Yuhuuu ... Mas Rendra di sini.
Maaf atas ketidak-updetannya malam tadi😁
Ada yang nyariin?
APA? NGGAK ADA?
Ya udah☹️
Selamat membaca☹️ jangan lupa vote dan komennya☹️
🥰🥰🥰
***
Mata kuliah kedua berakhir, aku bergegas memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tas lalu beranjak dari kursi. Sebelum keluar kelas, Via tiba-tiba mencegat di depan pintu, dia menarik lenganku sambil tersenyum manis. "Buru-buru, Li?"
Aku menggeleng.
"Em ... boleh minta nomor WhatsApp-mu, nggak?"
Keningku langsung mengkerut. "Buat apa?"
"Pengin temenan aja. Boleh juga buat diskusiin tugas."
Tanpa pikir panjang aku menyebutkan sederetan angka tersebut. Setelahnya Via mengulangi sekali lagi, baru dia menyimpan ke dalam daftar kontak teleponnya.
"Itu aja, kan?"
Via mengangguk. "Makasih, Li."
"Bukan apa-apa. Ya udah, gue duluan, Vi." Via mengangguk sembari melambaikan tangannya. Aku bergegas ke depan karena Mas Rendra sudah menunggu.
Iya, duda bangkotan itu yang jemputku. Katanya mau mengajakku makan malam di rumahnya.
Dari jauh pandanganku langsung bertemu dengan Mas Rendra. Dia mempercepat langkah untuk menghampiriku, membuatku berdecak karena melihat tingkahnya yang lagi-lagi seperti remaja.
"Anna," panggilnya dengan senyum yang mengembang lebar. "Anna ..." Dia mengulang sekali lagi.
"Iya, ini aku Anna." Aku berdecak pelan. "Mas ngapain, sih buru-buru kayak gitu?"
"Mau cepat-cepat ke kamu."
Sekali lagi aku berdecak. "Tungguin aja kenapa, sih? Aku 'kan udah pasti ke sana."
Mas Rendra menggeleng. "Untuk Anna harus berbeda. Mas yang mengejarmu, Mas yang menghampirimu." Tanggannya meraih tanganku lalu menggenggamnya erat. "Ayo, mama sudah menunggu kita."
Karena binar matanya terlihat tulus, aku berhenti mengomel-ngomel. Aku memilih pasrah saja, bahkan saat Mas Rendra membukakan pintu mobil dan menuntunku duduk di jok penumpang, aku masih pasrah.
***
Setelah makan malam dan sempat mengobrol sedikit, di sinilah aku sekarang, menunggu di kamarnya Mas Rendra sementara pemiliknya sedang bicara masalah pekerjaan dengan Papa Anton, atau lebih tepatnya papa Mas Rendra.
Awalnya aku hanya duduk di pinggir kasur sambil mengamati sekeliling kamar, tetapi lama-kelamaan aku tertarik ingin menjelajah. Kamarnya Mas Rendra didominasi warna putih. Banyak foto-foto Mas Rendra sewaktu kecil sampai dia dewasa dipajang di dinding, sepertinya diambil saat momen-momen penting.
Dua langkah ke depan, aku menemukan satu buah ruangan dengan pintu geser. Aku menoleh ke belakang untuk mengamati situasi, ternyata aman. Pelan-pelan kugeser pitu tersebut lalu kepalaku menyembul. Ternyata ... ruangan khusus baju.
Hm ... orang kaya memang selalu memberi tempat tersendiri pada baju-baju mereka. Maksudnya keluargaku cukup berada, tetapi jauh lebih kaya Mas Rendra. Jadi, itulah perbedaan yang ada di antara kami.
Tak hanya menengok, aku pun menjelajah walk in closet Mas Rendra. Sangat rapi dan elegan. Semua kemeja, jas, celana, jam tangan, bahkan dasi punya tempatnya masing-masing. Semuanya tersusun berdasarkan warna. Beda jauh dengan lemariku yang tercampur jadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)
ChickLit[Warning! Mengandung banyak kebucinan] Tetangga dan teman sekelas kompak mengataiku gadis jutek. Mereka juga bilang aku nggak pedulian terhadap lingkungan sekitar. Tentu saja aku masa bodoh dengan omongan mereka, tetapi rupanya sikap tersebut justru...