2 adik? 3 adik?

25.8K 1.6K 95
                                    

Haii haii
Jangan lupa Voment ya😍😍

Udah mau end😂
Tinggak part sweet2nya aja😂

"Gimana? Udah mendingan?"

Arinda mengangguk lemah sambil mengelap sudut matanya yang berair.

Puas mengeluarkan semua isi perutnya,wanita itu kembali terbaring lemas di brankar.

Hari ini adalah hari pertama Arinda menjalani kemoterapi setelah operasi pencangkokan hati beberapa minggu yang lalu.

Wanita itu masih harus menjalani kemonterapi untuk benar-benar memastikan kalau semua sel kanker ditubuhnya mati.

Alif mengambil tisu basah dan mengelap sudut bibir Arinda yang terkena bekas muntahan.

"Jangan.. Jorok.", lirih Arinda menahan tangan Alif.

"Lebih jorok kalau enggak dilap, kalau aku mau cium nanti gimana?", canda Alif dihadiahi cubitan kecil di punggung tangannya oleh Arinda, membuat Alif terkekeh puas.

"Kamu istirahat dulu, kalau udah enakan baru kita pulang, aku keluar dulu", Arinda mengangguk.

"Al..", lelaki yang hampir memasuki usia kepala lima itu menoleh.

"Iya? Ada yang sakit?", Arinda menggeleng.

"Makasih ya... Aku nggak tau harus bales gimana.. Maafin aku sempet salah sangka sama kamu soal Vanesha kemarin.", tulus Arinda.

"Its okay, ini nggak seberapa kalau dibanding perjuangan kamu membesarkan anak kita selama ini..", balas Alif menggenggam tangan Arinda dan mengecupnya.

"Al.. Can I have a hug?", tanpa menjawab Alif langsung membawa tubuh kurus Arinda kedalam dekapannya.

Arinda memejamkan matanya, menikmati irama detak jantung Alif, dan menghirup rakus aroma maskulin yang menguar dari tubuh Alif.

'Andai kamu tau mas, rasa cintaku nggak berkurang sedikitpun sama kamu..' Batin Arinda menyendu, sudut matanya mengeluarkan air kembali.

"Marry me rin.", bisik Alif

Tegas, Arinda menggeleng.

"Why? Bukannya semuanya sudah jelas kalau sebenarnya yang terjadi diantara kita cuma salah paham? atau masih ada yang menganggu perasaanmu? Katakan.", tanya Alif bertubi-tubi sambil menatap lekat Arinda.

Arinda tersenyum lemah, tangan kurusnya mengusap rahang tegas Alif yang nampak dipenuhi bulu.

"Aku punya feeling kalau kamu bakal nikah sama daun muda.", canda Arinda diiringi kekehan, membuat Alif berdecak kesal.

"Istirahat lah, aku harus keluar sebentar.", titah Alif yang masih nampak sebal.

Lagi-lagi Arinda terkekeh, ia memejamkan matanya sebentar, menikmati ciuman hangat Alif dikeningnya.

"I love you.", bisik Alif tepat di depan wajah Arinda.

"I know.", balas Arinda menatap Alif jenaka, wanita itu lalu memejamkan matanya yang mulai terasa berat.

Alif terkekeh lalu beranjak keluar dari ruangan Arinda.

"Vanesha udah dijemput?", tanya Alif pada pengawalnya yang berdiri di depan ruangan tempat Arinda beristirahat.

"sudah pak, Hasan sedang dalam perjalanan menjemput nona Vanes"

Alif mengangguk, "bagus, langsung bawa Vanesha pulang saja, saya sama Arinda juga sebentar lagi pulang."

Kedua pengawal itu mengangguk patuh.

"Om Alif.."

Alif menoleh kala namanya dipanggil dengan sedemikian merdunya, kedua netranya menangkap bayangan seorang gadis, mungkin sedikit lebih tua dari Vanesha.

"Dania?", tanya Alif ragu, kalau tidak salah gadis yang kini berdiri di depannya ini adalah Dania Atmaja, putri dari rekan bisnisnya.

Gadis itu seketika tersenyum, "iya om, om apa kabar? Ada keluarga om yang dirawat disini?", tanya Dania beruntut dengan nada begitu polosnya.

"Baik, iya calon istri om. gimana kabar ayah kamu?", Dania tersenyum canggung, entahlah ada sesuatu yang mengganjal di benaknya.

"Aya baik om."

Alif mengangguk tersenyum, "sampaikan salam om pada ayahmu. Om masuk dulu ya.", pamit Alif, gadis bernama Dania itu mengangguk sopan.

"Semoga calon istri om cepat pilih ya.", Alif mengangguk, namun kemudian gerakannya terhenti, lelaki itu kembali menatap Dania.

"Ngomong-ngomong kamu sendiri kenapa ada disini? Ada teman kamu yang sakit?", tanya Alif, Dania menggeleng diiringi senyum.

"Dania nemenin oma cuci darah om.", Alif berohria.

"Mari om..", pamit Dania, Alif mengangguk.

Alif tersenyum kala melihat Arinda nampak pulas dalam tidurnya, diusapnya dengan penuh cinta pipi dan dahi Arinda.

"Al...", lirih Arinda merasa terusik.

"Sorry.. Lanjutin tidur lagi gih, aku temenin.", titah Alif.

Arinda menggeleng, "pulang aja.. Aku mau tidur dirumah aja.", Alif mengangguk.

"Mau jalan atau pakai kursi roda?"

"Gendong!", jawab Arinda cepat, membuat Alif terkekeh.

Belakangan ini hubungan mereka memang semakin membaik, dan selama beberapa hari ini pula Alif baru sadar bahwa Arinda tidak pernah berubah, wanita itu masih saja kocak, usil, manja  bahkan menyebalkan seperti saat mereka masih pacaran dahulu.

Hanya saja sifat tomboynya seperti hilang ditelan bumi.

"Kamu tau kan aku udah tua, bisa-bisa encok nanti.", jawaban Alif sontak membuat Arinda tertawa lebar.

"Akhirnya sadar kalau udah tua", ejek Arinda diiringi tawa lebar.

Alif tersenyum, "cantik." bisiknya, lelaki itu tidak pernah tidak terpukau oleh senyuman tulus Arinda, ia begitu menikmati salah satu ciptaan tuhan yang paling indah menurutnya melalui senyuman dan tawa Arinda.

Dan ya, ia berjanji, akan menjaga tawa dan senyuman Arinda sampai kapanpun, tak akan ia biarkan cintanya pergi lagi.

Kini Arinda dan Alif sedang berada di perjalanan pulang.

"Malam ini aku menginap lagi.", ujar Alif yang nampak fokus pada ponselnya.

Arinda mengangguk, memang sejak keluar dari rumah sakit dan hubungan yang kian membaik, Alif kerap menghabiskan waktu diapartemen Arinda, dan sering kali menginap.

"Al.."

Alif bedeham.

Arinda menarik tangan kekar milik Alif dan menggenggamnya erat.

Alif menurut saja, namun ia masih sibuk dengan ponsel di tangan Kanannya.

"Al.. Besok kalau Tuhan udah nggak ngizinin aku bernafas lagi, aku titip Van---

"Ngomong apa sih kamu sayang? Jangan ngelantur! Aku nggak suka, ingat! Kita ini mau menikah. Aku dan kamu! KITA ! akan menjaga Vanesha sama-sama.", geram Alif menatap tajam Arinda.

"Ngerti?! Jangan asal ngomong lagi!", Arinda hanya mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

"Tapi aku nggak bilang kalau aku mau kamu nikahin loh..", cicit Arinda.

"Aku sedang tidak meminta izin. Ini perintah! Mutlak.", tegas Alif.

Arinda berdecak sebal.

"Minggu depan, aku udah minta izin sama Damian dan mamah kamu, kita harus menikah.", imbuh Alif.

"Mana bisa?!", pekik Arinda.

"Bisa! Harus bisa! Kita ini udah nggak muda lagi, nggak baik berhubungan tanpa status yang jelas dan sah... Lagi pula aku sudah nggak sabar untuk menambah 2 adik untuk Vanesha.", final Alif mengakhiri perdebatan mereka  direngkuhnya tubuh Arinda.

"Tap--

"Shuutt.. Tenang..hanya 2.", potong Alif.

"Buk--

Cup

"Yaudah kalau nggak mau, nanti kita bikin 3 adik untuk Vanesha."

Cut😘

Imperfect Mommy [END/COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang