"sayang,"
"Hm," jawabku malas.
"Kamu sayang nggak sih sama aku?"
"Kenapa?" Tak ayal kepalaku yang sedari tadi merunduk perlahan mendongak memberanikan diri menatapnya. Aduh, matanya tajam bak anak panah menembus mataku. Bahkan sampai hatiku. Aku deg-degan. Iya, aku juga bingung kenapa sekarang aku sering deg-degan sama Ditto ya? Apa aku sudah mulai suka sama dia?
"Jangan-jangan kamu nggak sayang sama aku?" Uh dia sok imut kalau manja gini. Tanpa sadar ternyata aku tertawa atas perilakunya.
"Sayang," jawabku pelan. Dia percaya kan? Aku memang sebenarnya sayang kok sama dia. Walaupun mungkin tidak sebesar rasa sayang dia ke aku. Hanya saja kadang ilfill sama over care dia. Dan itu, publik domain afection dia.
"Aku juga sayaaang banget sama kamu."
Dia memelukku erat. Dia memang tidak pernah punya malu. Ini di emperan toko lho ini. Karena kita lagi berteduh dari derasnya hujan siang ini.
Sekarang sudah bulan Mei tapi hujan masih sering deras saja. Terpaksa kami menepi dan berteduh di depan toko yang bersyukurnya dia tutup hari ini.
"Dingin nggak?" Aku menggeleng, tapi tangan bersidekap. Menatap kuda hitamnya yang tertimpa bombardir sekumpulan air langit. Kuda baja itu yang setia menemani hari-hari kami. Panas maupun hujan, dia lah saksi bisu kenangan masa SMA aku. Itu yang akan ku ingat ketika aku sudah tidak bersama dia nantinya.
Aku ingat, ketika pertama kali aku bertemu dengan Dito.
Waktu itu, aku sedang pertandingan basket antar kelas. Aku dengan tinggi badan hanya 152 cm bisa ikut team basket? Aku juga heran kenapa ketua kelas milih aku. Katanya meski aku pendek, tapi aku lumayan bisa shooting dan dribbling bola dari pada Sisil yang memang tingginya 161 cm. Dia sih bisa nya cuma centil-centil doang sama make up dia yang tebal. Tapi dia baik. Sahabat yang baik.
Kala itu, Della yang selalu bilang punya teman SMP yang pengen dikenalin ke squad kita. Dia jomblo yang habis di tolak sama cewek.
Sebenarnya Aini yang mau Della kenalkan pada Dito.
"Udah kalau kalian mau ketemu, gue tinggal aja engga papa. Nanti gue kelar tanding, kalian selesai acara kenalannya ke Dito Dito itu," ucapku seraya membenahi kaos team kelas. Agak kebesaran dan aku harus selalu menaikan lengannya hingga pundak.
"Jangan!" Sergah Sisil. "Terus Lo siapa yang nyemangatin?"
"Yaudah ini gue bilang ke Dito habis Lo tanding aja dia datangnya ya?" Sahut Della.
"Eh, ngapain Lo foto gue? Kirim ke siapa?"
"Dito lah kan gue lagi chat sama dia. Ini alasan kita belum bisa ketemu."
Ck! Mau melarang tapi malas, lagian udah saatnya turun lapangan.
.
.
.
"Hai, ini yang tadi tanding basket itu? Keren lho cewek bisa main basket," katanya ketika giliran menjabat tanganku. Aku cuma bisa senyum menanggapi. Karena aku lagi capek dan berkeringat.
"Dito, berarti kamu kenal Leo juga?" Tanya Aini dan aku mulai berjalan dan duduk di pot bung-yang bentuknya besar, dan bisa kami duduki- karena capek banget. Mana cuaca panas dan gerah gini. Langit sudah sedikit menghitam, dan mendung menggelayut. Pengen ngajak cepat-cepat balik, tapi nggak enak sama mereka. Dan kayaknya Aini terlihat antusias kenalan sama Ditto.
Aku hanya mendengar dan mengamati mereka Sambil sesekali ikut tertawa.
"Kasihan ini yang habis tanding, lesu gitu," candaan Dito padaku yang hanya aku timpali dengan senyuman. "Pulang mana?"
Kenapa dia cuma nanya rumah ke aku doang?
"Mau pulang sekarang? Aku bisa anterin kamu."
"Eh.. enggak. Gue.."
"Engga papa. Pulang mana dia Del?" Katanya seraya menoleh pada Della.Mataku berkedip menatap temanku satu persatu. Sisil yang berkedip dan Aini yang mengacungi jempol. Serta Della yang menyebutkan alamat rumahku.
"Good luck," begitu kira-kira bentuk komat Kamit mereka.
Ah sial! Sasaran Aini kenapa jadi aku yang kena.
****
Terimakasih sudah membaca dan berkenan memberi bintang. 😘💕
KAMU SEDANG MEMBACA
kumpulan cerita pendek
Randomhanya wadah untuk menampung beberapa cerita pendek hasil karya saya, Tsofie. terimakasih kalau anda sudah menyempatkan waktu untuk membaca apalagi berkenan memberi bintang. 💕