LIMA

34.2K 2.2K 29
                                    

Malam ketika bumi menangis bahagia
Kita berdansa dalam asa
Memeluk ilusi yang tak kentara
Mendekap cahaya yang tak nyata
Melupakan seberkas luka dalam jiwa
Kau dan aku; jiwa kita basah dalam irama yang sama

.

Nada sedang menikmati rinai hujan yang akhir-akhir sering turun membasahi bumi dihalaman belakang rumah pamannya. Ia sendirian dirumah itu. Kenhart sedang keluar untuk membelikan makan malam untuk mereka sementara paman dan tantenya sedang keluar kota.

"Nggak takut masuk angin?"

Nada terperanjat dengan sapaan tiba-tiba tanpa permisi itu. Jantungnya terasa berdetak sangat cepat.

"Ya Allah, Mas jodoh buat jantungan deh. Berdebar-debar ini ternyata Nada memang mencintai Mas Damar alias mas jodoh. Jodohnya Nada" Nada berceloteh.

"Nggak nyambung" timpal Damar sedikit kesal namun terlihat datar.

"Makanya balas cinta saya biar kita nyambung" timpal Nada sambil tersenyum.

"Duduk sini Mas. Jangan berdiri mulu nanti kakinya sakit" tawar Nada sambil menepuk-nepuk lengan kursi yang kosong disebelahnya.

"Nggak. Mending saya berdiri dan membiarkan kaki saya sakit daripada saya duduk bersama kamu. Hati saya bisa sakit beserta jiwa saya bisa ikut-ikutan gila" ketus Damar.

Diluar dugaan Nada malah tergelak dalam tawanya alih-alih merasa tersinggung. Damar memicing sepertinya percuma menyinggung Nada, saraf rasa tersinggung wanita itu sepertinya telah lama tidak digunakan sehingga tidak bisa berfungsi lagi.

"Mas, mas. Hati mas aja belum diserahin ke Nada gimana bisa Nada sakitin coba. Megangnya aja belum pernah, tersentuh aja nggak pernah" ucap Nada lalu wanita itu berdiri menuju tempat Damar berdiri. Damar secara refleks mundur selangkah ketika Nada berdiri terlalu dekat didepannya.

"Kita cuma berdua malam ini, disini. Bang Ke lagi keluar beli makanan depan kompleks jadi nggak pakai mobil, nggak pakai payung cuma pakai kaki karena tadi belum hujan dan Bang Ke pasti sedang berteduh sampai hujan reda karena Bang Ke tidak akan mau merusak tatanan rambutnya itu. Semesta menuntun mas disini dan takdir menjebak mas disisi Nada" senyum jahil mulai muncul diwajah cantik itu dan Damar bergidik, tiba-tiba saja ia merasa merinding entah karena dingin entah karena kegilaan seorang Nada.

Sedetik kemudian Nada tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Damar.

"Ya ampun mas masa mas takut sih. Nada nggak mungkinlah memperkosa Mas. Gimana bisa tenaga Nada seorang wanita yang lemah ini bisa melawan tenaga lelaki dewasa seperti mas, yang ada harusnya Nada yang khawatir" Nada masih tertawa lalu menyusut air mata yang keluar hasil menertawakan ekspresi Damar.

Damar terlihat kesal dan hendak berbalik meninggalkan Nada namun wanita itu menahan lengan Damar.

"Jangan pergi" tahan Nada sambil menampilkan ekspresi manja dan memelasnya. Untuk pertama kalinya Damar bisa melihat wajah itu dari jarak cukup dekat seperti saat ini. Matanya terarah pada tangan Nada yang menahannya dan terpaku disana dengan segala rasa yang berkecambuk. Sudah lama rasanya tidak ada yang memintanya untuk tetap tinggal.

Tanpa persiapan, Damar pasrah diseret Nada ditengah hujan.

"Apa yang kamu lakukan?" ucap Damar setengah berteriak sambil meletakkan sebelah tangannya yang bebas menutupi kepalanya yang mulai basah.

"Kapan terakhir kali mas main hujan?" tanya Nada yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Damar. Damar bergeming, matanya menyipit kesal menatap wanita didepannya.

"Pasti waktu masih kecil kan? Kasihan sekali hujan ini. Ketika kemarau datang kita memintanya membasahi bumi. Ketika ia datang bersama rinainya kita bersembunyi dan menghindar bahkan mungkin ada yang memakinya kesal. Nada mau kita bermain bersama dengan hujan ini. Menghargai dan menemaninya yang kesepian sang rinai yang sedang membasahi bumi" ucap Nada sambil menengadahkan kepalanya, membiarkan wajahnya basah oleh tetesan hujan. Nada tersenyum menikmati dingin menembus pori-pori tubuhnya. Damar menatap hal itu dengan tatapan datar, dinginnya air dari langit itu mulai menembus hingga ketulang namun hatinya yang biasa membeku mulai memiliki celah setelah hujan kian turun dengan lebatnya.

Damar membiarkan tubuhnya basah kuyup begitupula wanita didepannya. Ia menatap wajah Nada yang tak pernah terpoles make up. Kecantikan itu malam ini terpancar kian jelas dan murni. Ia menengadah menatap langit malam. Rupanya purnama telah membawa pasang surut dalam hidupnya. Rupanya ombak telah membuat hatinya goyah terombang-ambing. Pria itu menutup matanya menikmati tetesan yang jatuh.

Satu.

Dua.

Tiga.

Damar mencoba menghitung banyaknya tetesan yang mengenai wajahnya namun ia menyerah. Jumlah tetes air hujan terlalu banyak dan terlalu melelahkan untuk dihitung. Nada membuka matanya. Nada tersenyum mendapati Damar menengadah membiarkan wajah tampannya basah oleh tetesan hujan. Lebih dari itu dada Nada terasa menghangat ketika senyum Damar terbit meskipun samar namun dibawah temaram purnama ia bisa melihatnya dengan jelas.

"Mas" panggil Nada. Damar membuka matanya dan mata itu langsung menatap Nada.

"Mau dansa nggak?" tawar Nada. Alis Damar terangkat.

"Memang kamu bisa dansa?"

"Nggak bisa. Cuma dulu waktu kecil sering lihat barbie dansa di tv pas minggu pagi" Nada menjelaskan.

"Tapi kamu bukan barbie" timpal Damar tanpa basa-basi. Nada tergelak.

"Memang bukan, tapi Mas kan pangeran. Nada pengen dansa dengan pangeran Damar" ucap Nada dan menarik tangan Damar yang masih ia pegang menuju pinggangnya sementara tangan.

"Tapi saya tidak bisa berdansa" ucap Damar hendak memprotes. Keningnya mengernyit ketika otaknya memerintahkannya untuk menarik tangannya dari pinggang ramping wanita didepannya tapi tubuhnya tidak beraksi seperti yang diperintahkan oleh otaknya. Damar menyimpulkan bahwa suhu dingin membuat cara kerja tubuhnya sedikit error.

Nada melingkarkan lengannya pada pundak Damar dan berkata dengan senyum yang mengembang, "Meskipun kita tidak tau harus melangkah kemana tapi ketika kita memang telah ditakdirkan bersama maka langkah kita akan secara otomatis seirama" ucap Nada puitis.

Malam itu sepasang insan manusia berdansa
Dibawah temaram purnama mereka meraba rasa
Ditemani kerlip bintang mereka mencari setitik asa
Harapan untuk menemukan bahagia yang abadi tanpa jeda

.

PENGACARA KUTUB (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang