Mereka berdua sudah di sini, duduk selonjoran di ruang tamu keluarga Han.
"Kak, apa sih? Masih marah ? Aku tak nyaman kakak tatap begitu," Jisung akhirnya menyampaikan suara hatinya yang sejak tadi dia pendam.
Pelukan di lapas tadi tidak ada artinya karena Minho masih marah.
Sejak pulang dari sana, Minho menatap tanpa berkedip ke arah Jisung.
"Jisung kan tadi kakak suruh nunggu di Bandara saja, kenapa nekat pulang ?"
"Yang terpenting kan aku udah di sini kak."
"Kalau tidak begini, kamu pasti melakukannya lagi. Begini saja biar kamu kapok."
Jisung gemas dengan Minho, dia mengacak rambut Minho yang pirang itu dengan lembut.
"Ayaaah pulang!" suara dari arah pintu pun terdengar, membuat kedua orang di ruang tamu tersebut menoleh ke sumber suara.
"Ayah dengar dari depan ada ribut-ribut, masih ribut soal tadi ?" Tanya ayah dengan membawa sebuah kresek hitam di tangan kanannya.
"Iya nih yah, kak Minho tuh kayak bocah banget," Jisung mengadu kepada ayah.
Minho menatap Jisung lagi, namun kali ini lebih tajam.
"Kalau aku seperti bocah, kamu apa huh ? Wajah selalu manis ngatain orang lain kayak bocah. Mirror please ! Sudah aku badmood, mau ke kamar saja," Setelah serentetan kalimat panjang dari Minho, dia pun langsung bangkit dari duduknya dan dengan cepat berjalan ke arah kamarnya. Tak lupa juga suara dentuman tanda pintu kamar ditutup dengan keras juga terdengar.
Jisung menatap pintu kamar bertuliskan "minsung's room" dengan tatapan sedih. Jisung menghela napas lalu menghembuskannya kasar.
Jisung bangkit dari duduknya.
"Yah, tolong siapain makan malamnya ya, Jisung mau bujuk kak Minho dulu," ucap Jisung kepada sang ayah yang masih berdiri tak jauh dari dia tadi duduk. Setelah memastikan ayah mengangguk, Jisung pun segera menuju kamar.
Tok tok tok
"Kak, ayo makan dulu," pinta Jisung.
Tidak ada jawaban.
"Kak, jangan gini. Kakak libur cuma 4 hari loh," Jisung terus membujuk Minho.
Tidak ada jawaban lagi.
"Kak, ayah bawa makanan enak ini tadi."
Masih tidak ada sahutan dari dalam.
"Kak, kamu tidak mau cerita banyak dengan ayah?"
Suara jangkrik pun tidak terdengar.
"Kak, kata ayah kucing kita sudah melahirkan loh."
Masih sama, tidak ada jawaban.
"Kak, habis ini beli makanan kucing yang banyak di tempat dulu waktu kita masih kecil."
Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam kamar.
"Kak, Jisung lagi capek loh, jang-"
Ceklek.
Akhirnya Minho membuka pintunya.
Sebenarnya Jisung tahu kelemahan Minho. Minho itu tidak bisa melihat Jisung menderita.
Minho menatap Jisung datar dan dibalas senyuman Jisung paling manis.
"Tidak akan begini lagi kak. Sudah ya berhenti. Ayo makan."
Minho memeluk Jisung lagi.
"Jisung itu sudah sering kakak ginii tapi tetap bandel dan menerjang hujan."
Jisung hanya bisa mengelus rambut Minho yang masih berada di pelukannya.
"Iya maafin adik yang bandel ini."
Jangan heran kalau Minho menjadi seperti ini hanya karena hujan. Minho sering seperti ini, dia akan menjadi orang lain ketika air jatuh dari langit yang sering disebut hujan itu datang.
Minho benci hujan.
Hujan itu membawa sial.
Minho takut hujan.
Hujan itu merengut kebahagiaannya.
Dan Minho tidak mau adiknya juga terkena sial dan tidak bahagia karena hujan.
Minho sayang adiknya.
Double update untuk mengganti kecolongan gak update sehari beberapa hari lalu♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Sentripetal/Sentrifugal, kamu | minsung✓
Fanfiction"Ketika dihadapkan pada pilihan mendekati atau menjauhi pusat, aku bimbang. Yang harus kamu tahu, bahwa kamu adalah pusatku. Terima kasih telah selalu berada di sampingku apapun keadaanku." Dari Lee Minho untuk sang adik, Han Jisung. ㅡ Cover edit on...