14. Malam

1.4K 172 11
                                    

Soonyoung menyipitkan matanya, dan menatap balik Mingyu sama intens, "Apa maumu?" tudingnya.

Mingyu mengemut bibir, menimang, dan mengalihkan pandangannya tersipu.

Kernyitan alis Soonyoung makin dalam. Tapi Mingyu memang kadang aneh, terlalu tenggelam pada pikiran-pikiran anehnya, mirip Seokmin, jadi ia beranjak pergi.

"Ah, tunggu, Hyung!" seru Mingyu terlihat sedikit kelabakan.

Soonyoung menunggu. Latihan koreo yang begitu menguras tenaga sudah berakhir dan setelah mengajari Mingyu beberapa gerakan yang ia masih belum mahir, sudah waktunya Soonyoung istirahat, keluar dari ruangan lembab itu kemudian memasuki selimut dan pelukan Wonwoo. Energinya meredup, ia tidak punya tenaga untuk kesal dengan Mingyu. "Apa masih ada yang belum kau pahami?"

Mingyu berdehem pelan, "Tidak," lagi-lagi ia terlihat malu, "Tapi,"

Soonyoung menghembuskan napasnya, "Ya?"

"Bagaimana rasanya jadi gay?" celetuk Mingyu cepat. Soonyoung menatapnya terkejut sebelum tinjunya bertemu rahang Mingyu.

---

"Dulu tidak ada yang tahu," mulai Soonyoung. "Bahkan Seungcheol-hyung. Dan aku ingin tetap begitu, merahasiakannya sepanjang karirku. Bodoh memang," ia terkekeh. "Karena apa? Karena aku ingin merahasiakannya tapi aku juga pergi ke kencan buta. Aku takut mengakui aku gay tapi aku juga ingin merasakan jadi gay. Paham maksudku?" Soonyoung menatap sekilas Mingyu yang bingung, "aku hanya seorang remaja, Mingyu-ya. Remaja tanpa tempat untuk dibeberi rahasia, dan untuk memberi akal sehat di tengah hormon-hormonku yang menggila. Tapi aku pun tahu kalau aku harus segera menghentikannya jika aku memang ingin jadi idol. Saat itu aku meniatkan kencan itu untuk jadi kencan buta terakhirku. Dan itu sebuah bencana." Soonyoung menggigit bibirnya, seperti sedang menimang pilihan yang sulit.

"Jika kau tak mau tak usah, Hyung." Kata Mingyu.

Soonyoung tersenyum tipis, "Aku mau." Ucapnya. Ia menarik napas, meyakinkan diri. "Kau tau aku umur berapa waktu itu, Mingyu-ya?"

Mingyu menggeleng.

"Umurku waktu itu 15," ia mengernyit, "sepertinya sekitar itu. Dan anak umur lima belas tahun itu tidak tahu apa-apa ketika hanya ada dia dan beberapa pria dewasa di ruang karaoke malam itu." Mata Mingyu membola, "ya," lanjut Soonyoung, "aku ditipu om-om gay pedo brengsek. Bukan remaja-remaja yang sama bersembunyinya denganku yang membuat janji kencan buta. Tapi om-om gay yang mengkhianati istri-istri dan anak-anak mereka di rumah."

Mingyu menjilat bibirnya yang kering, "Apa kau yakin mau menceritakan ini padaku, Hyung?"

"Apa yang harus aku takutkan bercerita padamu? Tak akan ada yang percaya. Lagipula," Soonyoung menekuk lututnya, "itu sudah lama. Sudah seharusnya aku tak apa-apa."

"Tapi―"

Soonyoung terkekeh, "Aku tidak apa-apa Mingyu-ya. Aku permisi ke toilet waktu itu, mengurung diri disana sampai Wonwoo tiba. Di dorm waktu itu hanya ada dia. Jadi kami tidak bisa apa-apa saat mereka mengepung kami. Untung pihak karaoke segera menelpon polisi. Seperti yang kau tau, lebamnya masih ada sampai beberapa minggu, ingat kan?" Mingyu mengangguk, "Itu bukan karena kami dihadang preman."

"Kenapa mereka melakukan itu, Hyung? Bukankah sesama kalian harusnya saling melindungi? Bukankah sulit hidup sebagai LGBT?" Tanya Mingyu.

"Dunia tak bekerja seperti itu, Mingyu. Dan lagipula, aku mendapatkan apa yang aku inginkan," ia terkekeh.

"Apa memang?"

"Aku ingin meyakinkan orientasiku waktu itu. Apa benar aku gay atau hanya terlalu dikelilingi remaja-remaja lelaki yang sama-sama sedang puber? Di malam itu aku pun tahu."

Mingyu meluruskan punggunya, "Kalau kau gay?"

"Kalau malam itu aku jatuh cinta pada Wonwoo."




---

Love Scenario [gyuhao]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang