Selamat malam, teman-teman.
Jangan lupa vote dan komennya. Terima kasih😊
***
Hari ini rencananya kami akan ke toko perhiasan untuk mengambil pesanan cincin pernikahan yang sebelumnya sudah dipesan. Namun, yang menyebalkan adalah Mas Rendra mengatakan tak bisa menjemputku di kampus karena ada meeting mendadak dengan klien dari Malaysia.
Dia menyuruhku untuk pergi ke toko lebih dulu, baru setelah selesai meeting akan menyusul. Aku yang terlanjur marah hanya bisa mengomelinya panjang lebar, kemudian dengan hati dongkol memesan layanan ojek online untuk ke toko.
Padahal aku jarang sekali menggunakan ojol. Kalau tidak dalam kondisi tertentu, tak akan kugunakan layanan jasa itu. Namun, kali ini aku menggunkannya dengan suasana hati yang tak bersahabat. Dan semua itu ... karena Mas Rendra.
Kalian tidak usah heran, aku anak bungsu dan putri satu-satunya memang semanja dan semena-mena itu. Mau ke mana-mana lebih sering diantar dan dijemput. Sebab Papa, Mama, serta Bang Gandra sangat protektif terhadap keselamatanku.
Ketika sampai di toko, para pegawai langsung menyambutku. Mereka membawaku duduk di sofa terlebih dahulu untuk menunggu, disuguhkan air mineral dingin untuk menghilangkan haus, baru setelahnya mengambil kotak cincin pesanan kami.
Mataku terpaku menatap cincin tersebut. Sangat indah dan elegan. Mereka menjelaskan nama cincin tersebut dan juga mengatakan terbuat dari bahan-bahan apa saja. Kata mereka, ini adalah model cincin terbaru keluaran Tiaria Jewelry.
"Desain Tormentil dengan detail dan akuransi yang tepat sehingga setiap lengkungnya tampak rapi dan berkilau. Tormentil disediakan untuk Anda yang menyukai desain sederhana, tapi terlihat mewah saat dipakai. Daun bunga Tormentil di mata cincin mampu menonjolkan sisi feminin Anda," jelas salah seorang pegawai, di dada kirinya tersadapat sebuah pin dengan nama Ayunadya. "Silakan dicoba, Mbak."
Aku mengerjap. "Em ... Kak, apa bisa nanti aja? Soalnya calon suami saya masih dalam perjalanan." Aku berbohong. Apakah Mas Rendra sudah di jalan atau masih di kantor, aku benar-benar tak tahu. "Nggak pa-pa, kan?"
"Tidak apa-apa, Mbak. Kalau begitu saya ke depan dulu untuk melayani pelanggan lain." Kak Ayu tersenyum ramah, menunduk sekali kemudian bangkit. Sebelum dia melangkah, aku memanggilnya kembali, dia pun menoleh. "Iya, Mbak, ada yang bisa saya bantu?"
"Ini ... nggak mau dibawa?" tanyaku sambil menunjuk kotak cincin dengan takut-takut. "Saya khawatir bisa merusaknya."
Kak Ayu tersenyum, nyaris tertawa tapi dengan cepat dia mengatup mulut. "Tidak apa-apa, Mbak. Pembayarannya sudah dilakukan di hari pertama pemesanan. Jadi, seandainya rusak kami tidak memiliki alasan untuk menuntut Anda."
Mulutku membulat. Aku juga mengangguk-angguk tanda mengerti. "Terima kasih."
"Sama-sama." Setelah itu Kak Ayu langsung meninggalkanku.
Cepat-cepat aku mengambil ponsel di dalam tas kemudian mengubungi Mas Rendra. Dering pertama tidak diangkat, dering kedua sama, dan di dering ketiga ... tak jauh berbeda. Aku yang mulai jengkel langsung mematikan panggilan. Oke, sepertinya aku harus bersabar, mungkin Mas Rendra masih di ruang meeting.
Jariku mengetuk-ngetuk pegangan sofa. Lima menit menjadi sepuluh menit, sepuluh menit berganti 20 menit, dan ... tepat satu jam lamanya aku tidak bisa menahan diri lagi. Langsung aku bangkit menghampiri Kak Ayu.
"Kak, simpan kembali cincinnya, bisa? Ada sesuatu yang harus saya urus sekarang, dan ini sangat penting."
Kak Ayu mengerjap bingung. "Sebenarnya ... ini sudah bisa di bawa pulang, Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)
ChickLit[Warning! Mengandung banyak kebucinan] Tetangga dan teman sekelas kompak mengataiku gadis jutek. Mereka juga bilang aku nggak pedulian terhadap lingkungan sekitar. Tentu saja aku masa bodoh dengan omongan mereka, tetapi rupanya sikap tersebut justru...