Chapter 11

4.8K 502 37
                                    

Aku membuka pintu apartemen dan telah kutemukan Arthur di depan pintuku. Membuat aku bertanya, sudah sejak kapan dia ada di sana? Aku melihatnya menatapku santai dan tidak lama telah kutemukan senyum menawan seperti biasa. Seolah tadi malam tidak terjadi apa-apa.

Ya, makan malam itu cukup di katakan kacau.

Aku lebih banyak diam di restoran. Tidak menikmati makananku dan lebih mengutamakan memikirkan segala kemungkinan buruk untuk hidupku dan Arthur. Aku mendiamkan Arthur. Bahkan aku tidak menjawab beberapa pertanyaannya dan hanya terus berkelana dalam alam khayalku. Membuat aku merasa bersalah tapi juga tidak bisa kuungkapkan itu.

Hingga dia mengantarku ke apartemenku. Hanya kecupan di kening yang dia berikan dan tanpa kata meninggalkan aku.

Kini dia berdiri di depan apartemenku. Membuat aku kembali dilanda rasa bersalah. Kupikir dia tidak akan datang menemuiku untuk waktu yang lama setelah apa yang aku lakukan untuknya. Tapi di sinilah dia. Menatapku dengan mata yang sama dan dia adalah pria yang membuat aku menyesali segala apa yang telah aku lakukan malam tadi. Benar-benar payah.

Aku tidak menunggu detik berlalu lebih lama. Langkahku mantap kearahnya. Kudekap tubuhnya. Kulingkarkan kedua lenganku di tubuhnya. Menempelkan pipiku di dada bidangnya. Membuat aku merasa pulang. Jadi kegersangan hati ini hanya karena hatiku menjauh dari pemiliknya.

Tadi malam aku sampai tidak tidur karena apa yang aku lakukan.

“Aku mencintaimu.” Kukatakan itu agar dia selalu tahu seperti apa perasaanku terhadapnya.

Arthur mencium kepalaku. Meraih bahuku. Dia melepaskan aku dari pelukannya. “Aku tahu.”

Dia membawa aku masuk ke apartemen. “Aku ada urusan siang sampai malam nanti jadi aku datang pagi-pagi untuk menemuimu. Aku tidak ingin kau berpikir aku menghindarimu setelah apa yang aku lakukan.”

Aku dan Arthur duduk di sofa. Aku tidak berjarak darinya, begitu kami duduk aku langsung memepet dia tanpa tahu malu. Masa bodoh, aku hanya ingin sedekat ini dengannya. Mencoba mengingatkan diriku seperti apa dia jika berada di dekatku. Sentuhan yang hangat. Deru nafas teratur. Juga debar yang menggelisahkan namun menyenangkan. Dia sehebat ini. Dia semenarik ini.

Arthur bersandar di lengan sofa dan membawa aku masuk ke antara pahanya. Membiarkan aku tidur di atas dadanya yang bidang. Menikmati momen kebersamaan kami.

“Kau tidak lapar?” Arthur menjenguk wajahku untuk bertanya.

Aku menggeleng.

“Tapi kau butuh makan.”

Aku semakin menyamankan diri. “Biarkan seperti ini dulu, Arthur. Kau bisa memikirkan makananku nanti.”

Arthur akhirnya menyerah. Dia hanya mengelus bahuku dengan lembut dan dagunya ada di atas kepalaku. Hentikan waktu di sini Tuhan. Kumohon hentikan saja waktunya. Aku telah nyaman dalam dekap hangat pria yang aku cintai. Aku tidak menginginkan hal lainnya lagi. Hanya sosok ini yang aku butuhkan. Bahkan matipun tidak akan kusesali sekarang.

“Apa yang akan kau lakukan hingga tidak bisa menemuiku sampai malam, Arthur?”

Aku yang pada akhirnya memutuskan waktu agar terus berjalan. Aku ingin mendengar suaranya. Tidak hanya hadirnya. Entah bagaimana berada di dekatnya bisa membuat aku menjadi lebih rakus lagi.

“Aku ada pertemuan dengan seseorang.”

Aku mengerut. “Seseorang. Pria atau wanita.”

Arthur diam. Membuatku mendongak untuk bisa melihatnya. Ada senyum yang aku temukan di sana. Senyum yang begitu menggoda.

Terjerat Pesona Om - Versi Lengkap Di PlaystoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang