Chapter 2

12.1K 562 6
                                    

Suara karet dan logam terdengar bersahutan. Membuat aku menatap dengan rasa cemas yang tidak jua pudar, beberapa menit telah berlalu dan seolah waktu memang ingin menyiksaku karena wajah pria itu belum juga muncul. Entah dia memang terlalu sibuk dengan apayang dia kerjakan, yaitu memperbaiki mobilku yang sama sekali tidak rusak. Atau dia sibuk mencari alasan apa yang membuat aku harus berpura-pura mengatakan padanya kalau mobilku rusak. Waktu berpihaklah padaku, hanya untuk kali ini saja.

Aku terus saja menatap jalanan di mana mobil berlalu-lalang. Menunggu dengan tidak pasti.

Mataku terfokus pada sedan merah pria itu. Membuat jantungku berdesir dengan geram karena pada akhirnya aku masih belum bisa duduk di sana bersama dengan pemilik mobil tersebut. Banyak hari senin yang aku habiskan agar aku bisa satu mobil dengannya tapi hari-hari itu hanya berlalu dengan begitu saja. Tidak ada hasil bahkan secercah harapan saja tidak kudapatkan.

Kadang penyerahan ada di depan mata tapi lagi-lagi hatiku menang dalam sebuah perdebatan. Membuat aku mengutuk detak yang selalu berbeda jika telah menyangkut dia yang bisa menggetarkan. Adakah obat untuk sakit yang tidak terlihat ini?

"Apa yang kau lamunkan, Andien?"

Suara tanya yang datang dari belakangku begitu jelas hingga aku harus berbalik dengan terkejut yang membuat Arthur menatap aku dengan aneh. Mungkin karena keterkejutanku yang berlebihan. Atau apa?

"Om.." suaraku ragu.

"Mobilmu sudah benar. Cobalah." Ujarnya datar. Jika dia penasaran dengan suatu hal maka dia memilih tidak menyuarakannya.

Aku yakin kalau aku hanya mencabut satu sambungan pada mesin mobilku hingga mobilnya tidak mau menyala. Jika seperti yang dikatakan Arthur tentang dia pernah belajar soal mesin maka pastinya dia akan tahu kalau apa yang aku lakukan adalah sebuah kesengajaan. Aku yakin juga dengan kepintaran yang di miliki Arthur, dia akan mudah tahu kalau aku berbohong tapi melihat dia seolah menerima alur yang akku berikan membuat aku tidak kuasa menahan tanya di kepalaku. Kenapa dia harus melakukannya?

Arthur bisa saja mengatakan padaku kenapa aku harus membohonginya tapi dia lebih memilih merubah akhir dari alur yang aku buat. Membuat aku kembali ke titik awal di mana aku tidak mengenal pria ini. Ya, Arthur dan segala tindakannya yang tidak terbaca. Dia membuat perempuan yang di cintainya memiliki seribu pertanyaan dan saat ini akulah perempuan bernasib malang itu.

"Kau tidak akan mengeceknya?" Arthur kembali bersuara.

"Aku akan mengeceknya." Jawabku. Aku membuka mobil dan duduk dibalik kemudi lalu menyalakan mesinnya. Mesinnya hidup dengan normal.

Aku membuka pintu mobil dan berhadapan lagi dengan Arthur setelah dia menutup kap mesin mobil. Tersenyum ragu kuberikan padanya dan dia sepenuh hati membalasnya. Walau senyumnya hanya segaris bibir tapi aku tahu kalau itu adalah senyum tertulus yang bisa dia berikan padaku. Dia memang tersenyum seperti itu. Pria dingin ini.. kehabisan kata aku untuknya.

"Terimakasih, Om. Kalau Om tidak ada di sini, aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan menunggu. Aku sungguh mengucapkan terimakasih."

"Bukan masalah besar, Andien. Kau tahu nomor ponselku bukan. Kalau ada apa-apa cepat hubungi aku. Aku tidak mau kau kebingungan lagi seperti ini di lain waktu. Apalagi harus membuatmu terlambat kuliah. Mengerti?"

Dia membuat aku menjadi kerdil. Perasaanku lagi-lagi terluka karenanya. Selalu kuliahku yang dia utamakan lantas bagaimana dengan hatiku sendiri? Tidak dapat kubayangkan seandainya dia tahu perasaanku suatu hari nanti. mungkin dia tidak akan menatapku dengan cara yang sama. Mungkin juga dia akan bersikap baik dengan meminta aku melupakan perasaanku sendiri. Yang mana saja hanya akan berakhir menyakiti aku.

Terjerat Pesona Om - Versi Lengkap Di PlaystoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang