Story of Alena || 14

18.6K 1.1K 43
                                    



"Gimana sama Veni?" tanya Elvano yang berdiri di depan pintu menyambut kedatangan Alena.

Alena hanya melirik sekilas Elvano dan kemudian berjalan melaluinya. "Segimana layaknya seorang sahabat. Dia kecewa. Dia gak suka aku sama kamu tinggal serumah. Dan dia mau ngajak aku sama Alesha buat tinggal bareng sama dia." ucapnya.

"Terus kamu mau buat tinggal sama dia?" Elvano mencekal tangan Alena, menarik tubuh gadis itu sedikit agar berhadapan dengannya.

"Harusnya aku mau. Tapi sayangnya enggak. Kalau aku setuju buat tinggal sama dia, itu tandanya kamu bakal nglepasin tanggung jawab kamu dari bayi ini." balas Alena menatap tajam Elvano.

Gurat kelegaan terpancar dari wajah Elvano. "Syukurlah." ucapnya membuat dahi Alena berkerut bingung.

"Kenapa?"

Elvano menunjukkan senyum manisnya. Lalu menarik tangan Alena agar semakin lebih mendekat. Memancarkan tatapan hangat yang justru membuat Alena was-was.

"Kita bakal rawat bayi ini sama-sama." kata Elvano dalam sekejap membawa Alena ke dalam dekapan.

Alena membatu sesaat.

"Ngapain peluk-peluk?" ujar Alena mencoba melepaskan diri.

Elvano sedikit mengendurkan pelukannya, tidak benar-benar melepaskan tangannya dari pinggang Alena tentunya.

"Baby bilang dia rindu sama ayah." kata Elvano memberi alasan.

Sebelah sudut alis Alena terangkat. Memikirkan kemungkinan ucapan Elvano. Dan itu tidak mungkin. Alena kemudian menepuk lengan Elvano.

"Boong yaaa!!" ujar Alena sebal.

"Haha iya." Elvano tertawa ringan. "Sini cepetan bales pelukannya. Baby nya keburu ngambek."

"Aaa!! El!!" Alena merengek sebelum balas memeluk erat Elvano.

Mereka berdua saling memeluk erat satu sama lain. Elvano juga tanpa ia sadari, rasa kasih sayangnya telah sedikit demi sedikit tercurah pada gadis itu, Alena.

"Aku akan mencari tempat tinggal yang layak untuk kita berempat?." janjinya.

"Kita berempat?"

"Aku. Kamu. Alesha. Dan baby kita." mendengar itu, pelukan Alena semakin mengerat kuat.

Jiwanya menghangat seiring aliran darahnya mengalir. Biarlah dia merasa bahwa Elvano membalas cintanya. Meski hanya untuk saat ini saja.

"Tapi sekarang kamu kan miskin? Gimana caranya kamu bakal sewa rumah yang layak?"

Elvano melepaskan pelukan, memandang seolah tak percaya ucapan Alena barusan.

"Kamu meremehkan ku? Meskipun miskin aku masih punya ini." jadi tunjuk Elvano mengetuk kepalanya dua kali. Tersenyum bangga atas kepintaran yang dimilikinya.

"Dasar sombong!" cerca Alena.

Keduanya kembali bertatapan dalam diam selama beberapa detik sampai mereka tertawa ringan bersama.

"Bagaimana dengan mu?" tanya Elvano serius.

"Apanya?" ulang Alena tak mengerti.

"Kuliah mu. Kau yakin akan berhenti sampai disini?"

Alena menunduk sesaat. Pembahasan seperti inilah yang dapat secara jelas mempengaruhi moodnya.

"Iya. Aku sudah memutuskan untuk berhenti." kata Alena. Melepaskan diri dari Elvano, Alena berbalik dan berjalan menjauh ke arah dapur.

Kepergian Alena membuat Elvano terdiam. Tak banyak bisa ia lakukan. Yang mampu ia perbaiki saat ini ialah memberikan rumah yang layak untuk mereka terlebih dahulu.

<<<<<>>>>>

Malam itu, club malam tempat yang biasa ia kunjungi terbilang sepi. Sehingga memudahkan Elvano untuk menemui temannya.

"Do!" Elvano menepuk pundak pria yang duduk di bar dengan segelas vodka di tangan pria itu.

"Eh! Vano? Tumben banget nongol? Kemana aja lo?"

Edo, bisa di bilang sahabat Elvano sedari sma. Hanya pria itu yang di percaya Elvano dalam kondisi apapun.

"Gue butuh bantuan lo."

"Bantuan apa?"

"Gue butuh pekerjaan." perkataan Elvano itu tak ayal membuat Edo tertawa kencang, sampai tawanya itu sedikit mengundang sekitar.

"Yang bener aja lo? Duit lo banyak kali. Ngapain lo harus kerja segala?"

"Gue di depak sama nyokap gue dari rumah. Gak ada atm, kartu kredit apa lagi kendaraan. Gue jadi orang miskin baru sekarang." penjelasan yang cukup membuat Edo mengangguk tak yakin.

"Emang lo punya masalah apa sampai segitunya? Apa lo ngehamilin cewek terus nyokap lo minta buat gugurin anak lo itu? Tapi lo nolak dan malah milih pergi? Gak mungkin banget lah itu?"

"Mungkin. Karena emang itu masalahnya."

"What?! Seriusan lo ngebuntingin cewek?" Edo melotot tajam hampir tak percaya dengan pendengaran nya saat ini.

Yang dia tau, Elvano bukan sembarangan cowok yang mudah melakukan suatu hubungan. Karena Edo paham betul segimana bucinnya Elvano sama cewek yang ada di masalalu pria itu.

"Beneran nyet."

"Terus gimana? Lo udah nikahin tuh cewek?"

"Belum. Gue sama dia gak mungkin menikah. Lo tau sendiri alasannya apa."

Edo mengusap wajahnya kasar. Pemikiran gila apa yang dimiliki sahabatnya saat ini. Justru malah terlihat brengsek.

"Lo gila El! Lo lupain cewek itu sekarang. Dan lo coba cintai gadis yang lagi ngandung anak lo itu." kata Edo lalu menengguk Vodka nya sampai habis.

"Gue gak bisa. Gue akan tanggung jawab sama dia dan bayi gue. Tapi gak dengan cara gue nikahin dia. Kita berdua setuju untuk itu."

"Bangke emang lo!" maki Edo pada Elvano.

Cukup lama kedua pria tampan itu berdiam diri. Elvano yang dengan pikiran kacaunya. Dan Edo yang merasa bahwa tindakan Elvano sudah tidak dapat di benarkan lagi.

"Lo boleh gunain apartemen gue. Kebetulan, gue baru aja beli apartemen baru. Dan untuk masalah kerjaan, lo boleh kelola club gue ini. Gue angkat lo jadi manajer." ujar Edo yang dipikirkan lagi tak ada salahnya mempekerjakan Elvano di club malam miliknya.

"Gue setuju sama apartemen lo. Tapi untuk jadi manajer gue gak setuju. Gue mau jadi bartender aja." Nego Elvano.

"Orang miskin gak tau di untung emang lo! Yaudah lah serah lo deh! Lo bisa pindah ke apartemen gue besok."

Elvano tersenyum miring bersamaan dengan Edo yang menggelengkan kepalanya.


Story of Alena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang