1.7

19 2 0
                                    

"pulang bareng aku ya dear," Della merangkulku ketika aku memasukan buku pada tas.

Ku angkat kepala dan tersenyum. "Lo tahu aja kalau gue sudah tidak punya tukang ojek." Dia meringis mendengar jawabanku.

Bukan karena aku sudah benar-benar melupakan Ditto, tapi aku hanya menghibur diri sendiri. Menutupi rasa sakit agar tidak terlihat jelas di mata mereka.

"Oke. Tapi aku dijemput Leo, kita pulang bareng-bareng ya?"

Aku mengangguk meski dalam hati was-was bagaimana kalau ada Ditto di dalam mobil Leo?

Tapi ternyata dugaan ku salah. Mana mungkin lah Ditto berani menampakan diri di hadapan kami. Mungkin dia sudah asik dengan cewek pujaan hatinya. Maharani, penasaran aku dengan dia.

"Kita udah lima belas menitan lho disini nunggu kalian." Yang terdengar pertama kali ketika kami naik ke mobil Terios putih adalah gerutuan Leo. Dia bersama Dodi.

Aku salut dengan hubungan Della dan Leo yang ekspresif. Ketika salah satu marah maka yang lain akan minta maaf dan berakhir dengan saling tersenyum penuh cinta.

"Gara-gara nganterin Ditto ngapel ta-"

Della menyubit lengan Leo yang masih berada di pahanya. Dodi yang duduk di samping Sisil mengangkat kepala untuk menatapku, "Beneran Anne udah merelakan Ditto? Nggak nyesel Ne?" Mukanya tertawa sarkas tapi aku tidak pernah marah dengan dia. Dia selalu baik ke aku kok.

"Kenapa harus menyesal?" Kataku cuek, lebih tepatnya berusaha cuek.

"Nggak sakit hati? Dia pergi ngapel ke Maharani lho,"

"Enggak. Biarin aja besuk aku cari cowok yang lebih oke dari dia."

Bukan pembohong.

"Kayak kak Yongki ya Ne?" Celetuk Della dari seat depan.

"Siapa Yongki?" Tanya Dodi.

"Cowok ganteng pokoknya," jawab Sisil dengan cengiran khas, membuat Dodi mencebik.

"Gantengan siapa Ne sama Ditto?" Leo menatapku dari kaca spion.

"Kak Yongki lah," regu koor yang menjawab, seperti biasa.

"Selera sih," jawabku sembari mengambil ponsel dan membuka pesan dari Aini di pesan grup. Dia mengatakan sudah berada di rumah kakaknya yang baru saja melahirkan.

Dan ternyata dia juga mengirim pesan pribadi padaku.

"Gue minta maaf kalau selama ini Lo ngira gue suka sama cowok Lo."

Aku menegakkan tubuh dan sedikit menyamping supaya Sisil tidak melihat pesan dari Aini.

"Ini salah gue, gue selalu menghindar dari kalian, gue jarang ikut kalian kumpul-kumpul."

"Itu karena gue sebenernya minder, kalian punya pacar, sedangkan aku masih jomblo berkepanjangan."

Apa sih Aini. Aku suka bingung dengan pemikiran anak sekolah seperti kami ini, seakan pacaran itu satu kebutuhan lain selain prestasi sekolah.

kumpulan cerita pendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang