cerita aneh itu. Tapi bagiku, bertemu dengannya justru bisa jadi bukti apa aku bisa menentukan akhir ceritaku atau tidak."

Lama-lama Jaehwan pusing dengan ucapan Sejeong. Ia semakin tidak paham maksud dari permintaan Sejeong itu.

"Selama ini, aku selalu berada dalam posisi penentu dalam setiap imajinasi yang tidak ada hubungannya denganku. Mungkin sekarang ini adalah waktunya untukku menentukan kisahku sendiri."

Sejeong menghela napasnya sebentar sebelum melanjutkan ucapannya.

"Anggap saja ini salah satu cara supaya aku lebih memperhatikan hidupku sendiri daripada imajinasiku."
































AUTHOR
heavenable | 2019

AUTHOR ; ksj-kdnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang