Salju turun dengan derasnya, menyebabkan tumpukan putih di sepanjang jalan, dan menyebabkan kaca jendela menjadi berembun.
Hari ini adalah dua hari setelah natal, di sepanjng jalan masih terpasang lampu berkelap kelip, di pintu rumah-rumah pun masih terpasang hiasan natal.
Namun cuaca yang buruk membuat sebagian orang enggan bepergian, tapi tidak dengan polisi.
Aparat penegak hukum itu, dalam situasi apapun, dalam cuaca bagaimanapun. Mereka di haruskan tetap menjalankan pekerjaan mereka.
Termasuk salah satu polisi yang tengah berpatroli di salah satu kawasan padat penduduk di kota itu. Beberapa salju menempel di atas topinya, di hari itu sialnya ia lupa mengenakan sarung tangan, beberapa kali terlihat ia meniup niup telapak tangannya, dan menggosoknya. Berharap gesekan yang terjadi membuat tangannya hangat.
Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir pukul sebelas malam, hari ini putrinya berulang tahun. Tapi karna tugas negara inilah ia yang harusnya bisa duduk dan menyantap kue manis kesukaan anaknya harus menundanya hingga esok hari.
Ia merogoh ke dalam kantung celananya, ada sebuah kalung kecil berbandokan batu kristal berwarna biru di sana.
Ia tersenyum, meski sang anak tak bisa melihat warna-warni di dunia ini, ia bertekad untuk selalu memberikan yang tercantik untuk anaknya.
Tinggal mengelilingi beberapa blok lagi dan pekerjaannya malam ini selesai.
.
.
.
"hosh.... hosh.... hosh...." seorang lelaki muda berlari dengan langkah yang terseok-seok di jalanan yang licin. Sebagian salju yang mencair akan mengeras pada saat malam, menyebabkan jalan menjadi amat licin.
Pria itu terus berlari, meski darah tak henti menetes dari perutnya. Darah yang menetes itu, menyebabkan bercak merah di sepanjang jalan bersalju yang ia lewati.
Tangan kanannya memeluk erat buntalan yang tertutup kain yang juga penuh bercak darah.
Bruk...
Ia tersungkur...
"astaga, kau baik-baik saja nak.?" seorang polisi paruh baya menolongnya.
Ia harus segera bergegas, mengabaikan niat baik polisi itu.
"tunggu, kau terluka. Kau harus segera ke rumah sakit." ia tak menghiraukan seruan polisi itu. Meski tertatih, tetap ia lanjutkan perjalanannya.
Saat ini, ia tengah di kejar. Beberapa orang mengejarnya, dan hendak membunuhnya. Sejujurnya, ia tak takut mati, tapi anaknya masih terlalu kecil untuk ia tinggal sendiri di kehidupan ini.
Ia menarik napas panjang, dengan sedikit ringisan menahan sakit ia mengikat perutnya guna menghentikan pendarahan.
Ia bersandar pada dinding salah satu rumah, lampunya telah padam, mungkin si pemilik sudah terlelap. Dengan perlahan ia mengintip di salah satu lubang di dinding, gelap, tak dapat ia lihat apapun.
Perlahan ia mendekat dan mencoba membuka pintu belakang, terkunci. Berbekal penjepit kertas yang ia bawa kemanapun ia mengotak atik sedikit dan voila pintu pun terbuka.
Lelaki itu mengamati sekeliling, ia berada di dapur. Dengan perlahan ia meletakkan buntalan yang ternyata berisi bayi di sana.
"bertahanlah sebentar lagi, tou-san akan segera kembali." ia mengambil pisau besar dari dapur itu. Mengikat perutnya dengan serbet yang juga ia dapat dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot
RandomHinata yang hanya seorang gadis biasa, tertimpa kemalangan yang bertubi-tubi. Hingga mereka berdua, suber kemalangannya datang dan memberinya hidup yang baru. Des by. : Masashi Kishimoto story by. : KR pair. : sasuhina Rate...