SEMBILAN

28.4K 2K 26
                                    

"Ya ampun mama dan papa mertua udah pulang" sapa Nada riang sambil membukakan pintu untuk kedua orangtua Damar.

"Kami pulang kecepatan ya?" tanya Mama Damar sambil merangkul Nada menuju dapur.

"Papa sini Nada aja yang bawa belajaannya" ucap Nada sambil mengambil kantong belajaan yang dibawa ayah Damar.

"Nggak kok Ma. Mama sama papa datangnya tepat waktu. Kalau lama-lama Nada khawatir Mas Damar khilaf" fitnah Nada sambil mengulum senyum malunya menatap Damar yang sedang menegak air putih.

Damar langsung tersedak air putih dan terbatuk batuk mendengar fitnah dari Nada. 'Dia khilaf? Yang ada juga Nada yang khilaf kalau lama-lama ditinggal berdua dengannya' teriakan batin seorang Damar.

"Memangnya Damar bisa khilaf? Ya ampun, Mama senang banget dengarnya. Ternyata anak mama normal"

Nada tertawa mendengar ucapan mama mertuanya.

"Apaan sih Ma" protes Damar kesal.

"Dan lagi, dia itu bukan siapa-siapa Damar. Cuma halu doang ngaku-ngaku sebagai calon istri Damar" ucap Damar sambil menatap kesal kearah Nada.

"Nggak boleh durhaka ya nggak ngakuin calon istri kayak gitu. Cantik-cantik gini masa nggak diakuin. Mama udah sujud syukur ya karena ternyata kamu suka sama yang cantik begini, mama kira kamu sukanya sama yang tampan" tegur mamanya atas sikap tidak sopan Damar pada Nada.

Nada menjulurkan lidahnya kepada Damar tanpa sepengetahuan kedua orangtua Damar, wanita itu mengulum senyum kemenangannya.

"Sudah-sudah... kalian udah makan belum? Mama sama papa bawakan makanan, tuh dikantong plastik yang Nada pegang. Nada tolong siapkan ya" minta ayah Damar.

"Siap papa mertua" jawab Nada dan dengan sigap ia menyiapkan lauk pauk beserta nasinya ke meja makan.

Mereka semua sudah duduk didepan meja makan.

"Mama sama papa nggak makan?" tanya Nada.

"Kami udah makan tadi diluar. Kalian aja yang makan" jawab mama Damar serta anggukan persetujuan dari ayah Damar. Nada tersenyum menanggapi kedua calon mertuanya.

"Mas Damar mau lauk apa? Sini Nada ambilin" ucap Nada sambil mengambil piring beserta nasinya.

"Bisa ambil sendiri" jawab Damar ketus.

"Damar" tegur papanya.

"Damar sukanya sayur sop sama rendang daging dan sambel yang agak banyak. Damar suka pedas" ucap Mama Damar.

"Terimakasih Mama" ucap Nada kemudian mulai menyendok sayur sop beserta rendang dan sambelnya.

"Yang banyak karena suka pedas. Pantas mulutnya Mas Damar kalau ngomong suka nyelekit pedas, apa efek kebanyakan makan sambal ya?" gumam Nada pelan namun terdengar oleh seluruh orang yang sedang berkumpul disana.

"Kamu bilang apa?" tanya Damar kesal dengan tatapan tajamnya.

Nada langsung nyengir. "Heee...nggak kok nggak bilang apa-apa. Cuma bilang pantas aja bibir Mas Damar merah alami gitu pasti merahnya dari cabe ya? Waktu kecil Mas Damar sering Mama cabein ya mulutnya?" tanya Nada ke mama Damar.

"Kok kamu tau sih? Waktu kecil Damar tuh nakal. Lebih nakal daripada adiknya. Pas udah SMA aja dia jadi pendiam sok cool gitu. Mama penasaran loh, kamu patah hati apa gimana pas SMA?" tanya Mamanya Damar. Nada menyimak dengan serius.

"Masih patah hati nggak Mas? Sini Nada sambungin kembali. Kalau masih sakit lukanya sini Nada obatin pakai cintanya Nada" Nada mulai menggoda Damar.

"Mama ngomong apa sih? Siapa juga yang patah hati" jawab Damar dan mengabaikan ucapan Nada.

"Patah hati juga nggak apa-apa. Tapi ingat dia itu hanya masa lalu Mas. Masa depan Mas sekarang ada didepan mata Mas namanya Nada" ucap Nada yang menghiraukan ketidakpedulian Damar.

"Kamu ngambilin lauknya udah belum sih? Lama amat" ucap Damar kesal.

"Udah nih. Mau sekalian Nada suapin nggak?" tawar Nada sambil menyerahkan piring nasi Damar.

"Nggak usah. Punya tangan juga"

"Nada juga punya tangan kok untuk nyuapin Mas" ucap Nada sambil melempar senyum termanisnya dan kedipan mata.

"Tangan kamu untuk nyuapin kamu aja. Makan sana karena ngomong perlu tenaga" balas Damar dan mulai menyuap nasinya.

Nada tersenyum, kedua orangtua Damar juga tersenyum.

"Aihh...ternyata Mas bisa perhatian juga ternyata. Terharu Nada tuh" ucap Nada senang.

"Mama belum tau apapun tentang menantu mama ini, selain fakta kamu adik sepupunya Kenhart. Bolehkan kalau mama kepo?" tanya Mama Damar.

"Biarkan mereka dulu makan dong Ma" ucap Papa Damar lembut pada istrinya.

"Boleh dong, Ma. Nggak apa-apa kok, Pa. Tapi Nada jawabnya sambil makan ya?"

"Iya sayang, boleh. Kamu baru lulus ya?"

Nada mengangguk menjawab pertanyaan Mama Damar. "Baru dua bulan yang lalu"

"Kuliah apa?"

"Dokter Anak, Ma. Sekarang masih pengangguran. Masih cari-cari lowongan kerja dirumah sakit" jawab Nada.

"Seriusan kamu dokter anak?" tanya Damar terkejut dan meragukan ucapan serta kemampuan Damar.

"Ih kok gitu sih. Meragukan banget" ucap Nada kesal.

"Gini-gini Nada handal loh. Ayo kita buat anak kalau nggak percaya biar nanti Nada buktikan dengan menjaga dan merawat anak kita" lanjut Nada.

"Gila! Kamu yakin keahlian kamu merawat bukan membunuh?" timpal Damar kesal.

"Damar" tegur mamanya.

"Damar cuma nggak mau aja Ma ketemu dia dipengadilan gara-gara udah ngebunuh anak orang melalui profesinya. Udah lah kamu nganggur aja" ucap Damar.

"Nada bersedia nganggur, tapi nafkahin" jawab Nada.

"Nggak" tegas Damar.

"Kalau begitu ntar kita ketemu dipengadilan tapi Mas Damar harus ngebela Nada karena suami harus ngebela istrinya dong. Apalagi Nada kan nggak salah-salah banget. Nada pasti melakukan yang terbaik dalam profesi Nada.  Namun Nada kan bukan Tuhan yang bisa menyelamatkan semua nyawa semau Nada" protes Nada atas tuduhan Damar yang tadi.

"Nggak" kembali tolak Damar dengan tegas.

"Maksudnya Damar tuh Nada nggak sekarang tapi nanti" bela mama Damar.

Nada tersenyum, tuh kan betapa mudahnya hidup dunia perasmaraan kalau restu orangtua sudah ditangan.

PENGACARA KUTUB (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang