Jatuh ini bukan untuk pertama kalinya, tapi mengapa rasa sakitnya sama seperti kali pertama?
...
"Kak, ini jam berapa?"
Sally berusaha melepaskan pelukan Vante yang masih enggan melepasnya. Dengan susah payah, Sally melirik jam di nakas yang sudah menunjukkan jam 10 pagi.
Matanya membulat. Sinar matahari sudah masuk melalui celah-celah gorden. Ini tak bisa dibiarkan! Sally harus segera bangkit.
"Kak, lepas dong! Udah siang ini. Aku nggak enak sama Mama Papa," kata Sally setengah mengomel. Dia berusaha keras untuk lepas dari Vante, yang tampaknya dengan sengaja malah memeluknya semakin erat.
"Kak..."
"Kakak!"
"Kak Vante, oy!"
Tak mendapat respon berarti, Sally dengan sekuat tenaganya berusaha lepas dari jeratan lelaki yang kini terlihat menyeringai dengan mata yang masih terpejam.
Sally sudah bangun kesiangan. Dia tak ingin terlihat dan memberi kesan buruk di depan kedua mertuanya. Bagaimanapun mereka adalah orangtua yang patut Sally hargai.
Perempuan macam apa jam segini baru bangun? Pikiran buruk Sally mulai liar.
"Kalo aku lepas, emang kamu nggak malu, Sayang?"
Suara itu... kenapa terdengar sangat menyebalkan di telinga Sally? Apa lelaki itu tak tahu, bahwa dia sedang tak ingin mengingat kejadian beberapa jam yang lalu?
Bukan! Bukan karena Sally tak suka. Hanya saja dia terlalu malu. Bagi Sally, hal itu adalah pengalaman pertama untuknya, mungkin juga untuk Vante. Tapi mengapa dia berlagak seperti orang yang sudah profesional?
Ah! Apa-apaan ini? Sally mencoba menguasai dirinya, meski tak bisa menutup kemungkinan kalau wajahnya memerah seperti udang rebus.
Mengerti maksud Vante, Sally tak habis akal. Wanita itu menarik selimut—yang sedikit melorot—dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya dan mencoba melepaskan diri dari jeratan Vante.
Tawa Vante tak bisa ditahan lagi. Melihat istrinya yang cemberut dan kesal, justru semakin ingin Vante menggodanya.
"Emang udah nggak sakit, ya?"
Menyadari sang suami semakin menggodanya, Sally segera mengeluarkan jurus pamungkas. Dia harus segera keluar dari jeratan Vante, sebelum degupan jantungnya merusak fungsi akal sehatnya.
"Aww!"
Sally berhasil terlepas dari pelukan Vante. Sambil menertawakan kekalahan sang suami, Sally segera berlari ke kamar mandi dengan selimut yang menggulung dirinya, sebelum Vante melakukan pembalasan.
"Sayang... awas ya! Nanti aku cipok sampe gigi kamu rontok," ancam Vante sambil mengusap tangannya yang terdapat bekas gigitan yang dilakukan Sally tadi.
Mendengar ancaman Vante, bukannya takut Sally justru tertawa terbahak-bahak di balik pintu.
"Emang Kakak mau punya istri ompong?"
***
"Mau sampai kapan kamu kayak gini?"
Wanita itu memutar bola matanya sebal. Sudah terhitung dua hari dia melihat sosok pria itu berdiam diri di kamar tanpa mau menyentuh makanan yang dibawakannya.
"Lyly-ku udah menikah. Dia... dia udah jadi istri orang, Lun." Setelah dua hari memilih diam ketika ditanya, ini kali pertama pria itu membuka suara.
Suaranya tercekat, terdengar parau. Selain itu, wajah tampannya nampak layu, rambutnya pun dibiarkan berantakan. Hatinya hancur. Lebih hancur melebihi keputusannya yang terpaksa harus meninggalkan Sally saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Can't Have You
Fiksi PenggemarMenikah karena saling membutuhkan adalah jalan yang dipilih Vante dan Sally. Vante menikahi Sally untuk membahagiakan Ibunya, sementara Sally menikah dengan Vante untuk tetap bertahan hidup. Menikah tanpa saling mencintai bukanlah hal yang tidak s...