Bidikan kamera menyimpan memori,
mempertemukan kenangan yang terlewati.
...Telinga Vante terus berdenging. Kepalanya pun berdentum tak nyaman. Kata-kata sang Mama terus saja terngiang di pikiran bak kaset rusak. Ini adalah perayaan hari kelahiran terburuk bagi Vante. Sepanjang hari Kimmy mengingatkan Vante bahwa umurnya sudah menginjak tiga puluh tahun. Dan menurut mamanya itu, Vante sudah pantas untuk berkeluarga, memiliki istri dan anak. Seperti anak-anak dari rekan mamanya yang rata-rata seumuran dengannya dan sudah menikah.
Pria itu mengacak-acak rambut berwarna abu tuanya. Vante memandang pantulan diri dalam cermin. Dia tidak mungkin mengecewakan sang mama, terlebih membuat mamanya sedih hanya karena memikirkan dirinya yang belum juga menikah.
Tapi... bagaimana cara mewujudkan keinginan mamanya? Jika untuk dekat dengan seorang wanita pun dia enggan. Bukan. Vante sangat normal. Dia akan menyukai dan mencintai wanita, hanya saja belum ada wanita yang dipersatukan dalam waktu yang tepat. Belum ada wanita yang membuat hati Vante mengatakan "Dialah orangnya".
Tak ingin tenggelam dengan rasa frustasinya, Vante mengambil peralatan tempur yang pasti akan memperbaiki moodnya, apa lagi kalau bukan seperangkat kamera dan teman-temannya. Dia butuh hiburan, udara segar dan mood booster.
***
Mata bulat Sally terlihat semakin membengkak. Belakangan ini, matanya terus memproduksi air mata yang cukup banyak. Rasanya air mata Sally sudah mengering, hingga sangat perih seperti susah berkedip.
Sally pernah berjanji untuk tidak menangis lagi, setelah kepergian sang Kakek tujuh tahun lalu. Dia tidak ingin jika harus meratapi kesedihannya terus-menerus. Namun Sally tetaplah Sally--si anak yang ditakdirkan hidup sebatang kara yang menyimpan segudang luka.
Gadis itu kembali menitikan air mata dan mengingkari janjinya untuk tidak menangis lagi.
Satu nama yang berhasil membuat Sally lupa akan janjinya.
Daniel, lelaki yang sudah berteman lama sejak di bangku SMA dan sudah berjalan lebih dari dua tahun sebagai kekasih hati Sally. Dia membantu Sally untuk bangkit dari titik terendahnya, titik di mana Sally kehilangan satu-satunya keluarga yang dia punya. Daniel terus meyakinkan gadis itu bahwa dia tidak sendiri di dunia ini. Laki-laki itu selalu berada di samping Sally, juga meyakinkan Sally bahwa hidupnya itu sangat berharga.
Terus dan terus meyakinkan, sampai akhirnya Sally benar-benar merasa sendirian di dunia ini.
Daniel berbohong dan berhasil membuat Sally kehilangan arah untuk kedua kalinya. Lelaki itu menghilang bak ditelan bumi. Tanpa sepatah kata apa pun. Dan tepat hari ini, setelah menghilang beberapa saat, Sally mendapat kabar tentang Daniel yang membuat lukanya semakin menganga.
Sally menghapus air matanya yang perlahan meleleh dengan kasar, "Harusnya, aku tak mendengar apa pun. Aku tak tahu apa pun. Aku tak melihat apa pun." Sally menarik rambutnya frustasi. "Apa pun tentang kamu, Daniel," katanya memelan.
Sally benar-benar tak memiliki siapapun sekarang. Tak ada yang bisa dijadikannya sandaran. Ketika Kakeknya pergi, ada Daniel yang membantunya bangkit. Namun, setelah Daniel pergi, Sally benar-benar tak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Bahkan keluarga dari orangtuanya pun tak ada yang peduli sejak awal.
"Apa aku harus menyusul kedua orangtuaku dan Kakek?" kata Sally pada dirinya sendiri.
Sally tertawa bahagia, mungkin ini yang akan menjadi bagian dari takdirnya. Dia akan menemui orangtua dan kakeknya lebih cepat dari yang dia mau. Sally bergegas meninggalkan kamar kos kecilnya yang sudah tertata rapi. Tanpa menuliskan pesan apa pun, gadis itu pergi menuju ke tempat yang jarang dikunjungi orang banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Can't Have You
Fiksi PenggemarMenikah karena saling membutuhkan adalah jalan yang dipilih Vante dan Sally. Vante menikahi Sally untuk membahagiakan Ibunya, sementara Sally menikah dengan Vante untuk tetap bertahan hidup. Menikah tanpa saling mencintai bukanlah hal yang tidak s...