Citra melangkahkan kaki memasuki ruang ekskul jurnalis. Di sana dia melihat Neina tengah duduk menghadap layar komputer yang mati. Diperhatikannya cewek itu dengan saksama. Alis citra terangkat sebelah manakala menangkap basah Neina tersenyum-senyum sendiri. Bahkan Neina tak menyadari kehadiran Citra di sampingnya.
Citra memegang kening Neina. "Enggak panas."
Neina tersentap. Dikibaskan tangan Citra dari keningnya. "Apaan, sih!"
Citra terkikik. Ditariknya sebuah kursi mendekati Neina, lalu dia mendudukinya. "Habisnya lu senyum-senyum sendiri. Gua kira sakit ..."
"Jiwa?" serobot Neina sedikit kesal.
Suara tawa Citra kembali memenuhi ruangan yang selalu sepi. "Jangan ngambek, dong. Kan, cuma bercanda." Citra menarik hidung lawan bicaranya itu. "Ceritalah, lu lagi jatuh cinta, kan?"
Rona kesal di wajah Neina meluntur, berganti pipi yang memerah. Dia mengangguk pelan.
"Siapa cowok itu? Murid di sini? Dari sekolah lain? Atau teman di bimbel?" cecar Citra seraya lebih mendekatkan diri pada Neina.
Neina tersipu sembari membetulkan letak kacamatanya. Bibirnya menceritakan pertemuannya dengan cowok itu. Siapa lagi kalau bukan Romeo. Citra tampak mendengarkan dengan penuh perhatian. Dia ikut senang melihat ekspresi sang sahabat yang tengah diliputi kebahagiaan.
"Gua ikut senang, tetapi lu harus ingat, Nei. Jangan mempermainkan cinta dan jangan mau dipermainkan cinta," ucap Citra serius. "Jangan sampai ngalamin hal menyakitkan seperti Mbak Lista."
Neina paham betul apa yang Citra maksud, terlebih dia sudah membawa-bawa nama Lista yang tak lain adalah kakak sepupunya. Dulu, ketika mereka di kelas sepuluh, Citra kerap izin tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Namun, kenyataannya tidak demikian. Hanya pada Neina-lah, Citra mengaku bahwa sebenarnya dia tengah menemani Lista di rumah sakit. Hamil di luar nikah membuat perempuan 20 tahun itu seperti kehilangan akal.
Betapa tidak, pria yang menghamilinya lari dari tanggung jawab. Rupanya selama ini Lista ditipu. Pria sudah menikah dan memiliki dua anak. Maka, ayah Lista membawa masalah ini ke meja hijau. Meski kasus itu dimenangkan pihak Lista, tetapi keadaan perempuan itu tidak membaik. Bahkan psikologisnya terganggu.
Neina menggenggam jemari Citra. Dalam hatinya dia senang karena sahabatnya ini begitu perhatian. "Lu tenang aja, Cit. Gua bisa jaga diri."
"Itu yang seharusnya." Citra tersenyum. "Oh ya, minggu depan majalah sekolah kita sudah selesai cetak. Untuk edisi bulan depan, majalah kita akan mengulas kampus di sekitar sekolah. Supaya murid di sekolah kita punya banyak referensi."
"Gua setuju."
"Ratih, Doni, Arga dan Mega udah meluncur cari informasi, tapi masih dapat dua kampus doang." Citra mendesah panjang. Kepalanya mendongak, memandang langit-langit ruangan. Tiba-tiba, dia kembali menatap Neina. "Kak Romeo dan Kak Rian kuliah di Universitas Era Jaya, kan?"
Neina mengangguk. "Kata Nila gitu. Kenapa?"
Citra menjentikkan jari. "Lu minta bantuan Kak Romeo buat cari berita soal kampusnya. Hitung-hitung pendekatan, Nei." Cewek itu menyikut-nyikut lengan Neina.
Neina membenarkan usul Citra. Selama ini dia kebingungan mencari alasan berdekatan dengan cowok itu, dan sekarang ada topik yang akan membuat mereka bisa saling berkomunikasi.
"Oke, gua usahain."
"Thanks, Nei. Lu baik banget." Citra memeluk erat Neina.
"Sama-sama. Ya udah, gua tunggu nyokap di depan aja," ujar Neina sambil melepas pelukan.
"Mau gua bantu jalan?"
"No, thanks. Gua bisa sendiri." Neina meraih kruk dan mulai berjalan keluar ruangan.
"Hati-hati, Nei."
"Ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJAK NEINA
Teen FictionTak dapat dimungkiri, tentulah manusia meninggalkan banyak jejak dalam hidupnya. Namun, ada kalanya jejak yang ditinggalkan bukanlah yang dikehendaki. Hal inilah yang menimpa Neina, seorang remaja yang terbuai petaka atas nama cinta. Kesalahan memil...