01 | Khitbah

355K 12.7K 299
                                    

Halooo ... selamat datang di cerita baru.

Niatnya aku pengen fokus namatin satu cerita dulu. Tapi, ide yang bergentayangan membuatku khilaf.

Semoga lapak ini responnya bagus dan aku semangat ngelanjutin tanpa harus unpublis😅

Selamat membaca, jangan lupa kasih bintang dan komennya.

***

Selesai kepala sekolah menyampaikan pidato penutup dan ucapan selamat atas kelulusan, deru sorak-sorai menggema mengisi seluruh penjuru aula. Kelas XII SMA Harapan Bangsa dinyatakan lulus seratus persen. Perjuangan tiga tahun menempuh pendidikan terbayar tuntas.

Aku beserta anak XII MIPA 4 bergerombol untuk mengucapkan selamat pada satu sama lain. Sesaat kusingkirkan dulu muka jutek dan songong, berganti dengan senyum yang lebar saat saling berjabat tangan dengan teman sekelas seperjuangan. Setelahnya kami berfoto untuk mengisi album kenang-kenangan dan dilanjutkan pesta kecil-kecilan di sebuah kafe yang sudah di-booking sampai jam sepuluh malam.

Sejujurnya aku hanya dekat dengan Calista Mahika, teman sebangkuku. Sisanya tak pernah ada obrolan panjang dengan yang lainnya meskipun kami satu kelas. Lalu pesta ini kudatangi atas dasar ajakan paksa dari Calista, katanya anggap saja sebagai perkumpulan terakhir sebelum kami jarang bertemu dikarenakan sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Label jutek dan sombong membuat banyak yang tak menyukaiku, termasuk teman-teman kelasku sendiri. Kata Calista, wajahku terlalu cuek sampai-sampai mereka segan untuk mendekat atau bahkan hanya untuk sekadar mengatakan 'hai'.

Kulirik jam di pergelangan kiri, sudah pukul tujuh malam. Pakaian yang kukenakan juga masih seragam sekolah lengkap, tanpa berganti. Begitu pula hampir seisi kafe, karena memang sepulang sekolah kami langsung ke sini tanpa pulang ke rumah terlebih dahulu.

Jariku menusuk pelan lengan Calista, membuat Calista menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa, Li?"

"Kita pulang sekarang aja."

Calista nyengir lebar lalu menggelengkan kepala. "Nanti, satu jam lagi, ya? Gue mau ngobrol banyak sama mereka. Buat terakhir kali kita ngumpul kayak ini, jadi sayang kalo pulang sekarang."

"Masih ada prom night kalau lo lupa."

"Itu beda lagi, Lili. Please, ya, satu jam lagi," mohon Calista dengan mata yang dikedip-kedipkan.

Aku mendengkus. "Tetap nggak bisa, Cal. Kalo gitu gue pulang naik ojol aja."

"Emang nggak pa-pa?" tanya Calista tak yakin. "Lo berangkat sama gue, pulangnya juga harus sama gue."

"Nggak pa-pa." Satu tanganku mengibas-ngibas, lalu setelahnya bangkit seraya memasang tas. "Kasih tau anak-anak lain kalo gue pulang duluan."

Sebelum keluar dari restoran, samar-samar aku mendengar suara Calista yang memberi pengumuman tentang kepulanganku. Tak lupa setelahnya mereka menanggapi dengan cibiran dan lirikan penuh penilaian. Ah, aku sungguh tak peduli. Toh setelah prom night, kami tak bertemu lagi. Jadi, puas-puaskan saja nyinyir di belakangku untuk yang terakhir kalinya.

Sekitar sepuluh menitan menunggu di depan kafe, driver ojol yang kupesan akhirnya datang. Selanjutnya kami menempuh perjalanan menuju rumahku kurang-lebih setengah jam.

Setibanya di sana, saat melewati halaman aku menemukan satu mobil asing yang terparkir di antara mobil lain. Alih-alih penasaran, aku hanya mengangkat bahu tak peduli. Palingan mobil itu milik teman Bang Gandra atau temannya Papa, pikirku.

Tangan kananku otomatis mendorong saat mengetahui pintu tak terkunci. Tanpa mengucap salam, aku langsung nyelonong masuk begitu saja. Samar-samar sebelum menaiki tangga, aku mendengar percakapan dari arah ruang tamu. Karena penasaran, kuurungkan niat untuk ke kamar dan memilih menuju ke arah sumber suara.

Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang