Chapter 4

9.2K 556 16
                                    

Husapan di kepalaku membuat lelapku terganggu. Tadinya ingin kusingkirkan tangan siapapun itu yang ada di kepalaku tapi rasa nyaman yang menelusup ke hatiku membuat aku menahan diri. Mencoba menikmati lebih lama sentuhannya yang menenangkan. Aku tidak dapat menduga siapa itu, hanya saja sentuhannya yang asing mendatangkan kehangatan yang tidak pernah aku rasakan pada pria manapun.

"Bangun, Andien."

Suara itu.. alarm di kepalaku terbangun layaknya singa tidur yang terganggu oleh sekawanan cheetah. Mataku terbuka. Menatap sosok yang ada di sampingku dan jantungku terasa mencelos. Dingin merambati tulangku. Aku seperti ada di ruangan pendingin sekarang dari pada mobil. Matanya yang datar menatap aku dengan tanpa memberitahu apa yang di rasakan hatinya. Seribu kutukan yang diberikan penyihir pada tuan putri tidak akan bisa menyamai kutukan yang ingin kuberikan pada diriku yang tolol ini. Apa yang kau lakukan, Anditha. Kau mengacaukan segalanya.

Pertama. Aku membuat Anita terluka, walau tidak secara langsung aku pelakunya.

Kedua. Aku bermasalah dengan Deborah.

Ketiga. Datangnya Decon yang menyatakan kalau kerjasama kami telah usai. Aku tidak akan lagi berhubungan dengan pria yang menjamah tubuhku dengan pemaksaan.

Harusnya musibahnya berhenti di sana tapi masih ada yang keempat.

Keempat. Ardian Arthur Petrov. Pria yang tidak pernah aku bayangkan bisa melihatku dalam keadaan sekacau ini kini telah duduk di hadapanku dengan ketenangan yang membuat aku gelisah. Sedangkan aku ada di depannya dalam keadaan telanjang yang di mana tubuhku hanya berbalut kemeja milik Decon yang pastinya akan memberitahu seluruh mata kalau hanya kemeja ini yang aku pakai. Kini fakta itu membuat aku layak di tenggelamkan ke danau Tiberias.

"Om.."

Aku berdehem serak. Suaraku mirip seperti kijang yanng telah tersudut oleh sang singa. Hingga aku harus melegakan dulu tenggorokanku agar aku bisa bersuara dengan cukup baik.

"Om, Aku.."

Arthur tidak menunggu aku untuk menyelesaikan kalimatku. Dia sudah keluar dari mobil meninggalkan aku. Membuat aku hanya menatap dia dalam rasa resah yang semakin menjadi. Mencoba menguatkan diri untuk menatap dia yang sudah berjalan ke depan mobilnya, lalu berakhir berdiri di samping mobilnya. Pintu yang ada di sampingku terbuka dan dia mengulurkan tangannya agar aku meraihnya. Aku menatap sekitar di mana kami berhenti.

Ini bukan parkirkan apartemen kami. Jelas jalanan ini terlalu jauh untuk sampai ke apartemen. Apa Arthur benar-benar akan menurunkan aku di sini? Tega sekali dia!

Lantas kenapa juga dia harus membawa perempuan mengerikan seperti aku dengan mobilnya. Jika ada orang yang melihat kami pulang bersama maka tuduhan akan terlayang pada Arthur pastinya. Memang tidak ada yang mengenal kami secara pribadi di tempat itu tapi pastinya tatapan penasaran akan membuat pria itu tidak nyaman. Itu juga akan membuat aku merasa bersalah.

Aku membuka sabuk pengamanku dan meraih tangannya untuk turun dari mobil dan berdiri dihadapannya. Kutatap jalanan sepi itu dan merasa merinding karenanya. Ingin saja kukatakan pada Arthur tentang tempat ini. Kendaraan tidak ada yang melewati tempat ini dan butuh banyak waktu untuk berjalan ke jalan raya besar. Seharusnya tidak di sini aku di turunkan. Matilah aku..

Sentuhan di kedua lenganku membuat fokusku bubar. Aku menatap Arthur dan meyakinkan diriku tentang apa yang di lakukan Arthur tidaklah seperti yang aku pikirkan.

Bayangkan saja. Ini tempat sepi. Kami berdua pastinya tahu, kalau tempat ini jarang di lalui oleh mobil. Arthur meyentuh aku dengan cara selembut ini. Pikiran waras siapa yang akan tenang jika seperti ini. Bayangan kalau Arthur menginginkan sesuatu dariku membuat aku menahan mual.

Terjerat Pesona Om - Versi Lengkap Di PlaystoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang