Chapter 12

6.1K 531 27
                                    

Aku berjalan dengan langkah gontai menuju ke jembatan Ufa di mana di setiap sisi jembatan akan terlihat dua pasangan yang sedang bermesraan. Membuat hati di landa iri. Aku ingat harusnya kutemui Alexander di tempat aku menjanjikannya. Tapi aku tidak memiliki tenaga untuk bersama dengan Alexander sekarang. Apalagi jika apa yang ingin di bahas Alexander adalah hal yang berat. Kepalaku sudah tidak muat diisikan masalah baru.

Jadi aku mematikan ponselku karena akan sangat mungkin bagi Alexander untuk mendapatkan nomorku. Aku memilih berdiri di sisi jembatan. Meletakkan minuman yang aku beli pada penjual keliling. Minuman itu adalah bir kaleng, aku harus mewaraskan otakku dulu agar aku bisa tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Airmata sudah mengenang sejak aku meninggalkan restoran itu tapi bahkan satu tetespun tidak ada yang keluar. Entah apa yang menahan airmataku jatuh.

Arthur sudah tahu kalau aku adalah pelacur. Kini pastinya dia sudah mulai bersiap mengambil sikap untuk meninggalkan aku. Aku tidak perlu menunggu  ditinggalkan karena aku sendiri yang akan pergi. Untung saja aku masih memiliki brosur tentang beberapa negara yang cocok untuk untuk di datangi turis pemula sepertiku.

Aku terkejut dan hampir menjatuhkan kaleng bir yang ada di tanganku. Pelukan di pinggangku membuat aku berbalik untuk mencari tahu sosok kecil tersangka pemelukku. Sosok itu mendongak dan kutemukan senyum telah menghias wajahku. Senyum yang pastinya tidak akan pernah terbit andai saja bukan bocah lelaki ini yang sedang memelukku.

“Azka.” Aku menyebut namanya dengan doa rindu.

“Aku tahu kalau kau adalah Anditha. Bahkan walau aku melihatmu dari kejauhan.” Ujarnya dengan nada kekanakan. Di mana tidak bisa dia sembunyikan kerinduan yang sama besar seperti yang aku miliki. Atau mungkin malah rindunya yang lebih besar dariku. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk merindukan dia, masalahku membuat aku tidak memilikinya.

Aku jatuh berlutut di depan Azka. Mensejajarkan tinggi kami di mana mulai kurapikan rambutnya yang berantakan. Mataku melihat ke belakangnya dan kutemukan pria asing berjas hitam dan kacamata dengan warna yang sama. Dia memiliki headset di telinganya membuat aku menatap Azka.

“Siapa pria di belakangmu, Azka?”

Azka menatap ke belakangnya. “Dia Edmund, Anditha. Aku pernah cerita padamu.”

“Edmund?”

“Pengawal yang ditugaskan ayahku untuk menjaga aku.”

Jika aku sedang memiliki sesuatu di mulutku, pastinya sekarang aku sedang tersedak. Pengawal? Anak siapa sebenarnya yang ada di depanku ini, kenapa bisa dia memiliki pengawal pribadi semacam itu? Hanya anak-anak yang memiliki pengaruh di Ufa yang bisa memiliki pengawal. Apa Azka salah satu anak menteri Ufa.

“Jangan khawatir Anditha. Dia tidak akan mengganggu kita.” Azka menenangkan aku.

Oh tentu saja dia mengira keterdiamanku karena aku terganggu oleh kehadirannya. Tapi jelas aku diam karena sepertinya aku memiliki hubungan baik dengan salah satu anak menteri. Apa ini saatnya untuk mengatakan mundur. Mungkin itu adalah cara yang bijak tapi rupanya aku tidak sebijak itu.

Azka sudah menarik lenganku untuk bangun dan membawa aku berjalan bersamanya dengan telunjuk yang terus mengarah ke langit. Di mana ada kembang api di sana. Membuat aku malah ikut kagum dengannya dan niat untuk mundur lenyap dariku.

Aku menatap pengawal Azka yang hanya mengangguk padaku di mana tidak kutahu kemana pandangannya terarah karena sepertinya sudah menjadi tugasnya memakai kacamata hitam agar tidak ada yang melihat ke mana mata itu memandang. Masa bodoh. Aku juga butuh menghibur diriku dan Azka akan menjadi hiburanku malam ini.

Terjerat Pesona Om - Versi Lengkap Di PlaystoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang