42. War Of Time

53 8 2
                                    

Sama seperti minyak dan air, walaupun keduanya sudah saling jatuh cinta, pasti tidak akan pernah bisa bersatu. Jangankan bersatu, menyentuh pun tak bisa karena keduanya selalu dihalangi oleh benda apapun.

Astair mengasah pedang peraknya setibanya mereka di Dunia Paralel. Chris sudah berkutat dengan alat-alatnya, sedangkan Eren dan Davent menyiapkan keperluan perang lainnya.

Sementara para gadis sudah sampai di sini sejak 2 jam yang lalu. Meninggalkan tugas-tugas mereka di rumah dan tugas kelompok dijadikan alasan.

Ayolah, siapa yang kerja kelompok di malam hari?

Dinda yang melihat Astair tiba-tiba merada sedih. Ada banyak yang gadis itu pikirkan. Pertama, apakah setelah ini semua selesai ia akan tetap bisa bertemu Astair? Kedua, kenapa ia selalu ingin menangis jika menangis? Dan masih banyak lainnya.

"Woi Tar!"

"Hm." Aneh, kenapa tiba-tiba hawanya dingin?

"Gue mau tanya dungs."

"Tanya aja."

Dinda mendekatkan duduknya sehingga berada di samping Astair.

"Setelah perang ini selesai, gue masih bisa ketemu kalian engga?"

Astair memberhentikan pekerjaannya. Kemudian terkekeh.

"Kalau Tuhan mengijinkan, ya pasti bisa."
"Tapi saya enggak tahu kalau itu waktu. Kalau waktu tidak mengijinkan, apa yang akan anda lakukan?" Jawab Astair sambil memandang langit-langit.

"Aduh... gegayaan pakai bahasa baku. Kaya Dilan ewh."

"Tar, sekarang gue tanya, apa yang bakal lo lakuin sama waktu yang lo maksut itu jika dia enggak mengijinkan?"

"Ya saya akan berperang dengannya. Saya ingin mengunjungi orang yang akan terpisah ruang dan waktunya dari saya."

"Siapa tu orang? Kepo aing." Anak ini sangat tidak mengerti kondisi. Dinda justru memainkan mata pedang Astair.

"Orang itu...






Cahya."

"O-oh..." Dinda tersenyum kecut. Bukan dia ternyata.

[1]WAR OF TIME : PERJALANAN DUNIA PARALELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang