chapter 1.

1.1K 66 3
                                    

Muhammad Rian Ardianto adalah seorang pegawai gudang di sebuah perusahaan, dia adalah seorang lelaki yang tampan dan masih muda, banyak dari teman-temannya yang mengaguminya. Selain karena dia tampan juga karena dia sangat rajin, sopan, dan baik hati.

Di gudang itu ada 4 orang yang bekerja termasuk Rian. Orang - orang yang bekerja di gudang itu sangat baik satu sama lain, bahkan sudah seperti saudara sendiri. Mereka adalah Rian, Kevin, Anthoni, dan Ahsan.

Dari mereka berlima hanya Rian yang belum menikah, sehingga dia seringkali dikecengi. Mereka seringkali menjodohkan Rian dengan teman teman mereka. Namun Rian selalu saja menolak mereka. Alasannya belum siap untuk mencari pasangan.

"Ian sama yang kemaren aja tu cantik, semok, kan lumayan".

"Apaan sih bah, babah suka sama yang semok semok, tak bilangin sama ko hen habis babah nanti."

"Yaelah Ian, kan buat kamu bukan buat babah. "

"Ya kan berarti babah liat liat tu cewek."

"Eh, beneran ian, buat kamu kok."

"Halah babah mah nyari kesempatan dalam kesempitan"

"Susah banget sih Ian kamu, selera kamu tu yang kayak gimana sih? ntar aku cariin. "

"Nggak usah bah, nanti kalo saatnya ketemu juga ketemu sendiri kok. "

"Terserah kamu lah Ian. "

Percakapan tersebut hampir tiap hari terjadi. Ahsan sebagai orang yang paling tua di gudang tersebut sering kali menyuruh Rian untuk segera menikah. Rian tahu Ahsan mengkhawatirkannya, tapi Rian punya alasan sendiri untuk tidak menikah. Dan dia tidak mungkin mengungkapkan alasan yang sesungguhnya.

Jam sudah menunjukkan jam 4 sore, ini adalah waktunya mereka untuk pulang. Teman - teman Rian berencana untuk pergi bersama ke sebuah tempat makan, ya mereka selalau makan bersama saat akhir bulan. Namun seperti biasanya juga Rian selalu menolaknya. Teman -teman Rian sangat hafal akan hal ini.

"Seperti biasa nih Ian, kamu nggak mau ikut?"

Kevin, orang paling mungil, putih dan tengil bertanya pada Rian.

"Iya koh maaf nggak bisa ikut, lain kali kalo ada kesempatan aku pasti ikut."

"Beneran ya Ian, cuma kamu yang nggak pernah mau ikut. Sebenernya kamu ada urusan apa sih?"

"Ada lah koh, ya udah aku duluan ya semua."

"Ya udah deh, hati hati ya Ian. "

"Iya koh maaf, kalian juga hati hati ya"

Rian melangkah pergi, sedang teman temannya memandang punggung Rian.

"Babah tau nggak, itu si Rian kok nggak pernah mau ikut kenapa sih?"

"Aku juga nggak tau nik, mungkin memang dia ada urusan yang lebih penting."

"Ya udahlah yuk berangkat, mereka nanti ngomel lagi nunggu lama."

Ahsan, Kevin, dan Antony segera menuju tempat makan langganan mereka, disana suami suami mereka telah menunggu. Ya mereka menikah dengan laki-laki.

Sedangkan Rian, dia berjalan cepat menuju ke sebuah tempat, dia tidak ingin orang itu menunggunya terlalu lama, orang yang sangat dia cintai melebihi apapun, belahan jiwanya.

" Ayah! "

Seorang anak laki laki berlari menghampiri Rian dia menubrukkan tubuhnya pada Rian yang langsung menggendong dan memeluknya.

"Ayah, Aiq kangen sama ayah"

"Ayah juga kangen kok sama Aiq, Aiq tadi nggak nakal kan di sekolah?"

"Nggak ayah, tadi Aiq jadi anak baik kok, tanya aja sama bu guru sama om Clinton. "

"Iya ayah percaya kok sama Aiq, yuk kita pulang, pamit dulu sama Om Clinton."

"Makasih ya om udah jagain Aiq."

"Sama sama anak manis, jagain ayah ya."

"Siap om"

Aiq, lebih tepatnya Fariq Putra Ardianto, adalah seorang anak laki laki berumur 5 tahun. Dia adalah anak kandung Rian. Rian sudah punya anak, lalu kanapa teman teman Rian sangat getol menyuruh Rian untuk segera menikah?

Jawabannya hanya satu, mereka tidak tahu bahwa Rian sudah punya anak. Ya Rian merahasiakan keberadaan Aiq, hanya orang terdekat saja yang mengetahui bahwa Rian sudah punya anak. Lalu kemana ibunya Aiq? Aiq tidak memiliki ibu, Aiq adalah anak kandung Rian dengan seorang laki -laki.

Aiq adalah alasan mengapa Rian selalu menolak untuk pergi bersama denga teman temannya, karena dia harus segera pulang, dan menjaga malaikat kecilnya.

Clinton Hendrik adalah sepupu Rian yang bekerja sebagai guru TK, dimana Aiq bersekolah. Rian sering menitipkan Aiq pada Clinton jika dia terpaksa pulang terlambat.

Clinton sangat mengerti dengan keadaan Rian, dia dan keluarganya sudah menganggap Rian dan Aiq seperti keluarga sendiri.

"Ian, ibu nanyain kamu sama Aiq, kapan main ke rumah?"

"Iya bang, besok kita cari waktu main ke rumah, ini aku lagi banyak kerjaan banget, mau ada direktur baru jadi pembukuan gudang harus dirapihin."

"Pulang gih dah gelap,"

"Makasih ya bang."

"Iya sama sama, loe kan adik gue."

Clinton berbelok ke arah jalan yang lain,  Rian dan Aiq berjalan menyusuri trotoar jalanan yang mulai dihiasi dengan lampu, dengan Aiq di gendongan Rian. Mereka berjalan sambil bercanda bersama."

Bersambung

Permainan Takdir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang