Hillma Pov on.
Aku melangkahkan kaki dengan kesal, memasuki ruangan kelas yang masih sepi, ya wajar waktu masih menunjukkan pukul 06:30 AM so pasti masih bisa dihitung jumlah siswa satu sekolah yang berangkat sepagi ini, yah maybe kurang lebih hanya 200 siswa+ sementara jumlah siswa seluhnya mencapai 1000. Maklum sekolah favorit tapi makin lama makin tidak menjadi favorit karena udah ada sistem zonasi yang pasti anak dengan otak biasa pasti bisa masuk ke sekolah ini dengan mudah, apalagi rumah deket. Ya termasuk aku anak zonasi, hehe.
Lupakan tentang zonasi. Amarahku tiba-tiba saja memuncak saat melihat wajah Galih yang sudah stay ditempat duduknya dengan handphone sudah dalam posisi miring serta headphone di telinganya, aku memutar bola mataku malas, lalu melanjutkan langkahku menuju ke meja tempat dudukku, disana sudah ada Licya yang sibuk dengan buku matematika dimeja.
Aku menaruh tasku di kursi lalu duduk memperhatikan Licya yang masih tidak sadar akan kehadiranku. "Fokus amat Lic? Tumben nih pagi-pagi ngerjain tugas, bukannya lo yang paling rajin ya di kelas ini." Licya menoleh saat mendengar suaraku ia lalu tersenyum malu.
"Gua lupa kalau ada tugas Hill, hehe." cengirnya, aku mengangguk. "Kenapa lo gak nyontek jawaban gua aja?" mata Licya seketika berbinar mendengar tawaranku namu sedetik kemudian dia kembali melengos,
"Mana mau gua nyontek lo yang mayoritas dapet nilai 5 kalau matematika?" Aku hanya cengengesan mendengar ejekan dari Licya, ya mau gimana lagi emang faktanya kalau aku itu lemah dalam mapel matematika. Aku mengeluarkan ponselku, lalu kucolokkan kabel earphone ke hpku dan kupasang earphone di telinga. Pagi-pagi mendengar suara Harutya (Penyanyi cover kobasolo) membuatku sangat bersemangat.
Aku melipatkan tanganku di atas meja lalu kutidurkan kepalaku yang terasa sanggat berat. Hingga suara kursi bergeser membuatku tersentak kaget, aku reflek duduk menatap kepergian Galih, aku memijat pelipisku, kukeluarkan buku mata pelajaran jam pertama yang ada di tas, lalu aku masukan buku tersebut ke dalam laci.
Mataku menyipit saat merasakan benda aneh berada di laci meja. Langsung saja ku tengok, Satu batang cokelat merek Queen yang Jumbo, mataku melebar. Buset cokelat mahal, batinku maklum lah aku hanya orang yang gak bisa ngandelin duit orang tua, walau ortu kaya si kaya monyet. Tapi tetep aja gak enak kalau mau minta duit mengingat aku waktu kecil tidak tinggal bersama mereka.
Cokelat dengan pita biru yang aku pegang dengan raut terheran-heran, aku menyikut Licya , Licya yang merasa terganggu oleh aksiku segera menoleh dengan tatapan tak bersahabat. "Hehe sorry nih, nyoret ya Lic." ujarku sambil nyengir tanpa dosa. Licya yang menyadari aku memegang satu batang cokelat segera bertanya.
"Wih cokelat, dari siapa tuh" tanyanya dengan suara menggoda, sialan emang si Licya. Aku melengos,
"Baru aja gua mau tanya lo tau gak ini dari siapa eh lo nya malah balik tanya."
"Hm,, coba deh Hil cek sekali lagi tuh, biasanya kalau cokelat kaya gitu ada notenya." aku mengangguk lalu aku cek kembali, tapi hasilnya nihil tidak ada kertas sobekan atau note atau catatan kecil atau apalah itu.
Aku menoleh ke laci lalu ku nyalakan Flash hp ku, yap ada secarik kertas berwarna pink. Aku mengambil kertas tersebut lalu membacanya.
Jangan Ngambek.
Nih kan duit dari pada di kasih ke polisi mending beli cokelat buat lo.Aku menautkan alisku bingung, Polisi? Oh ya aku masih ingat kejadian kemarin. Tanpa basa basi dengan Licya aku segera pergi meninggalkan ruang kelas mencari seseorang yang memberiku coklat.
Setelah beberapa menit aku keliling sekolah, aku menemukan sosok tersebut sedang berbincang dengan ke tiga orang temannya, aku segera mendekat. Ku taruh cokelat di meja yang ada di depannya. Dia yang tadi fokus dengan handphone nya segera menoleh ke arahku.
"Apaan?" Ujarnya. Aku menyodorkan cokelat itu. "Nih gua balikiin, maaf aja gua gak butuh duit lo yang udah berubah jadi cokelat buat gua." Ujarku lalu pergi meninggalkan Galih.
Ya dia Galih seseorang yang memberikanku cokelat mahal itu.
Tbc.
Oke see you next chap.
KAMU SEDANG MEMBACA
NGNL : HiL-Ga
Ficção AdolescenteNo Game No Life Itu adalah prinsip Galih, selama dia hidup. Sebagai seorang gamer handal tingkat akut. Satu hari saja tanpa game, mungkin dia berasa akan mati. Kesepian, "Kau boleh meremehkanku dalam banyak hal, tapi tidak dalam permainan." [01518]