Story of Alena || 11

23.1K 1.3K 43
                                    


Sudah lebih dari dua minggu Alena menghindari bertatap muka dengan Elvano. Setelah penjelasan Elvano tentang maksud pria itu yang tidak akan mungkin pernah bisa di terima olehnya. Alena selalu menghindar setiap pria itu hendak menemuinya. Hampir setiap harinya Elvano mencoba berbicara dengannya. Menghampirinya ke rumah sakit karena Alena yang lebih sering di rumah sakit di banding di rumahnya. Itu karena Alena yakin intensitas mereka berbicara berdua akan sangat minim.

Dua minggu berada di rumah sakit, tepat pada hari ke empat belas inilah, Alesha di perbolehkan pulang. Dan hari ini, Aric lah yang akan mengantar kepulangan mereka. Seringnya berada di rumah sakit, membuat hubungan Alena dan Aric semakin dekat. Hal itu bahkan lebih baik untuk Alena yang tidak terus terpikirkan mengenai masalahnya dengan Elvano. Biarlah dia saat ini mengabaikan Elvano yang selalu suka hati itu. Dasar pria egois.

"Kakak ganteng, makasih yaa udah nganterin Alesha sama kak Ale pulang ke rumah." Kata Alesha tersenyum ceria telah menerima kebaikan Aric.

Aric balas mengacak puncak kepala Alesha gemas. "Tentu."

Alena yang melihat interaksi keduanya, ikut menyunggingkan senyumnya. Satu lagi yang dapat ia syukuri setelah banyaknya masalah yang ia hadapi, kalau memang masih ada orang yang benar-benar baik di dunia ini. Gak semua orang memiliki sifat jahat, yang ada hanya mereka yang sedang berontak dengan jahatnya kehidupan saat ini.

Aric menoleh dan menangkap basah Alena yang masih setia memperhatikannya. Saling menatap dan kemudian melempar senyum hangat. Aric mungkin pria yang akan selalu menyayangi pasangannya. Setidaknya itulah yang di pikirkan Alena saat ini.

"Dari tatapan mu itu, bisa ku tebak kau pasti ingin aku tinggal di sini sebentar bukan?" Aric menyeringai menggoda.

Alena bersikap seolah terkejut dan memicingkan mata, "Hah? Bagaimana kau bisa tau?" kemudian tertawa. "Ayolah, masuklah sebentar ke gubug reot kami wahai pangeran." Guraunya.

"Janganlah merendah wahai tuan putri." Kata Aric menanggapi gurauan Alena. Kini bahkan mereka tak sungkan lagi untuk bersendau gurau bersama.

Aric membantu Alena membawa tas berisi pakean ke dalam kontrakan. Alesha yang masih dalam proses penyembuhan itu, langsung tertidur pulas di ruang tengah. Alena mengelusi rambut hitam Alesha yang kedua pahanya di gunakan untuk bantalan adiknya itu.

"Kau kakak yang sangat baik." Kata Aric yang pandangannya tak pernah luput dari Alena. Bagaimana sikap hangan dan lembut Alena terhadap Alesha selalu terbingkai indah di pikirannya. Alena yang tenang dan kalem selalu dapat membuatnya terkesan.

Alena tak mampu berkata-kata mendengar pujian yang di lontarkan Aric padanya. Ia hanya mampu tersenyum.

"Tapi, dimana ayah dan ibumu?"

Alena menghela nafasnya sebentar sebelum akan menceritakan kehidupannya. "Keluarga kami sangat rumit. Kacau sekali. Untuk itu aku lebih memilih untuk mengajak Lesha pergi dari rumah."

"Maaf untuk itu. Aku tidak tau jika kau mengalami masalah serumit ini. Karena ku pikir, sikap mu yang tenang itulah, kamu selalu tidak memiliki beban masalah di hidupmu."

Alena mencoba terlihat baik-baik saja. Di saat setumpuk masalah menimpa pundaknya. Itulah yang ia lakukan saat ini.

"Ale? Apa kau mau makan malam bersamaku?"

"Hah?" Alena tergagu mendengar tawaran dari Aric.

"Iya makan malam bersamaku. Di rumah ku. Sebenarnya tidak hanya kita berdua. Ini seperti sebuah makan malam keluarga."

"Maaf tapi-" Alena terdiam beberapa saat sambil tertunduk. "Aku tidak bisa meninggalkan Alesha sendirian."

"Siapa bilang hanya kau yang ku ajak. Aku ingin kalian berdua datang. Bagaimana? Di sana juga akan ada Veni. Jadi kau tidak akan merasa kesepian nantinya."

Story of Alena [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang