Prolog

42K 1.7K 32
                                    

Haii haii.. Aku turuti permintaan kalian😉

Happy reading all😍😍
Jangan lupa voment😚

Seorang wanita berusia tiga puluh enam tahun nampak anggun dalam balutan gaun simple berwarna peach, senada dengan flatshoes dan cluth nya.

Sudah hampir dua jam ia duduk disini, disebuah cafe bernuansa kuno dengan satu teko seduhan teh dan beberapa cemilan.

Wanita itu nampak sibuk dengan ponsel pintarnya sambil sesekali mengumpat, karena orang ia tunggu tak kunjung datang.

"Arinda...", wanita ayu itu mendongak, ia menghela nafas panjang.

"Dua jam aku nunggu kamu. Kalau emang kamu nggak bisa on time bilang! Kamu pikir urusan ku cuma denganmu saja?!", kesal Arinda pada lelaki yang tak lain adalah ayah dari putrinya.

Lima belas tahun berlalu nyatanya tak mengubah sifat buruk Al yang tak pernah datang on time.

Ya, lelaki dewasa yang nampak tampan dengan setelan jas mahal itu adalah Alif Putra Sadha Jiwa, mantan kekasih Arinda enam belas tahun yang lalu, sekaligus ayah dari putri Arinda.

Tidak! Mereka tidak menikah, dulu memang Arinda pikir saat Al mengetahui ia hamil, lelaki itu akan menikahinya, namun tidak. Bukan itu yang Arinda dapatkan, justru sebuah penghianatan yang ia dapatkan.

"Maaf.. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan tadi.", sesal Al. Lelaki itu memandang teduh wanita di depannya ini, rasa cinta itu tak pernah berubah, namun nyatanya tak mudah meluluhkan seorang wanita keras kepala macam Arinda.

Bahkan lima belas tahun pun masih saja tak mengubah apapun, selain sedikit kepedulian Arinda akan hubungan Al dan Vanesha, putri mereka.

Baru lima tahun belakangan Al bisa leluasa menemui Vanesha, sebelumnya sulit bagi Al, Arinda begitu keras dan tertutup.

"Langsung saja, apa yang mau kamu bicarakan?", tanya Arinda sedikit ketus.

Al tak langsung menjawab, ia masih ingin menatap Arinda lebih lama.

"Al! Aku serius, aku banyak urusan. aku harus bekerja satu jam lagi!", sentak Arinda.

"Andai kamu menjadi istriku, kamu nggak akan repot-repot bekerja di tempat seperti itu.", jawab Al melantur.

Arinda menatap Alif datar, "dan jangan lupakan aku menafkahi anakmu dengan pekerjaan ini!"

Lelaki tampan itu mengendurkan sedikit dasinya, sambil berdecak, "Apa uang yang selama ini kurang untuk menafkahi anakku?", desisnya tajam.

Arinda diam. Ia malas melanjutkannya setiap kali bertemu dengan Alif, topik ini selalu sukses membuat mereka bertengkar.

"Jangan mulai Al! Katakan saja tujuanmu mengajakku bertemu."

"Aku ingin membawa Vanes bersamaku selama liburan nanti!", ucap Alif lantang.

"Nggak!", tegas Arinda.

"Cuma selama liburan Rin. Jangan egois, selama ini Vanes selalu sama kamu!"

Arinda menatap Alif lantang, "Karena aku nggak akan biarin Vanes tau gimana busuknya kamu yang hobby gonta ganti wanita hanya untuk menghangatkan ranjangmu!"

Rahang Alif mengetat, "dan kamu pikir aku rela kalau Vanes tumbuh bersama ibunya yang tak lain adalah penghangat ranjang banyak pria?!"

Arinda menatap Alif dengan tatapan penuh kebencian, "aku nggak ngerti ya, kenapa pikiran kamu sempit banget."

Alif melengos tak peduli, "terserah, aku akan tetap menjemput Vanesha nanti, dengan izin atau tanpa izinmu.", lelaki itu beranjak tanpa berkata apapun lagi.

Pandangan Arinda mengabur, ia tak sekuat itu untuk tidak menangis setelah mendengar perkataan mantan kekasihnya itu.

"Penghangat ranjang banyak pria katanya? Huh! Brengsek!", maki Arinda sambil menghapus kasar air matanya.

****

Arinda mengentikan mobilnya di depan sebuah sekolah internasional di kotanya, tak lama seorang gadis manis dengan rambut dikucir kuda mengahmpirinya di dalam mobil.

"Hai princess..", sapa Arinda sambil mencium pipi gadis itu.

"Hai Mom.", balas gadis itu.

"Nanti malam pertunjukan balet Vanes mom, mom bisa datang kan?", tanya Vanesha penuh harap.

Arinda berdehem sejenak seolah berpikir, Vanesha membuang nafas kesal.

"Siapa lagi mah malam ini yang mau nginep di rumah? Om Reno? Om Devon?" tanya Vanes.

"Maaf sayang, hari ini mom harus bertemu dengan klien mom, beliau klien penting."

Vanes tak menanggapi, gadis itu sibuk dengan ponselnya.

"Nggak papa kan sayang? Besok mom belikan sneakers baru."bujuk Arinda.

"Mom nanti minta tolong Om Damie sama Onty Mulan temenin kamu."

Vanesha nampak cuek, "mereka pasti dateng lah mah. Af satu group sama Vanes, nggak mungkin mereka nggak dateng buat support anaknya."

Arinda diam, ibu muda itu menarik satu tangan putrinya dan membawa tangan halus itu ke pipinya, dengan pandangan yang masif fokus menyetir.

Dikecupnya tangan sang putri, "mom masih ada waktu sebentar, kita nonton dulu mau?"

"Nggak usah, momennya nggak pas. Vanes mau perisiapan buat perform nanti malam."

"Sayang..."

"Aku tau mom, mom sibuk, mom kerja buat cari uang untuk Vanes." potong Vanes cepat.

Tak terasa mereka tiba di depan gedung apartemen mereka, "mom nggak bisa masuk, mom harus cepat ke kantor."

Vanes hanya mengangguk tipis.

Kantor apa maksud mamah? Mamah pikir aku nggak tau dimana mamah kerja?

Cut deh..
Gimana?
Lanjut?

Imperfect Mommy [END/COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang