15. Sulit

1.4K 169 7
                                    

Suatu kebohongan jika Mingyu berkata ia tak pernah menyadari sedikitpun perasaan sahabatnya Xu Minghao. Mereka rekan satu tim, mereka sahabat, mereka seapartemen, mereka sekamar. Tentu ia akan sadar.

Dan rasanya sulit.

Mingyu menyukai pertemanannya dengan Minghao. Dia begitu berbeda dengan Mingyu, namun memiliki kecondongan yang sama. Tadinya ia tidak begitu ingin dekat-dekat dengannya, ada 12 member lain yang bisa ia tempeli di acara televisi sehingga terlihat seperti mereka punya kerja tim dan pertemanan yang baik-baik saja. Ia tak harus dekat dengan Xu Minghao, ia tak harus dekat dengan anak ingusan yang tak bisa berbahasa Korea dan punya penyimpangan seksual.

Keluarga Kim Mingyu adalah keluarga yang hangat: ayah, ibu, dan dua anak. Tentunya ia bervisi memiliki struktur keluarga yang sama, dan itu hanya bisa tercapai dengan dua manusia dewasa yang punya sistem reproduksi sehat dan saling melengkapi. Perempuan dengan laki-laki. Laki-laki dengan perempuan. Segampang itu.

Sampai pada suatu pertengkaran mereka yang entah ke berapa di minggu panas bulan agustus itu, masih dengan baju latihan penuh keringat mereka mencengkram kerah masing-masing. Meski pada akhirnya Mingyu melemahkan genggamannya duluan, si cungkring di depannya ini jago beladiri, dan ia hanyalah remaja kelebihan tinggi yang bahkan susah mengatur keseimbangan geraknya sendiri.

Samar-samar ia ingat Seungcheol, yang saat itu masih belum came out, meneriaki mereka dan memaksa mereka menyelesaikan masalah dengan dewasa. Mingyu mendecih. Dewasa apanya? Bahkan Seungcheol masih SMA kala itu.

Mereka pun duduk di pinggir jalan, dekat toko kelontong, dan menjilati es krim dengan dahi masih mengenyit sebal.

Minghao tiba-tiba menggigit es krimnya patah dan terkekeh, Mingyu memandangnya aneh, bersiap untuk pergi. Sebelum ia sempat, Minghao membuka mulutnya dan mematri Mingyu disana. Ia berakhir mendengarkan Minghao, dan sebagian pandangannya akan dunia.

Minghao bilang, agak lucu baginya untuk mengacu pada heterosexual sebagai orientasi yang lurus. Orientasi yang benar.

Bahkan di kultur-kultur yang melazimkan hubungan sesama jenis, hubungan dengan lawan jenis pun masih dibilang lurus, straight.

Yah, mungkin memang harusnya begitu. Dilihat dari sudut pandang evolusi, memang tujuan hidup makhluk hidup ya berkembang-biak, agar gen mereka tidak punah dan garis spesies mereka terus berlanjut, seperti visi Mingyu. Mereka yang gagal bereproduksi akan kehilangan jejak gen mereka dalam balapan evolusi.

Jadi daripada lurus untuk memenangkan balapan, Minghao rasa yang berbelok lebih suka bersenang-senang. Jika ada manusia-manusia lurus yang dengan senang hati bereproduksi, maka manusia-manusia belok akan mendukung saja dari samping lintasan.

Mingyu semakin mengernyit ketika Minghao melanjutkan bahwa ia tidak peduli dengan konsep pernikahan dan membangun sebuah keluarga. Jangan salah sangka, tegurnya cepat pada Mingyu. Bukannya dia tidak cinta keluarganya. Dia sangat. Tapi dia tidak mau membuat keluarga sendiri.

Minghao tidak mau beranak-pinak.

Apalagi mempertimbangkan dunia yang sudah penuh sesak dan semakin kelam, Minghao ragu membesarkan anak dengan keadaan seperti itu.

Dan lagi, siapa yang akan dia nikahi?

Sebenarnya orang tua Minghao memberi kebebasan penuh akan hidupnya. Mereka bahkan tidak mempermasalahkan orientasi seksualnya yang Minghao sadari semenjak sekolah dasar.

Tapi bukan berarti itu melegakan Minghao.

Menyetir hidupmu sendiri berarti kau bertanggung jawab penuh jika sesuatu terjadi. Jadi sudah kebiasaan Minghao untuk memikirkan apapun secara berlebihan, termasuk pernikahan dan cinta.

Minghao terkekeh lagi, meski tidak terlihat begitu, ia adalah seorang romantis. Dia suka menonton film dan drama picisan ―Mingyu menaikkan alisnya tinggi; tentunya Minghao sudah sering memikirkan kehidupan cintanya sendiri.

Minghao tidak akan muluk-muluk menginginkan kisah cinta klise. Dunia nyata itu ya nyata. Bodoh jika dia mengharapkan kisah penuh fluff yang imut untuk diceritakan ke anak cucunya (jika punya). Mungkin kisahnya akan jadi begini: kami kebetulan berteman baik dan menolerir satu sama lain untuk tinggal satu atap dalam kurun waktu sepertinya selamanya.

Dan ketika mendengar sisi pandang Mingyu, Minghao tertawa. Mingyu sudah mengepalkan tangannya, namun lalu Mingao berkata, "Kenapa penting sekali bagimu untuk ada hubungan darah? Lagipula, bukannya kau dan mereka keluarga?"

Kepal Mingyu diturunkan, dia membeku bingung.

"Kau dan Seungcheol-hyung, dan Seungkwan, dan Jeonghan-hyung, dan yang lain." Kata Minghao. "Bukankah kalian keluarga?"

---

Mingyu menatap Minghao yang sedang mematut diri di cermin; "Hei, Kim Mingyu, bagaimana dengan kaus yang ini dipasangkan dengan celana ini?"

Mingyu hanya berdehem, dan Minghao merengut sebal.

Sepertinya, ini tak akan sesulit yang ia kira.




.

.

.

an. halo! gimana kabar kalian? semoga tetap baik di tengah situasi yang agak kelam ini ya...  😔💓

Love Scenario [gyuhao]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang