SEBELAS

29.5K 2.2K 133
                                    

"Ken pulang"

Semua yang ada di meja makan langsung menatap Kenhart.

"Bang Ke, makan malam yuk" ajak Nada dengan nada riangnya.

"Ken, Damar ayo makan sama-sama. Kalian udah makan belum?" Tanya mama Kenhart dengan nada lembutnya.

"Belum Ma. Kebetulan Ken juga lapar banget. Ayo Dam" ajak Kenhart dan Damar memilih kursi kosong didepan Nada.

"Bang Dio mau nambah nggak usah malu-malu ya. Sini Nada ambilin" ucap Nada sambil mengambil piring Dio dan mengisi piring itu kembali dengan lauk pauk dan nasi.

"Udah cocoklah ya" jahil Dio.

"Cocok apa? Jadi pembantu Abang?" Tanya Nada sambil tertawa.

"Iya. Jadi yang bantuin Abang ngurus rumah tangga kita" timpal Dio tanpa malu-malu. Nada tertawa mendengar candaan Dio. Sementara Kenhart hanya mengangkat alisnya menganalisis keadaan. Orangtua Kenhart yang sudah mengetahui bahwa kelakuan Dio sebelas dua belas dengan keponakannya hanya tersenyum maklum.

"Kenapa lo cemberut?" Iseng Kenhart setelah melihat ekspresi datar namun tajam nan dingin milik Damar.

"Nggak. Emang cetakan muka gue gini" balas Damar ketus.

"Nanti Nada yang tukang ngabisin gaji Abang ya" timpal Nada tak memperdulikan Damar karena memang Nada pikir muka Damar cetakannya memang begitu. Datar dan dingin.

"Boleh. Tapi akad dulu kita" tantang Dio.

"Nada ada pantun nih. Dengar ya" ucap Nada dan wanita itu pun berdehem sebentar.

"Jalan-jalan ke Padang. Marilah kita berdendang. Kalau Abang ingin Nada sayang. Marilah lamar Nada sekarang"

"Mantap gak pantun Nada?" Tanya Nada sambil menarik turunkan alisnya.

"Nggak" jawab Damar memotong Dio yang hendak menjawab pertanyaan Nada.

"Nggak nanya Mas Damar weh. Itu kan Nada tujukan untuk Aa Dio" ucap Nada sambil memeletkan lidahnya seperti anak kecil. Wajah Damar tertekuk masam.

"Sudah-sudah jangan buat gaduh di meja makan" tegur halus mama Kenhart sambil mengulum senyumnya melihat tingkah anak muda didepannya.

"Oh ya Nada, mama kamu bilang dia nelpon kamu tapi nggak kamu angkat-angkat"

Nada menunduk sambil mengaduk-aduk makanannya dengan malas.

"Habis yang mama tagih pasti 'Nada kamu udah ngelamar rumah sakit belum?' Lah kan ngapain Nada ngelamar rumah sakit?! Terus mama suka bilang gini, 'kalau kamu nggak bisa lamar rumah sakit, kamu ngelamar anak bujang orang aja sana'. Lah kan Nada perempuan, harusnya Nada dong yang dilamar" curhat Nada sambil menghela nafasnya.

"Padahal Nada kerja gak jelas gini aja juga udah bisa nafkahin diri Nada sendiri kok. Kan Nada udah gak pernah minta uang jajan lagi"

Mama Kenhart tersenyum maklum. "Orangtua kamu kan udah susah-susah nguliahin kamu di kedokteran. Bagi mereka kerjaan kamu di kedokteran lebih menjamin masa depan kamu"

Nada tersenyum "Iya, sekalian juga bisa ngejaga gengsi dan martabak mereka"

"Martabat Oneng. Malah martabak. Dedek Nada lapar apa gimana?" Sela Dio yang membuat Nada menyunggingkan senyumnya ke arah Dio.

"Beliin bang. Jadi kepengen martabak nih" pinta Nada manja.

"Besok ya habis kita siaran. Susah juga nggak diturutin. Nanti anak kita ileran" timpal Dio.

"Ehh...fitnes aja kerjaannya" Nada mendelik kesal.

"Sehat dong" balas Dio.

"Fitnah" ralat Damar sambil tetap makan dengan muka juteknya.

"Hehehe..iya, maksudnya nanti Nada ileran kalau nggak diturutin" ralat Dio .

"Partner kerja terbaik emang Bang Dio nih" puji Nada.

"Kalau gitu boleh dong naik pangkat jadi partner seumur hidup dalam berumah tangga" goda Dio sambil menarik turunkan alisnya.

"Lamaran dulu" tantang Nada.

"Awas ya ditolak kalau Abang datang kerumah bawa rombongan ayah Abah"

"Umi Abah" ralat Nada sambil tertawa.

Mereka berdua larut dalam canda tawa. Sementara Damar sedari tadi ia berusaha untuk meredam gejolak emosi yang asing bagi dirinya sendiri. Berulang kali pria itu mendengus pelan melihat canda tawa Nada dan Dio. Kenhart yang memperhatikan hanya mengulum senyumnya.

~~~

"Lo nungguin kuntilanak mana haa berdiri didepan jendela gitu dengan muka ditekuk?" Tanya Kenhart yang melihat Damar sedari tadi hanya berdiri didepan jendela kamarnya.

"Gue mau ke luar dulu. Nyari angin" pamit Damar.

"Palingan juga nyariin Nada" nyinyir Kenhart saat melihat sosok Damar sudah menghilang dari pandangannya.

Damar menuruni tangga rumah dengan kening mengernyit. Hatinya mengutuknya melakukan hal serendah ini, namun kakinya terus melangkah mencari sosok wanita yang ia anggap berisik.

Damar terdiam tak jauh dari pintu rumah keluarga Kenhart. Ia melihat punggung Nada dan Dio yang sedang tersenyum menjahili Nada. Percakapan mereka samar-samar terdengar.

"Besok mau Abang jemput nggak?" Tawar Dio.

"Nggak usah. Kasihan juga Abang bolak-balik" tolak Nada halus.

"Abang nggak pernah capek kok bolak-balik di hati kamu" gombal Dio.

"Handal ya gombalnya. Mohon maaf korbannya berapa ya sejauh ini?"

Dio tertawa mendengar ucapan Nada. "0" jawabnya.

"Mohon maaf, saya tidak percaya kedustaan anda" balas Nada.

"Abang pulang ya. Jangan rindu"

Nada tertawa. "Nada mau tidur ya habis ini. Jangan ganggu mimpi indah Nada ya" balas Nada.

"Ihhh gemesssshhh" ucap Dio sambil menangkup wajah Nada.

"Abang ihhh..." Nada berusaha melepaskan tangkupan tangan Dio di wajahnya.

"Abang pungut jadi hak milik Abang boleh nggak sih?" Canda Dio sambil mencubit pipi gembul Nada.

"Dia milik saya"

Baik Nada maupun Dio langsung terdiam terkejut. Nada langsung mematung dalam rangkulan lengan kekar Damar.

"Dan jangan pernah menyentuh apa yang menjadi milik saya" ucap Damar menatap Dio lurus-lurus.

PENGACARA KUTUB (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang