7. Payah

1.3K 193 13
                                    

Semua membernya, dan beberapa staff Pledis, sebenarnya tahu akan orientasinya. Jadi Minghao bukannya takut jika Mingyu akan menjauhinya. Melainkan, fakta kalau dia menyukai Mingyu lah yang ia takuti.

Ya. Minghao telah mengakui fakta itu. Setelah meneteskan beberapa air mata, dan meneguk habis sebotol anggur sendirian. Oh, jangan lupakan berhelai-helai rambutnya yang tercabut sebab ia begitu frustasi.

Mingyu itu sangat santai menyikapi 'Minghao juga suka laki-laki, lho'. Kadang, dia bahkan bertanya pada Minghao tentang OOTDnya, 'sudah boyfriendable?' 'kalau seperti ini kau mau jadi pacarku?'.

Minghao tidak tahu harus menangis atau tertawa.

Seperti ada logika aneh mendikte di dalam kepala Mingyu, bahwa Minghao tak akan pernah tertarik kepada Mingyu sebagai seorang lelaki.

Dan saat ini, mereka sedang melihat-lihat deretan mantel-mantel perlente di sebuah toko bermerek. Ini adalah awal oktober dan musim gugur akan semakin dingin. Tapi bukan berarti fashionista seperti mereka akan memilih menggulungkan diri dengan jaket-jaket tebal dan syal-syal jelek untuk menghalau hawa yang tak bersahabat. Oh, tidak. Mereka harus tetap terlihat necis.

"Ini bagus, tidak?" Mingyu mengambil sebuah mantel coklat sederhana, namun bahannya terlihat elegan.

Semua yang kau pakai akan bagus, "Eh, lumayan."

Mingyu berdecak dan mengembalikan mantel itu ke raknya.

"Kenapa?"

"Aku belum bisa membuatmu terpana dengan mantel tadi," jantung Minghao melompat kecil, "berarti Chaeyeon juga tidak." tidak jadi.

Gadis cantik yang berbagi tahun kelahiran dengan Mingyu, dan Minghao, dan Seokmin, itu menjadi akrab dengan Mingyu setelah mereka menjadi rekan kerja di Inkigayo sebagai MC. Member girl group DIA itu bahkan tak sungkan untuk menelpon Mingyu di waktu luangnya.

Apakah Minghao cemburu? Tentu saja.

Apakah Minghao punya hak? Tentu tidak.


--------


Minghao menghela napasnya sebal. Dia sudah berguling-guling di kasurnya sedari sejam yang lalu; mencoba menyamankan diri dan mengabaikan suara Mingyu yang sedang menerima telpon.

Kuping Minghao itu sensitif, Mingyu tahu. Tapi suaranya akan kembali mengeras dan tertawa-tawa meski telah Minghao tegur beberapa kali.

Minghao mendengus. Seseru itu kah obrolannya dengan Chaeyeon? Dia mengernyit; memutuskan untuk beranjak keluar kamar membawa boneka Kermitnya.

Sebelum pintu kamar tertutup sempurna, ia masih bisa mendengar suara perempuan di seberang telepon menyeruak keheningan hunian mereka yang terlelap.


--------


"Boneka itu tak bersalah padamu."

Minghao menoleh, mendapati Wonwoo yang baru keluar dari dapur membawa secangkir susu hangat.

Minghao mengamati cangkir yang mengepul itu, "Untuk Soonyoung. Dia tak bisa tidur."

"Ah."

Minghao pikir Wonwoo akan berlalu dan meninggalkannya di ruang tengah sendirian bersama boneka yang tadi ia remat-remat. Dia malah mendudukkan diri disampingnya, "Apa dia masih menelpon?"

Minghao mengangguk. Semua anggota Seventeen sudah tahu kebiasaan baru Mingyu. Bahkan mereka rutin menawarkan kamar mereka untuk tempat mengungsi Minghao. Seringnya ia menolak, karena meski terganggu (dan cemburu) Mingyu akan mengakhiri panggilannya kira-kira setelah satu jam. Jadwal padat sebagai idol membuat waktu tidur menjadi berharga di atas segalanya.

Namun kebetulan besok Seventeen dan DIA tidak ada jadwal. Minghao menebak bahwa panggilan telepon itu akan berakhir ketika ayam sudah berkokok. Walau di sekitar sini tidak ada ayam sih.

"Kau bisa pakai kasur Soonyoung."

Minghao menggeleng, "Tidak usah, Hyung. Aku tidur disini saja."

Akan sedikit dingin dan sempit memang, tapi dia sedang tidak ingin melihat Wonwoo dan Soonyoung cuddling di kasur Wonwoo. Rasanya pahit di lidah.

Sudah beberapa menit berlalu dan Wonwoo masih belum beranjak. "Ada yang ingin kau katakan, Hyung?"

Wonwoo bersemu. Selain canggung, dia jarang menjadi sosok Hyung untuk adik-adiknya. Pada akhirnya dia hanya bisa berucap, "Kau tak apa?"

"Memang kenapa?" senyum Minghao pahit.

Jeonghan lah yang pertama mengetahui dilema Minghao, tapi Soonyoung, dan otomatis Wonwoo, yang sering mendengar keluh kesahnya tentang hal-hal yang ia anggap memalukan. Seperti perasaan contohnya.

"Aku tahu aku tak sepandai itu dalam bicara, dan mungkin kau kurang nyaman membicarakannya," Wonwoo memutar-mutar cangkir yang masih penuh itu di telapak tangan, membuat isinya hampir tumpah, "hanya, berkeluh kesahlah padaku. Aku temanmu."

Mata Minghao melebar, lalu ia terkekeh bersama Wonwoo.

"Aku tak tau kalau kau sepayah ini."

Mereka tertawa lagi.


--------


Minghao menyentuh pelan pundak Wonwoo, mengusapnya seakan bisa meredakan rasa ngilu di hati, "berkeluh kesahlah padaku," dengan ragu Minghao memeluk Wonwoo, "aku temanmu."

Wonwoo semakin terisak, "Aku hanya tidak mengerti, Myungho-yah." Ingus dan air matanya mengotori kaus Minghao, namun ia terlalu kalut untuk peduli. Ia juga mengabaikan jika kaus itu telah dipakai untuk latihan menari hampir seharian. "Apa yang harus kulakukan?"

Melihat Wonwoo menangis setara dengan melihat langit berbintang di Seoul. "Aku juga bingung, Hyung," ucap Minghao pada akhirnya, "tapi dari apa yang kumengerti selama ini kau, kita, hanya bisa mengikuti alurnya saja. Kita bingung karena kita tidak mengerti. Dan mungkin, kita tidak harus mengerti. Perasaan ada untuk dirasa, bukan untuk dimengerti."

Minghao berdehem, "Perihal kau yang menyukai Soonyoung-hyung, mungkin kau sulit menerimanya, mungkin kau menyangkalnya, tapi rasa itu ada, nyata. Identitasmu sebagai asex tidak harus mendikte bagaimana kau hidup dan merasa, Hyung."

Tangisan Wonwoo memelan menjadi senggukan-senggukan kecil, "Berarti, aku sudah bukan asexual?"

"Bukan berarti kau aromantic."

Tatapan bingung Wonwoo membuat kekehan ringan lepas dari bibir Minghao, "Banyak yang belum kau dan kita tahu, Hyung. Mangkanya, lebih baik kita jalani saja."

Wonwoo tertawa, dia mengangkat ujung kausnya untuk menghapus wajah berantakannya, "Begini caramu menghibur orang?"

Minghao hanya tersenyum lebar, yang kemudian ditiru Wonwoo.

"Aku tak tahu kau sepayah ini."


--------


Love Scenario [gyuhao]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang