Bertemu lagi di part tiga.
Semoga kalian menyukainya juga😄
Oh iya, cerita ini belun bisa up cepat, soalnya fokusku untuk cerita sebelah dulu.
Selamat membaca, jangan lupa vote dan komennya.
***
"Tunggu dulu! Usia Mas Rendra berapa?" tanyaku penuh selidik.
Bibirnya menipis. "32 tahun."
Mataku langsung membelalak ngeri. "Jadi, Mas suka sama aku pas aku masih kecil?" Segera aku memperlebar jarak di antara kami. "Atau jangan-jangan ... dari balita?"
"Tidak mungkin, tapi Mas lupa kapan tepatnya. Saat itu kamu sangat cantik dan menggemaskan, jelas berhasil memikat banyak orang."
Detik itu juga aku bangkit dari tempat duduk. "Pergi! Mas itu orang aneh! Mana ada laki-laki yang jatuh cinta sama anak di bawah umur!"
"Anna ..." Mas Rendra turut berdiri, tangannya refleks memegang lenganku. "Mas benar-benar menyukaimu. Bahkan sudah setua ini, perasaan itu tidak pernah berubah."
Napasku yang tadinya memburu, perlahan mulai tenang. Segera kutepis pegangan Mas Rendra, tidak terlalu kasar tapi tidak juga terlalu lembut. "Aku masih nggak ngerti. Masih terlalu takut dan juga asing dengan semua ini."
"Mau mendengarkan?" pinta Mas Rendra dengan lembut. "Ayo duduk kembali, Anna, Mas akan ceritakan semuanya."
Seperti dihipnotis, tanpa sadar aku menurut saat Mas Rendra kembali menuntun ke kursi. Kami saling berhadapan. Aku menatap lekat matanya dan Mas Rendra balas menatapku lembut.
"Saat kelas XII SMA, Mas sudah berteman dengan Gandra yang waktu itu kelas X. Dan kebetulan lainnya, orang tua kita saling mengenal. Papa ternyata atasan Om Adam di kantor. Pertemuan pertama Mas sama kamu, waktu acara syukuran rumah baru kalian." Tatapan Mas Rendra berpindah ke depan, seolah sedang menerawang. "Di tengah acara, Mas bertemu Anna kecil. Gadis yang diam-diam menyembunyikan cola di balik dress-nya dan tanpa sengaja bertabrakan dengan Mas."
Samar-samar aku seperti mengingat kejadian itu, tetapi aku tidak mengingat rupa orang yang kutabrak.
"Cola itu tiba-tiba tumpah membasahi dress yang kamu kenakan. Kamu mengomeli Mas sembari bertolak pinggang dengan raut yang menggemaskan. Mas awalnya tidak mengerti, tapi dibuat tertawa melihat tingkahmu. Gara-gara hal itu kamu makin kesal, lalu membuat acara tambah heboh dengan mengamuk dan mengusir semua tamu pulang." Dapat kulihat Mas Rendra tersenyum kecil. "Sejak saat itu Mas sering ke rumah kalian hanya untuk sekadar menemui Anna kecil. Awalnya kita bermusuhan, lalu berakhir dekat. Kamu bahkan menyematkan panggilan khusus; Mas Rendra. Katanya supaya Anna kecil berbeda dan merasa spesial."
Entah kenapa pipiku jadi memerah. Masa, sih aku waktu kecil sebarbar dan segenit itu? Ah, mana mungkin! Bisa saja itu hanya akal-akalan Mas Rendra. Cerita 'kan bisa ditambah atau dikurang-kurangi.
"Dari kedekatan kita, Mas sudah merasa berbeda. Mas memandangmu bukan sebagai adik dari teman, tapi seperti laki-laki pada perempuan. Awalnya Mas coba abaikan, tapi lama-kelamaan jadi sesuatu yang berbahaya untukmu. Bahkan Mas sampai pergi ke psikolog karena takut jadi pedofil." Wajah Mas Rendra mendadak jadi sendu. "Dokter menyarankan Mas untuk pergi, dan ya, Mas menurutinya. Setelah kelulusan, Mas pergi ke Singgapur untuk melanjutkan pendidikan. Tanpa pamit sama kamu, tapi selalu menanyakan kabarmu lewat Gandra."
"Oh, pantas aku lupa siapa Mas itu," sahutku sinis. "Laki-laki pedofil yang jahat memang pantas dilupain!"
"Maaf, Anna," ucapnya lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)
ChickLit[Warning! Mengandung banyak kebucinan] Tetangga dan teman sekelas kompak mengataiku gadis jutek. Mereka juga bilang aku nggak pedulian terhadap lingkungan sekitar. Tentu saja aku masa bodoh dengan omongan mereka, tetapi rupanya sikap tersebut justru...