08 | Janji di bawah Rintik Hujan

101K 7.3K 93
                                    

Haduh maaf lama nggak update. Kesibukan di dunia nyata benar-benar menyita semuanya.

Selamat membaca, para buciners Mas Rendra😂

***

Hari ini hujan deras, aku yang duduk termenung di dalam kafe menatap jauh ke jalanan. 30 menit sebelumnya aku dan tiga orang lain sedang membahas tugas kuliah yang akan kami presentasikan minggu depan. Dan di 30 menit setelahnya mereka pulang lebih dulu satu per satu. Jadilah, tinggal aku sendiri di sini.

Hampir jarang sekali aku keluar rumah, bahkan untuk nongkrong di kafe-kafe seperti ini saja bisa dihitung menggunakan satu jari. Sudah kukatakan aku orangnya tidak pedulian dan juga mageran. Sewaktu SMA pun begitu, Mama dan Papa sudah menyediakan keperluanku di rumah, itu yang jadi salah satu penyebab jarangnya aku keluar rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore, aku memutuskan untuk beranjak pergi dari sini. Setelah membayar di kasir, aku keluar dari kafe dan berdiri di depan. Dalam diam aku mengamati rintik hujan yang turun, dalam diam juga tanganku terulur ke depan untuk merasakan percikan air tersebut mengenai kulitku.

Dipikir-pikir tak ada salahnya juga main hujan-hujanan. Aku tersenyum kecil kemudian melangkahkan kaki. Dengan santai aku menerobos dan ternyata rasanya tak buruk juga.

Kulirik sekitar, ternyata banyak orang yang menatapku dengan aneh. Di saat yang lain mengenakan jas hujan, payung, berteduh, atau menggunakan mobil, aku malah tak melakukannya. Mungkin itu yang jadi penyebab kenapa aku jadi bahan tontonan. Namun, tenang saja aku tak peduli, kok. Toh yang merasakannya aku sendiri, bukan mereka.

Rasanya sudah lumayan lama aku berjalan, dan kakiku mulai pegal. Aku mencari tempat berteduh sebentar hanya untuk mengambil ponsel untuk menghubungi Bang Gandra, memintanya menjemputku. Di saat yang bersamaan, tak sengaja ekor mataku menangkap kehadiran seseorang yang sangat tidak asing. Mas Rendra.

Iya, aku tidak salah lihat. Itu memang dia.

Yang lebih mengherankan selain keberadaannya di sekitarku, kondisinya juga tidak jauh berbeda. Basah kuyup.

Apa jangan-jangan ...?

Cepat-cepat aku menggelengkan kepala. Hei! Tidak mungkinkan dia mengikutiku, kan?

Aku tertawa kecil, lalu terdiam. Tertawa lagi, kali ini lebih kencang tanpa jeda.

Bisa saja 'kan dia memang mengikutiku? Duda sinting itu ada-ada saja kelakuan anehnya.

Kuurungkan niat untuk mengambil ponsel dan memilih kembali berjalan di bawah guyuran hujan. Dan benar saja, Mas Rendra mengekor di belakang sana walaupun jarak kami cukup jauh. Aku menggeleng tak habis pikir, apa yang ada di otak besarnya itu? Sampai-sampai mau melakukan hal seperti ini?

Tiba di jalanan yang lumayan sepi, aku berhenti kemudian berbalik untuk menghampirinya. Kudapati ekspresi kaget Mas Rendra, dia juga mematung di tempatnya berdiri.

"Mas ngapain ngikutin aku?!"

"Ehm, Anna, Mas ..." Dia berdehem beberapa kali pertanda bingung. "Mas hanya ..."

"Tindakan Mas ini menakutkan," omelku padanya, jangan lupakan telunjukku yang teracung sempurna di depan wajahnya. "Mas tau aku di sini dari mana? Sedari kapan Mas memata-mataiku? Mas menguntitku, kan?!"

Kedua tanga Mas Rendra berusaha untuk meraih bahuku, tetapi kumenepis sebisa mungkin. Hal itu membuat Mas Rendra kelabakan jadi kelabakan sendiri. "Bukan seperti itu, An–"

"Aku udah kasih waktu buat Mas berpikir sekaligus menganalisisi perasaan yang Mas punya itu, tapi kalo seperti ini Mas jadi kelihatan makin nakutin. Dan ini memperkuat kalo Mas hanya sekadar terobsesi denganku, bukan cinta."

Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang