"Selamat ya." Ucap Minghao tiba-tiba di lorong sempit Pledis. Mingyu hampir menjatuhkan minuman kalengnya karena terkejut.
"Hah?"
"Kau dan Chaeyeon." Minghao menjejer Mingyu dan menekan tombol untuk satu kaleng isotonik, "Aku dengar dari Seokmin."
"Heh, terimakasih." Mingyu menyandarkan diri di mesin minuman dan menenggak habis sodanya. "Susah mendapatkannya."
Alis Minghao terangkat, "Tak terlihat dari frekuensi teleponmu dengannya."
"Kau terganggu, ya?" Mingyu menggaruk tengkuknya kikuk, "Maaf, kadang saking larutnya bertelepon aku sampai lupa berbagi kamar denganmu."
Minghao tersenyum kecut.
"Tak apa. Asal kau senang saja lah, Mingyu-ya." Kata Minghao yang berusaha terdengar acuh, meski kenyataannya dia menghabiskan setengah gulungan tisu untuk mengelap ingus dan airmatanya dua hari yang lalu.
Waktu itu Mingyu sedang sibuk-sibuknya, jadi ia tak tahu. Member lain pun begitu, karena memang Minghao tak suka bila orang lain melihat waktu-waktu lemahnya.
Waktu itu hanya ada Minghao, ruang latihan yang sepi, dan pundak basah Junhui.
Mingyu hanya menggumam kecil alih-alih tersenyum, "Senang ya?"
Minghao tak tahu apa maksudnya, tapi dia enggan bertanya. Meski pikiran itu terus mengganggunya bahkan sampai ke China.
Entah kenapa ia malah memikirkan hal tak penting itu saat ia harus menyempurnakan konsep kolaborasinya dengan Junhui. Apa iya dia sesuka itu dengan Mingyu? Lucu sekali; seorang belok yang menyukai sahabat lurusnya.
Tentu, Minghao takut untuk merusak pertemanan mereka. Banyak cerita pertemanan lelaki dan perempuan lurus yang rusak karena salah satu dari mereka tidak bisa menahan perasaan, lalu mengungkapkannya dengan pikiran naif bahwa pertemanan mereka akan baik-baik saja. Jadi apa bedanya dengan seorang cowok lurus dan seorang cowok belok? Bukankah itu malah meningkatkan probabilitasnya?
Minghao tak mau kehilangan Mingyu. Dia adalah teman berharga yang entah kenapa bisa ia temukan di negeri perantauannya. Dulu ia pikir ia hanya bisa memenuhi kebutuhan interaksi sosialnya pada Junhui, sebelum Minghao bisa meluluhkan Mingyu; karena mereka seumuran dan punya banyak minat yang sama, Minghao juga tak yakin.
Lagipula, meski Mingyu menolaknya dengan baik dan meminta tetap jadi teman pun, Minghao tak yakin ia bisa. Dia bisa saja mengacaukan koordinasi tim karena terlalu canggung, yang akhirnya mengacaukan semuanya. Ia bukanlah orang yang gampang menerima kegagalan apapun bentuknya, termasuk penolakan. Ia akan merutuki diri sendiri, menyalahkan caranya mengambil langkah atau karena ia berusaha kurang keras. Padahal hal semacam itu di luar kehendaknya.
Minghao adalah seorang yang tak mudah untuk berpaling dari suatu bab dalam bukunya. Ia akan menyelami dan menelisiknya, meneliti apakah ia melaluinya dengan sebaik yang ia bisa, bahwa dia memanfaatkan hidupnya secara optimal.
"Cara hidupmu itu tidak sehat." Junhui membuyarkan lamunannya. Dia sedang menggulung pita tebal 'My I' dihadapannya.
Minghao mendengus, "Siapa memang yang suka memesan fast food bahkan saat tengah malam?"
"Aku," Jun memberngut. "Tapi maksudku bukan itu." Hanya ditatap datar, Jun menambahkan, "Maksudku kebiasaanmu yang suka terlalu banyak berpikir."
"Sok tau kau."
"Pandanganmu mengawang. Apalagi yang kau lakukan kalau tidak berpikir berlebihan?"
Minghao mengangkat alisnya, "Aku bisa saja sedang memikirkan konsep kita."
"Konsep kolaborasi kita sudah sempurna," kernyit Junhui, "Kan?"
"Tidak ada yang sempurna, Jun. Kita bisa menambah satu atau dua hal, mengurangi satu atau dua hal... Menyempurnakan berbeda dengan sempurna." Kata Minghao sambil berjalan menghampiri meja snack dan minum.
"Terserah kau dan jiwa perfeksionismu sajalah, Aristoteles." Jun meletakkan gulungan pita di meja, "Ah!!"
Minghao hampir menyemburkan airnya, "Kau kenapa, hah?!"
"Tidak, tidak. Jangan mengalihkan perhatianku." Ujar Jun tak membantu.
"Kalau lelah kau bisa duluan ke hotel, Jun." Minghao menenggak airnya lagi. "Kau mulai meracau."
"Tidak, tidak. Dengar," Jun mengambil paksa botol Minghao yang tinggal sepertiga, meneguknya habis dan setelah itu meremat dan melemparnya ke tempat sampah, meleset tentu saja. "Aku ingin mengatakan hal yang keren padamu, tapi timingnya hilang."
Minghao menatapnya datar, "Ya sudah tidak usah."
"Tidak, tidak." Minghao memutar matanya malas. "Aku ingin mengatakan sesuatu tentang cara berpikirmu." Minghao mengernyit. "Kebiasaanmu maksudnya." Minghao menaikkan alis. "Berpikir berlebihan."
"Kenapa memang, hah?"
"Tentang Mingyu, kan?" ucap Jun pelan.
Minghao mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Scenario [gyuhao]
Fanfiction[completed] Xu Minghao, si pemeran pembantu dalam kisah Kim Mingyu. ⚠️this fiction has discussions on sexuality and identity issues.