Semakin aku merasakannya, semakin hanyut pula aku di buatnya. Kala bibirnya bergerak lembut menyesap bibirku, aku mengerang. Elvano, si pria brengsek ini, membuat ku lupa akan perbuatan buruknya padaku.
Jantungku memompa cepat. Ku rasakan geleyar aneh di tubuhku yang perlahan turun ke purutku. Sangat nyaman. Oh stop. Aku ingin menyudahi ini. Namun tubuhku seolah tak mampu berkata tidak.
Sial! Sial! Sial! Bibir tebal Elvano sungguh memabukkan.
Aku langsung menarik tubuhku dan... Plak! Satu tamparan ku layangkan pada wajah tampan pria itu. Aku menatap nyalang Elvano. Penuh permusuhan.
"Brengsek!" maki ku. Kurasakan permukaan wajaku yang memanas. Aku yakin kini wajahku sudah berubah warna menjadi merah.
Elvano seolah tidak terganggu dengan tamparan yang ku layangkan. Dia hanya terus menatap ku lurus-lurus. Hingga pandanganku turun menuju bibir tebal pria itu yang tertutup. Oh tidak! Bibir sialan memabukkan itu, tidak bisa ku bayangkan jika aku dapat merasakannya lagi.
Gila! Jantungku terpompa cepat seperti saat pertama kali Elvano mencium ku saat itu.
"Kamu tuh maunya apasih? Apa mencium sembarang cewek itu termasuk hobi kamu!"
Elvano memalingkan wajah sejenak sebelum kembali menatapku.
"Apa lo pikir, bibir gue semurahan itu?" sudut bibir Elvano terangkat mengejek.
Aku tak suka melihat tatapan badboy Elvano itu.
"Dan apa kamu juga pikir? Tubuhku semurahan itu?"
"Buktinya, lo hamil sebelum-"
"Kamu yang ngehamilin aku!" aku menatap tajam Elvano setelah memotong ucapan tak berperasaan nya itu. Aku tak sanggup jika harus sekali lagi menerima hinaan dari Elvano.
Cukup lama kami saling adu pandang. Sungguh tak habis ku pikir, dalam pandangan Elvano sama sekali tak tersirat rasa bersalah.
"Gue sesak disini. Ternyata jadi miskin itu gak pantes buat gue." Elvano bangkit begitu saja.
Aku yang bersimpuh di bawahnya mendongak melihat perawakannya yang tinggi. Hingga pandangan ku turun pada kakinya. Perlahan melangkah menjauh keluar dari kontrakan kumuhku.
Apa aku tidak layak untuk di cintai? Perasaan ku begitu tulus. Pada awalnya rasa menggebu yang tiba-tiba hadir melebur menjadi titik kesukaan. Perlahan memudar. Tidak bisa ku tampik jika aku memiliki rasa suka terhadap pria itu.
Tapi kenyataan menamparku. Jika kami bukanlah dua pasang yang di takdir kan menyatu.
Malam itu menjadi malam panjang untukku. Dan paginya aku terbangun dengan pikiranku yang sudah di penuhi akan kondisi Alesha. Sebelum itu, aku bergegas menuju restoran tempatku bekerja. Meminta ijin selama beberapa hari dan membeli sarapan pagi untuk Veni.
Sesampainya aku disana, yang kulihat pertama kali bukanlah Veni, melainkan Elvano. Untuk apa pria itu disini?
Aku berhenti beberapa langkah dari tempat pria itu duduk, mengambil ponsel milikku dan lekas menghubungi Veni.
"Kenapa Ale?" tanya Veni setelah panggilan kami terhubung.
"Kamu dimana? Kenapa bisa ada Elvano disini?"
"Ohh itu, jadi semalam mendadak gue ada urusan. Maaf ya gue gak bisa semalaman nungguin Alesha. Terus tiba-tiba si El balik lagi ke rumah sakit. Yaudah deh dia yang jagain semalaman disitu."
Aku menghela nafas panjang. Memijat pelipis ku yang berdeyut secara tiba-tiba. "Yaudah, makasih ya Veni. Aku mau liat kondisi Alesha dulu."
Elvano bersandar pada dinding sembari memejamkan matanya. Terlihat lelah. Hingga menimbulkan persaan aneh dalam diriku ketika melihat tingkah Elvano seperti ini.
Untuk apa Elvano mau berjaga semalaman di depan ruangan tempat adikku di rawat.
"Vano.." panggilku pelan. Bahkan aku mendudukkan diriku secara perlahan agar dia tidak merasa begitu terusik dengan keberadaan ku.
Perlahan tangan ku menyentuh lembut pundak lebar pria itu.
"Vano.."
"Kenapa Shei?" refleks Elvano menggeliat dan membuka matanya. Menoleh padaku membuat tatapan kami saling beradu. Terbesit perasaan tidak suka ketika sebuah nama keluar dari bibir yang kerap membuat ku terlena itu.
"Ale? Ngapain lo?" tersirat kebingungan dari wajah pria itu ketika melihat ku.
Oh mungkin saja dia baru saja bermimpi bertemu dengan bidadari dan dia justru terbangun lalu upik abu lah yang dia lihat. Katakanlah seperti itu, jika melihat dari ekspresi terkejutnya saat ini.
"Aku yang harusnya tanya sama kamu. Ngapain kamu di depan ruangan tempat adikku di rawat?"
Elvano menolehkan pandangan ke sekitar. Dan ia seakan tersadar. Elvano berdiri.
Begitu aku tahu dia akan pergi, aku langsung memegang tangannya. Mencegah pria itu.
"Jangan pergi dulu. Aku ada bawa makanan buat kamu." Elvano menatapku datar.
Dia tetap melepas genggaman tanganku. Dan saat itu entah kenapa aku merasa kehilangan.
"Gue mau cuci muka dulu." kalimat itu sukses membuat ku kembali menyunggingkan senyuman.
Selagi menunggu Elvano, aku mempersiapkan makanan yang sudah aku beli tadi. Dan Elvano benar kembali setelah lima belas menit.
Dalam diam dia mendudukkan diri di tempat semula. Aku langsung mengulurkan kotak makan padanya. Kami menyantap sarapan pagi itu dalam keheningan. Hanya terdengar langkah-langkah kaki yang berlalu lalang di depan kami.
Pagi itu entah kenapa terasa hangat dan nyaman. Berada di sisi Elvano seperti menenangkan sarafku. Hingga tiba-tiba perutku merasa tak enak. Aku ingin muntah.
Cepat-cepat aku berdiri dan berlari mencari kamar mandi.
Uhhh. Rasanya begitu tidak nyaman sekali. Tubuhku menjadi sangat lemas. Gerakan lembut yang mengusap punggungku membuat ku menoleh.
Elvano ikut berjongkok di belakangku sembari mengusap tengkukku. Aneh. Hal itu sedikit meredakan rasa tidak nyaman yang menyerang ku.
"Lo baik-baik aja?"
Aku mengangguk. "Hal ini wajar untuk wanita hamil." ku bangkitkan tubuhku yang ternyata sedikit limbung kesamping. Elvano dengan sigap memegang kedua bahuku. Nampak khawatir melihat kondisiku.
"Kita harus priksa kondisimu." Aku hampir tepekik ketika tiba-tiba saja Elvano membopong tubuhku keluar kamar mandi.
Beberapa pengunjung serta para tenaga medis yang melihat kearah kita membuatku malu. Alhasil aku menyerukan wajahku pada leher Elvano dan kedua tanganku bergelayut manja melingkari lehernya.
Aroma parfum Elvano yang menghunus indra penciumanku membuat perutku yang sedari tadi bergejolak kian berangsur membaik.
Ku perhatikan wajah Elvano yang terpatri begitu sempurna. Ada apa dengan pria ini? Kenapa dia selalu memiliki sifat yang berubah-ubah setiap saatnya.
Elvano akhirnya membawaku memeriksakan kandungan ku untuk pertama kalinya. Setelah menjalani beberapa pemeriksaan, dokter wanita yang memeriksaku tadi menatapku geli. Membuat ku tersipu malu saja.
"Suami anda sangat perhatian sekali. Kurasa dia sangat mencintai anda yaa?" godanya terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum masam. Berkata itu hanyalah sebuah kebohongan semata.
Setelah keluar dari ruang pemeriksaan, yang aku berpikir tadinya Elvano sudah pergi meninggalkan ku, ternyata tidak. Pria itu duduk manis di sofa tamu.
"Kondisi istri anda baik-baik saja. Bagi wanita hamil yang sedang memasuki masa Trimester pertama, merasakan mual, emosi yang berubah-ubah, payudara terasa nyeri dan kadang tubuh menjadi mudah lelah hal itu wajar sekali. Dan juga saya akan memberikan catatan kapan pemeriksaan selanjutnya akan di lakukan. Mungkin selain itu ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak dok." jawab Elvano dan langsung pergi keluar begitu saja.
Membuat ku menghela nafas. Aku menatap tak enak pada dokter itu yang tersenyum ramah. Kemudian mengambil lembar kertas yang di berikan nya padaku.
Elvano adalah orang yang memiliki seribu tanda tanya di benakku saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story of Alena [END]
Romance➡18+ sinopsis: Satu kesalahan yang dia lakukan malam itu semakin menjerat hidupnya memasuki lubang penderitaan. Alena Velysia, gadis miskin dan malang itu harus menanggung penderitaannya seorang diri. Alena Velysia harus mengandung anak dari Elvano...