Tak mudah untuk lupakan, cukup sulit untuk menerima.
...Vante merasa ada sesuatu yang tak beres dengan istrinya itu. Sejak kedatangannya—yang lebih cepat dari jadwal—ternyata tak membuat Sally menyambutnya dengan antusias. Semua tampak jelas saat Sally membukakan pintu, hanya dengan senyum tipis dan pertanyaan basa-basi saat menyambutnya datang.
Ah, ya, masih dengan kebiasaan mereka tentunya. Tapi, semua terasa hambar. Pelukannya, ciumannya, senyumannya, semua terasa hanyalah sebagai formalitas semata.
Sally juga masih melayaninya dengan baik. Menyiapkan makanan, menyiapkan pakaian ganti, membereskan pakaian kotor Vante. Ya, seperti biasanya. Hanya saja senyum tipis itu sangat menganggu Vante.
"Whats wrong, Sugar?" Akhirnya Vante mengeluarkan pertanyaan yang sejak tadi ingin ditanyakan.
Keduanya kini sedang duduk bersandar di ranjang. Rutinitas mereka sebelum tidur, pillow talk. Biasanya Sally dan Vante akan membicarakannya di momen ini. Membicarakan apa pun, termasuk masalah yang mereka hadapi. Vante atau Sally tak akan membiarkan salah satunya tidur, apabila belum selesai permasalahan dan belum membuat hati mereka puas. Kecuali, belum menemukan titik terang.
Sally menghela napas panjang. Dia tahu, cepat atau lambat apa yang menjadi pikiran buruknya, akan terungkap karena adanya momen ini. Cukup sulit bagi Sally untuk mengatakannya. Dia tak ingin karena pikiran buruknya, justru membuatnya terlihat bodoh.
"Siapa Mamanya Tannie?" tanya Sally tercekat. Sialan! Kemana suara tegas yang ingin Sally keluarkan?
"Hah?" Vante terkejut mendengar pertanyaan Sally. Dia menatap mata istrinya yang terlihat berkaca-kaca.
Sally menyunggingkan sebelah bibirnya, seakan tak terima dengan ketidaktahuan Vante. "Iya, siapa Mamanya Tannie? Kakak kan Papanya tuh. Mamanya siapa?"
"Kalau aku Papanya, ya kamulah Mamanya, Sugar," jawab Vante yang sebenarnya belum mengerti maksud dari Sally yang terlihat marah itu.
"Bohong!"
"Eh?"
Sally memutar bola matanya sebal. Di matanya, Vante kini hanya pura-pura tak mengerti. "Kakak pembohong! Kemarin Kakak bilang mamanya Tannie itu tetangga, bukan aku. Siapa tetangga itu? Ah, Kakak nggak mungkin, kan, selingkuhin aku?" tanya Sally dengan nada melemah di akhir.
Ketakutannya sejak tadi terlontar juga. Air matanya pun tak bisa lagi dibendung Sally. Dia merasa sangat sensitif hari ini.
Vante seketika panik melihat Sally yang tiba-tiba menangis. "Loh? Kok, ngomongnya jadi kemana-mana, sih? Kenal sama tetangga depan juga enggak."
"Tapi orang itu kenal sama Tannie. Dia juga panggil dirinya sendiri Mama buat Tannie. Itu apa namanya?" gerutu Sally di tengah isak tangisnya.
Sebenarnya, Sally tidak rela jika perempuan itu memanggil dirinya sendiri sebagai mamanya Tannie. Memangnya siapa dia? Sudah jelas bukan, istri dari Papanya Tannie itu Sally, bukan perempuan itu.
"Ya ampun, Sayang. Selama ini emang aku ada aneh-aneh apa? Apa pun yang aku lakuin, kamu juga tahu."
Sally mencebik tak terima kalau dirinya kalah. Ya memang, apa pun kegiatan Vante, Sally pasti tahu. Bahkan jauh sebelum berpisah beberapa hari kemarin, Vante dan Sally selalu bersama bagai perangko. Jadi, rasanya tak mungkin jika Vante selingkuh.
Sally menceritakan kronologi awal mula hingga akhirnya dia bisa berpikiran seperti itu. Tentu saja, pertemuannya dengan Daniel tak dimasukkan dalam cerita.
Tanpa memotong, Vante menyimak semua yang dikatakan Sally. Dia sempat kesal karena Sally begitu ceroboh sampai bisa membuat Tannie terlepas. Tapi dia tak tega, membayangkan bagaimana Sally menghadapi kepanikannya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Can't Have You
Fiksi PenggemarMenikah karena saling membutuhkan adalah jalan yang dipilih Vante dan Sally. Vante menikahi Sally untuk membahagiakan Ibunya, sementara Sally menikah dengan Vante untuk tetap bertahan hidup. Menikah tanpa saling mencintai bukanlah hal yang tidak s...