Story of Alena || 10

26.3K 1.4K 35
                                    


Author POV.

Elvano mengantarkan Alena pulang kerumah dengan rasa kemenangan di hatinya. Untunglah dia termasuk manusia yang pandai mengontrol ekspresi wajah. Meski kini hatinya tengah tersenyum bahagia, wajahnya menunjukkan sebaliknya.

Dia sangat tidak menyukai dokter muda itu. Dari tatapannya sudah dapat Elvano pastikan dia tertarik pada Alena. Itu membuat dirinya tidak nyaman.

Alena membuka pintu mobil begitu sampai di depan kontrakan nya, namun baru seperempat, Elvano memegang lengannya. Membuat Alena berbalik menatapnya.

"Kenapa?"

Tidak menjawab, Elvano mengulurkan tangan mengambil sesuatu di jok belakang. Menyodorkan sekotak susu ibu hamil rasa vanila.

"Ini apa?" bukannya tidak mengetahui jika itu susu ibu hamil. Hanya saja, Alena merasa heran saat Elvano memberikan itu padanya.

"Buat lo. Dia harus tumbuh dengan baik di sini." dengan gerakan tiba-tiba tangan Elvano menyentuh perut Alena. Mengusap disana penuh kelembutan. Bahkan tatapannya memancar hangat pada perut Alena.

Sekejap Alena menahan nafas akibat ulah Elvano. Untuk yang kedua kalinya, Elvano bersikap seolah bayinya ini adalah sesuatu yang begitu di harapkan nya. Begitu di cintainya. Dan bukannya hanya malah semata bagi pria itu.

Alena menaikkan pandangannya, dari yang tadi senantiasa menatap usapan lembut tangan Elvano di tangannya, kini beralih menatap wajah Elvano. Tanpa dia dapat pikirkan sebelumnya, Elvano juga menaikkan pandangannya. Hingga membuat mata mereka beradu tatap. Lama dan dalam mereka saling menatap dalam keheningan.

Perasaan ingin mencium Elvano justru timbul di otak kecil Alena. Dia memberanikan diri untuk mendekat mengikis jarak di antara mereka.

Pergerakan Alena itu dapat di tangkap Elvano. Ia juga ikut mencondongkan tubuhnya, hingga tanpa berlama-lama dia menyatukan bibirnya dengan Alena.

Memagut lama bibir itu tanpa helaan nafas yang menyela. Elvano menarik tengkuk Alena untuk memperdalam ciuman mereka.

Alena membalas melingkarkan tangannya pada leher Elvano. Tapi seakan tak cukup, dan jarak masih terasa jauh memisahkan, Elvano mengangkat pinggang Alena dan memindahkan gadis itu di pangkuannya.

Tangan Alena bergerak meremas rambut Elvano dan membuatnya berantakan, saat pria itu membuatnya frustasi dengan ciuman panas yang di berikannya.

"Elhhh... Aghhh... Kita sedang ada di mobil." ucapan Alena itu menyadarkan Elvano. Membuat pergerakannya berhenti.

"Kau benar. Kita tidak mungkin melakukannya disini."

Wajah Alena memerah. Yang benar saja Elvano sempat berpikiran akan melakukan hal itu di dalam mobil.

"Maksudku. Ini masih siang." cicit Alena.

"Dengar, untuk melakukan hal itu, gak harus malam hari."

Ada apa dengan Alena sebenarnya. Kenapa tubuhnya terasa merinding saat Elvano mengusap lengannya. Dia butuh sentuhan pria itu lebih. Oh ayolah, ini gak mungkin ngidam bukan??

Frustasi, akhirnya Alena mengangguk. Dan memberikan kecupan di pipi Elvano sebagai jawaban persetujuan.

Elvano tersenyum yang mampu melelehkan hati Alena saat ini juga. Gadis itu berharap bahwa keputusannya ini tidak salah. Mengulang percintaan panas mereka untuk yang kedua kalinya. Rasanya hal itu sudah benar.

Perlahan Elvano membaringkan tubuh Alena di atas kasur lantai. Perasaan bimbang menyelimutinya, Alena bisa saja merasa tak nyaman nantinya jika hanya beralaskan kasur tipis seperti ini. Melihat senyum Alena yang entah sejak kapan terlihat menawan baginya, membuatnya tak tahan untuk segera menyatukan tubuhnya dengan gadis itu.

"Aku akan melakukannya perlahan. Katakan jika itu menyakimu, atau menyakitinya nantinya." Elvano mengecup jidat Alena persekian detik. Kemudian merambat turun mengecup perut Alena. Di tempat itu, Elvano berlama-lama menghirup perut Alena yang sudah ia naikkan baju gadis itu ke atas.

Nafas Elvano terasa hangat menyapu permukaan kulitnya. Alena mengerang karena ulah pria itu yang tak kunjung usai.

"Kau siap?" Elvano setengah menindih tubuh atas Alena. Masih dalam jarak aman agar tidak menindih anak mereka.

"Kapan pun. Lakukan perlahan. Aku mempercayai mu." balas Alena, menarik leher Elvano dan mencium bibir pria itu. Sejak kapan Alena jadi seagresif sekarang. Baby sungguh memberikan pengaruh yang kuat. Tidak hanya padanya, bahkan pada Elvano sekalipun.

Siang itu Elvano benar-benar menepati ucapannya. Dia sangat hati-hati dalam setiap gerakan nya. Tak segan-segan, Elvano memberikan hujan kecupan di setiap inci tubuh Alena. Membuat gadis itu merasa di cintai dan di hargai di saat yang bersamaan.

Alena berbaring dengan Elvano yang masih di sisi nya dan senantiasa memeluk pinggangnya. Nafas mereka berhembus tak teratur setelah pencapaian yang mereka peroleh beberapa menit lalu.

Getar ponsel Elvano membuat pria itu sedikit bergeser untuk mengambil gawainya. Panggilan itu tertera nama Veni.

"Kemana saja kau! Dasar sopir sialan! Kembalikan mobil ku!!" cerca Veni.

"Santai Ven. Tenang. Gue lagi nganter Alena pulang. Katanya dia sedang tidak enak badan." mendengar nama Veni di sebut, Alena sedikit was-was. Sahabatnya itu belum mengetahui tentang dirinya dan Elvano. Akan seperti apa jadinya jika Veni tau nantinya.

"Ale tidak enak badan? Benar kah? Kalau begitu lo tetep stay di situ aja. Jagain dia baik-baik. Masalah mobil, lo bisa balikin mobil gue ntar sore. Bilang sama Ale, Alesha di sini biar gue yang ngrawat."

"Hmmm." Elvano memutus panggilan itu sepihak.

"Apa katanya?"

"Dia menyuruhku untuk merawatmu. Dan Alesha sudah aman bersamanya. Sekarang tidurlah." Elvano membawa Alena kembali kedekapannya. Menepuk pelan punggung Alena memberikan kenyamanan pada gadis itu.

Dengan senang hati Alena memejamkan mata dan mengambil mimpi indah nya. Selang beberapa menit setelah memastikan Alena terlelap, Elvano ikut menjemput tidurnya.

<<<<>>>>

"Bagaimana kau bisa tau aku suka vanila?" Alena bertanya setelah Elvano kembali dari membuatkan susu untuknya.

Mereka baru saja terbangun saat matahari sudah hampir sepenuhnya terbenam.

"Veni yang memberi tahu ku."

Alena meminum susu hangat itu tanpa jeda. Ia begitu sangat menyukai susu Vanila. Jadi terasa nikmat untuknya menghabiskan susu itu dalam sekali tenggak.

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." kata Alena setelah susu dalam gelasnya tak tersisa setetespun.

Ada hal yang harus Alena luruskan dengan Elvano segera. Tanpa bisa di tunda lagi. Ia hanya ingin tau maksud Elvano sebenarnya saat ini.

"Sebenarnya apa yang sedang kau lakukan saat ini El?"

Elvano menatap cukup lama Alena yang menatap nelangsa dirinya. "Aku hanya berusaha bersikap tanggung jawab."

"Kalau begitu nikahi aku."

Terdapat jeda setelah permintaan penuh nada ke putus asaan itu terucap dari bibir ranum Alena.

"Sorry." lirih Elvano.

Kata maaf yang terucap dari bibir Elvano seperti menjelaskan semuanya. Dada Alena seperti tertekan kuat menahan rasa sakit. Perlahan air matanya mengalir membasahi pipinya.

"Aku minta maaf karena tidak bisa memberikan sebuah pernikahan padamu. Karena ada seseorang yang sampai saat ini masih ku tunggu." Alena memalingkan wajah mendengar penjelas yang begitu mencabik-cabik hatinya.

"Tapi aku akan bertanggung jawab. Aku janji. Kita tidak harus menikah Ale."

Hentikan! Alena tidak sanggup mendengar kalimat yang dapat menghunus tajam dirinya lagi. Ini teramat menyakitkan baginya.

Story of Alena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang