06 | Lamaran dan Tangisan

112K 8.1K 300
                                    

Di sini, karakter Mas Rendra aku bikin bucin habis-habisan. Buat kalian yang suka berkhayal tentang laki-laki dewasa, tampan, mapan, dan penyayang ... Welcome🤗🤗

Selamat membaca. Jangan lupa vote dan komennya🥰

***

Keningku mengernyit saat mendengar pintu kamar digedor, tak tertinggal teriakan Mama yang menyuruhku untuk segera membukanya. Aku yang baru bangun tidur, kini mengerjap-ngerjap lalu menguap kembali. Kurenggangkan badan, lalu menatap jam di atas nakas. Masih pukul setengah delapan, kuliahku juga masuknya agak siang. Jadi, kenapa Mama teriak-teriak?

"Lili, bangun!" Dua kali gedoran pintu. "Aduh, anak gadis satu ini tidur atau mati, sih?" Lima kali gedoran. "Ya ampun, Li, cepat bangun! Ini emergency!" Dan, tak terhitung lagi sudah berapa gedoran yang Mama layangkan.

Namun, bukannya bergegas berdiri aku malah santai membersihkan tempat tidur. Aku juga melakukan beberapa kali peregangan, lalu membuka jendela dan menghirup udara segar sepuasnya. Setelah itu barulah membukakan pintu untuk Mama tercinta.

"Pagi."

"Pagi kepala nenekmu!" Mama yang terengah-engah langsung mendorong badanku. "Mama teriak-teriak dari setengah jam yang lalu, tapi baru kamu bukain sekarang."

"Ada apa, sih, Ma? Lili masuk kuliah agak siangan, kok."

"Siapa yang bicarain kuliah? Sana cepetan mandi! Biar Mama tungguin di sini."

"Memangnya ada apa?"

Mama tak menjawab, beliau memilih mengambil handuk kemudian mendorongku menuju kamar mandi. Walaupun agak sewot, akhirnya aku menurut juga.

Lamat-lamat aku membersihkan diri, menggosok badan dengan telaten sembari bersenandung. Tak lama terdengar gedoran lagi di depan pintu, membuatku kembali berdecak. Acara mandi yang biasanya harus santai kini berlangsung dengan tergesa-gesa akibat desakan dari Mama. Padahal sebenarnya aku tak suka mandi dengan waktu yang cepat, tetapi sekarang mau tak mau harus melakukan hal yang tak kusukai itu.

"Kenapa, sih, Ma? Dari tadi desak-desak, gedor-gedor, ngomel-ngomel mulu," sewotku setelah keluar dari kamar mandi. Bahkan handuk yang menutup tubuh tak sepenuhnya rapi dan rambutku yang basah juga tidak dibalut. Menyebalkan sekali!

"Jangan banyak tanya." Mama menarik tangan kemudian mendudukkanku di depan meja rias, kemudian beliau mengambil handuk kecil untuk mengusap rambutku. Setelahnya Mama membongkar lemari, mengambil bra, celana dalam, dan lace dress selutut warna hitam dengan motif bunga mawar merah di bagian dada dan bawahnya.

"Kok, pakai itu?"

"Jangan banyak tanya, Li. Cepat kenakan sekarang!" perintah Mama tegas.

Dengan bibir mengerucut aku menurutinya. Mulai dari mengenakan celana dalam kemudian mengenakan bra. Aku juga mengenakan dress dengan ogah-ogahan. Dress ini dibelikan Mama tiga hari yang lalu, katanya untuk kukenakan di hari spesial.

"Sini duduk lagi." Mama menarik bahuku kemudian kembali mendudukkan di depan meja rias. Mama mengeringkan rambutku lagi menggunakan hairdryer, kemudian menyanggulnya dengan rapi. Selanjutnya Mama mendandani wajahku habis-habisan.

Bertepatan dengan itu, pintu kamar diketuk disertai suara Bi Uti. "Bu, bapak sudah menunggu di ruang tamu."

"Perfect," puji Mama. "Ya udah, sebentar lagi kami keluar, Bi."

Mama menggenggam tanganku, senyumnya kian melebar saat aku berdiri tepat di hadapannya. Berkali-kali kudengar Mama berdecak kagum karena hasil karyanya di wajahku.

Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang