2. Coklat

185 23 2
                                    

Sepi euy :(

Kayak hatinya kak Bisma

🐣🐣🐣


Kiran baru saja melangkah keluar dari pintu belakang cafetaria saat mendengar suara aneh tak jauh dari sana. Tadinya gadis itu hendak bersembunyi di belakang cafetaria setelah kabur dari kelasnya Pak Okta. Berbekal minuman kemasan dan juga beberapa snack untuk menemaninya dua jam kedepan.

Kening gadis itu mengernyit, agak merinding mendengar suara samar yang terdengar menyedihkan.

"Ini masih siang," gumam Kiran melirik jam dinding cafetaria, "siang-siang nggak mungkin ada setan."


Gadis berambut sebahu itu teringat ucapan teman sekelasnya tempo hari, bahwa ada siswi yang meninggal dengan cara gantung diri dibelakang gedung cafetaria. Kiran jadi bergidik ngeri, apalagi pernah ada yang bilang kalau sekolah ini dulu bekas kuburan masal yang kemudian digusur menjadi sekolahan.

Ah persetan cerita-cerita seram tentang sekolah.

Perlahan Kiran melangkahkan kakinya yang dibalut sepatu sekolah. Gadis itu agak mengendap-endap berusaha agar langkahnya tidak terdengar.

"Kok kayak suara nangis?" Kiran bermonolog, keningnya mengernyit merasa suara aneh itu terdengar seperti tangis yang berusaha ditahan.

Kiran menarik nafasnya dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Mencoba meyakinkan diri bahwa ini masih siang, dan memikirkan jalan paling aman untuk lari jika saja yang ditemuinya nanti bukan sejenis manusia.

Suara itu walaupun lirih semakin jelas terdengar.

Sampai pada belokan cafetaria, Kiran jadi tersentak sendiri. Berjarak sekitar tiga meter dari tempatnya berdiri terdapat seorang pemuda berjongkok sambil memeluk lututnya. Wajah pemuda itu ditenggelamkan diantara lipatan lengannya.



Merasa ada yang memperhatikan, pemuda itu mengangkat wajahnya pelan kemudian menoleh. Keduanya sama-sama tersentak dengan mata melebar.

Kiran yang masih berdiri agak canggung, "ngg.. anu.. gue----"

"Pergi."

Pemuda itu mengusir dengan suara berat dan sedikit serak.

Tapi bukannya menurut untuk pergi, Kiran malah berjalan mendekat. Gadis itu meletakkan plastik belanjaannya didekat tembok, kemudian melipat rok ikut berjongkok.

Kiran mengeluarkan sebungkus tisu dari dalam plastik, kemudian agak mendekat ke pemuda itu dengan posisi masih berjongkok. "Daripada dilap pake seragam, mending pake ini."

Pemuda itu hanya melirik, tak menanggapi uluran tisu dari Kiran. Masih dengan posisi berjongkok, kali ini dagunya diletakkan diatas lipatan lengan.

"Cih. Sombong banget sih," gumam Kiran pelan, walau jelas terdengar oleh pemuda itu. "Lo ngapain mojok disini? Nanti kesambet loh."

Tidak ada jawaban. Bahkan pemuda itu enggan menoleh atau sedikit melirik pun tidak.

Kiran jadi mendengus kesal, "yaudah kalau gitu." Ketusnya kemudian berdiri.

Belum sempat Kiran berdiri dengan benar, pemuda itu sudah meraih lengannya kemudian menarik gadis itu hingga kembali berjongkok.

"Lo gimana sih? Gue tanya diem aja, giliran gue pergi malah ditarik lagi." Omelnya tanpa sadar.

Pemuda itu agak memiringkan kepalanya, menatap Kiran dengan mata tajamnya. "Lo mau bolos kan? Disini aja, aman." Ujarnya serak.

Bibir Kiran mencibir terang-terangan, "gue anak baik ya. Nggak ada tuh bolos-bolos di kamus gue." Katanya sombong.

Shine On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang