Kin Dhananjaya
(Cinta dari dunia maya)Bagian 3
Emoticon Cium*
Bibirku melengkung lebar setiap kali menuliskan kata per kata menjadi kalimat panjang. Tiap adegan, apalagi setiap mengingat saat berbalas komentar, tak hentinya aku tersenyum, bahkan malu sendiri mengingatnya.
Imajinasiku yang melambung tinggi, buyar seketika mendengar suara lagu bukti, nyaring keluar dari ponsel yang tergeletak di samping laptop. Nama suamiku tertera di layar ponsel sebagai pemanggil. Segera kuambil dan menempelkan di telinga setelah menggeser layar hijau.
"Assalamuaallaikum, Daeng." Aku menyapa lembut.
Terdengar helaan napas dari ujung telepon. "Waalaikumussalam. Kamu tidak apa-apa kan, Ra?"
"Hm? Aku? Tidak. Kenapa memangnya?"
"Whatsapp kenapa tidak dibuka-buka? Aku kira kamu kenapa napa. Bikin khawatir saja."
Aku tertawa kecil. "Maaf. Aku sedang fokus menulis, jadi tidak memerhatikan ada pesan masuk."
"Nah kan. Belum apa-apa sudah lupa segalanya. Ingat ya, menulis bukan prioritas."
"Iya iya, Daeng. Tenanglah. Maaf, ya."
"Sekarang tutup laptopnya, dan makan buah atau cemilan dulu. Kamu harus banyak makan, Ra. Aku tidak mau kamu sampai sakit atau terjadi sesuatu pada anak kita."
"Iya, Daeng, iya. Aku nulis sambil ngemil kok. Suasana hatiku sedang baik, jadi tenanglah. Aku pasti makan banyak hari ini."
"Oke, janji, ya?"
"Hu'um."
"Yaudah aku kerja lagi. Kamu hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa atau pengen sesuatu, langsung telepon saja."
"Siap!" seruku.
"Ciumnya mana?"
"Ish!" Aku tertawa. "Muaahhhh!"
"Muaahhh, Sayangku."
Sambungan telepon terputus. Aku masih tersenyum. Suamiku memang terkadang berlebihan mengkhawatirkan sesuatu. Terlebih ketika aku hamil, kekhawatirannya bertambah dua kali lipat. Dan aku tahu, semua itu karena begitu besar rasa cintanya untukku.
Namun ….
Ah, aku jadi teringat tentang … cium, aku punya cerita lucu bersama Kin. Jadi waktu itu, hubungan pertemananku dengan Kin berkembang pesat sekali. Kami sering berbalas komentar. Bahkan dia memberikan kritik dan saran pada cerpen pertamaku. Aku belajar banyak padanya tentang kepenulisan.
Suatu hari, grup dihebohkan dengan kasus plagiat yang meraja lela. Hampir semua cerpen atau cerbung di grup diplagiat oleh seseorang dan dimasukkan ke web pribadinya. Yang bisa dibaca oleh siapa pun, dan orang itu bisa mendapatkan uang dari situsnya.
'Azzura.'
Mataku membulat tak percaya ketika melihat pesan masuk melalui messenger. Buru-buru aku membalasnya.
'Ya, Daeng.'
'Coba cek di sini ada cerpen kamu apa enggak. Kalau ada, jangan nangis, ya.' Kin memberikan link web yang mengcopy paste cerpen-cerpen milik para penulis di grup.
'Hahaha biarkan saja. Toh cerpenku tidak seberapa bagusnya.'
'Hei jangan begitu. Walau bagaimanapun, itu adalah sebuah karya.'
'Iya iya. Aku sudah cek tadi pagi, dan cerpenku memang ada di sana. Aku hanya tertawa melihatnya.'
'Benarkah? Kamu enggak marah?'
KAMU SEDANG MEMBACA
Kin Dhananjaya (Cinta dari dunia maya)
Ficción GeneralSiapa yang pantas disalahkan pertama kali ketika hati ini terluka? Diri sendiri! Siapa lagi? Aku yang membiarkannya datang dan singgah. Padahal ia hanya bertamu sedangkan aku menganggap lebih dari itu. Hati ini yang merasakan kenyamanan dengan keba...