oito

564 88 10
                                    

oito [delapan]

Dia bukan kekasihku. Yang benar saja. Atau mungkin lebih tepatnya belum. Sebenarnya saat menonton tadi, aku tidak benar-benar fokus. Aku melirik Luke yang duduk di sampingku, atau lebih tepatnya mengawasinya. Barangkali saja dia mencuri-curi kesempatan dengan menggenggam tangan gadis itu atau berpura-pura menguap lalu menaruh tangannya di pundak gadis itu. Tapi nyatanya yang ia lakukan hanyalah menonton film dan tertawa terbahak-bahak di setiap adegan yang menurutnya lucu, dan sesekali mencomot popcorn milikku karena miliknya sudah habis bahkan sebelum film dimulai.

"Tadi itu sangat menyenangkan!" seru Chrissy dengan sangat antusias.

"Ya, meski kura-kura itu bertubuh besar dan mengerikan, kuakui filmnya cukup bagus," ujar Liana di sampingku.

"Cukup bagus? Kau tidak lihat aksi para kura-kura itu? Dan kau bilang filmnya cukup bagus?" Luke menatap Liana dengan kesal seolah menyebut kata 'cukup' seperti penghinaan baginya.

Dan akhirnya mereka berdua berdebat tentang kualitas film terbaik.

Sudah lama sekali aku tidak melihat Luke seperti ini. Begitu bersemangat dan ceria. Aku tak tahu apakah film Teenage Mutant Ninja Turtles yang memberi dampak pada salah satu saraf keceriannya atau karena Chrissy berada di sampingnya.

-

"Aku tak pernah melihat Luke seperti itu sebelumnya," ujar Liana ketika kami sudah sampai di depan rumahnya. Luke bersikeras menolak tumpangan dan lebih memilih berjalan kaki mengantar Chrissy ke rumahnya yang memang tak jauh dari bioskop. 

"Sepertinya ia memang menyukai gadis itu," sambung Liana tersenyum menatapku.

"Ya, gadis yang aneh," kataku terkekeh.

"Hey, kau sendiri pernah menjulukiku gadis yang aneh ketika kita bertemu saat upacara pembukaan."

Aku menyeringai mengingat momen itu kembali, "Aku tak tahu jika kau mengingatnya."

Liana menautkan kedua alisnya. "Tentu saja aku ingat. Setiap hari kau meneriakiku gadis yang aneh hingga kau membuatku menangis."

"Oh, aku membuatmu menangis?" godaku sembari mendekatinya.

Liana justru melingkarkan kedua lengannya di depan dada dan menatap ke ke samping jendelanya.

Aku membuka sabuk pengamanku dan menarik dagunya hingga wajahnya menatapku. Aku mengecup bibirnya lembut.

"Maafkan aku telah membuatmu menangis. Saat itu aku memang berengsek," ujarku.

Ia tersenyum menatapku, "Kau masih tetap berengsek." Lalu ia menarikku kembali ke dalam ciumannya.

***

HEYYYAAAA... GOSH it's been long time.... hoho akhirnya bisa buka watty lewat laptop. Dan nyoba beresin ff yang terbengkalai. Gomen!

memories » c.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang